Wowteg, Konsep Warteg Masa Kini ala Pendiri Sour Sally

Dengan konsep warteg masa kini, pendiri Sour Sally menawarkan jaminan kebersihan dan rasa lebih baik.

oleh Dinny Mutiah diperbarui 14 Nov 2019, 13:03 WIB
Diterbitkan 14 Nov 2019, 13:03 WIB
Wowteg, Konsep Warteg Masa Kini ala Pendiri Sour Sally
Wowteg, warteg kekinian yang jadi bisnis baru pendiri Sour Sally. (Liputan6.com/Dinny Mutiah)

Liputan6.com, Jakarta - Warteg, bisnis rumah makan yang merakyat kini mulai dirambah Sour Sally Group. Bukan sekadar warung makan yang menjajakan beragam pilihan lauk dan sayur, kualitas warteg pun ditingkatkan agar citranya lebih baik.

Founder dan CEO Sour Sally Group Donny Pramono Ie menamai bisnis barunya dengan Wowteg. Dengan misi merevolusi industri warteg yang ada saat ini, pihaknya menonjolkan aspek jaminan kebersihan dengan pilihan makanan lebih beragam dan menyesuaikan dengan tren makanan di pasaran sebagai konsep utama.

Menurut Donny, bisnis warteg terbukti bukan hanya tren semata. Pertama kali muncul sekitar 1960-an, warteg terus bertahan, bahkan menjelma jjadi budaya bagi mayoritas masyarakat Indonesia. Berdasarkan survei internal, di Jabodetabek saja terdapat lebih dari 35 ribu warteg.

Banyak orang mengandalkan warteg sebagai tempat makan dengan harga terjangkau. Nyaris semua kalangan makan di warteg untuk mengatasi rasa lapar sekaligus menghemat pengeluaran. Maka itu, ia menyebut bisnis tersebut sangat menjanjikan, lantaran market size yang besar dan peluang terbuka lebar.

Namun, berdasarkan survei pada 72 responden, banyak yang belum mau makan di warteg, lantaran aspek kebersihan dan kenyamanan.

"Masalah warteg saat ini biasanya yang dikeluhkan bukan perokok, tapi bau asap rokok tercium. Terus, maaf ya, sering di video yang disebar terlihat tikus atau kecoa. Waktu makan ingin sendiri malah ditemani kucing atau anjing," katanya dalam jumpa pers di area SIAL Interfood, JIExpo, Jakarta, Rabu, 13 November 2019.

Keluhan lainnya adalah soal peralatan yang dicuci kurang higienis. Ada lagi yang mempermasalahkan tempatnya panas dan berdempetan saat makan. Belum lagi saat melayani, tangan pelayan tak menggunakan sarung tangan saat menyendokkan makanan, padahal baru memegang uang hasil pembayaran dari pembeli.

"Jadi, yang belum makan di warteg itu bukan tidak mau, tetapi mereka meragukan kualitas dan kebersihannya," ujar Donny.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

Dapur Terpusat

Wowteg, Konsep Warteg Masa Kini ala Pendiri Sour Sally
Kemasan kekinian dari warteg. (Liputan6.com/Dinny Mutiah)

Berdasarkan hasil riset itu pula, ia mengklaim responden tak masalah membayar Rp5 ribu hingga Rp7 ribu lebih mahal dari harga pasaran saat ini asal kualitas makanan dan pelayanan terjamin. Untuk itu, pembenahan dimulai dari dapur tersentralisasi yang tersertifikasi HACCP.

Dapur akan memastikan seluruh bahan baku sesuai standar dan mengolahnya jadi produk dengan kualitas yang sama. Selanjutnya, produk akan didistribusikan ke warteg dalam kemasan kecil pada hari-hari tertentu. Hal itu untuk meminimalisir makanan terbuang percuma karena tidak habis.

"Kalau tidak habis, makanan pasti harus dibuang. Daripada terbuang banyak, kemasannya kecil-kecil, pemilik bisa jadi sampai lima kali (porsi) menghangatkan makanan, tapi tidak apa-apa daripada kebanyakan dibuang," kata Donny.

Berbeda dengan kebanyakan pemilik warteg yang mengolah makanan dan menjajakan di tempat yang sama, nantinya pemilik hanya akan memanaskan dan menyajikan menu sesuai kebutuhan.

"Paling nanti dari mereka akan menggoreng saja, kan tidak mungkin gorengan dimakan dingin. Itu pun ketika dikirimkan sudah berbumbu," ujarnya.

Menurut Donny, dengan dapur yang dibuat terpisah dari tempat penyajian, bisa mengurangi 50 persen masalah kebersihan di warteg. "Jadi, tikus atau kecoa yang ada di dapur kebanyakan datang karena bau dari bahan mentah, seperti ikan, ayam," sambungnya.

Menu yang ditawarkan juga beragam. Ia menyebut terdapat lebih dari 1.000 resep sudah tersedia dan bisa dimasak sesuai kebutuhan. Sebanyak 70 persen akan menghadirkan menu populer warteg, di antaranya orek tempe, telur balado, dan sayur sop.

Sementara, 30 persen sisanya adalah menu kekinian, seperti ayam korea, ayam geprek sambal matah, hingga ayam madu. "Soalnya target market kita adalah kalangan milenial," ujarnya.

Bahkan, kemasan pun dimodifikasi. Meski bentuknya mirip kertas nasi yang biasa dipakai, kualitasnya ditingkatkan agar lebih tahan bocor dan aman saat bersinggungan dengan makan.

Soal harga, satu paket Wowteg berisi satu porsi nasi, satu lauk, dan satu sayur dibanderol Rp20 ribu--Rp30 ribu. "Tapi, ada yang paling murah itu Rp15 ribu," kata Donny.

Buka Franchise

Wowteg, Konsep Warteg Masa Kini ala Pendiri Sour Sally
Pendiri Sour Sally, Donny Pramono Ie, menawarkan konsep warteg kekinian. (Liputan6.com/Dinny Mutiah)

Kedai Wowteg perdana berencana dibuka sekitar Februari-Maret 2020 di Jabodetabek. Saat ini, pihaknya sedang gencar menawarkan hak franchise pada umum yang cukup mengundang minat para pengunjung pameran SIAL Interfood 2019.

Kursi yang tersedia nyaris tak pernah kosong melayani para pengunjung yang hendak berkonsultasi atau sepakat membeli hak franchise. Kesempatan franchise dibuka untuk kawasan Jabodetabek terlebih dulu, sebelum mengembangkan sayap ke Bandung dan Semarang yang direncanakan mulai akhir 2020.

"Kita cari market yang dekat dengan perkantoran, kuliahan atau kos-kosan," katanya.

Konsep warung tidak melulu berisi bangku panjang, tetapi juga bisa dengan membuka kontainer ataupun food court. Hal itu bergantung tempat yang dimiliki pihak franchise.

Tak hanya memastikan penyediaan bahan baku dan makanan jadi, franchise itu juga meliputi sistem manajemen agar operasional warteg berjalan lebih lancar. Mengingat pasar sudah stabil, masa berhak franchise berusia hingga lima tahun.

"Biasanya kalau bisnis minuman paling hanya tiga tahun," ujarnya.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya