Wacana Travel Bubble Negara ASEAN pada Era New Normal Pariwisata

Kendati, tak tertampik bahwa wistawan domestik bakal tetap jadi target awal new normal di sektor pariwisata.

oleh Asnida Riani diperbarui 19 Jun 2020, 09:01 WIB
Diterbitkan 19 Jun 2020, 09:01 WIB
[Bintang] Malaysia
Love Lane, George Town, Penang, Malaysia. (dok. laman Hostel World)

Liputan6.com, Jakarta - Sembari tetap menerapkan protokol kesehatan, sektor pariwisata tengah menyiapkan berbagai langkah strategis untuk kembali bergeliat pada masa pandemi. Salah satunya adalah bersinergi dengan berbagai pihak.

Prof. Dr. Walter Jamieson, selaku Academic Consultant Tammasat University, mengatakan, masa pandemi seperti sekarang ini adalah momen paling tepat untuk membuat berbagai inovasi.

"Jadi, jangan hanya new normal. tapi better normal," ucapnya dalam webinar bertajuk "The Impact of COVID-19 and the New Normal: the Southeast Asia Travel and Tourism Industry’s Perspective", Kamis, 18 Juni 2020.

Mengelaborasi poin itu, President of the Federation of ASEAN Travel Association (FATA), Datuk Tan Kok Liang, mengajukan narasi travel bubble negara ASEAN sebagai langkah awal mengembalikan pergerakan sektor pariwisata.

"Dengan begitu, butuh kolaborasi dalam banyak pihak. Pemerintah pun harus terus secara aktif membantu dalam promosi wisata," tuturnya. Wacara travel bubble ini kemudian disambung kembali oleh Eddy Krismeidi Soemawilaga selaku Deputy President ASEAN Tourism Association (ASEANTA).

Tak ditampik Eddy bahwa pariwisata domestik kemungkinan memang bakal kembali pulih, mengingat membuka perbatasan bukanlah perkara mudah di masa pandemi.

"Berkaca pada travel bubble yang sudah diberlakukan negara-negara United Nations, sistem travel bubble ini bakal diadopsi negara tetangga atau kelompok negara tertentu seperti ASEAN," ucapnya.

Apakah travel bubble itu? Mengutip weforum.org, travel bubble adalah konsep pariwisata yang memungkinkan dilakukan bila terjadi kesepakatan antar negara atau beberapa negara yang memiliki tingkat infeksi Covid-19 rendah dan terkendali sehingga warga negaranya bisa keluar masuk negara lain secara bebas.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

Harus Pulih Lebih Dulu

Karnaval Budaya Bali Meriahkan Pertemuan tahunan IMF-World Bank Group 2018
Peserta mengenakan pakaian adat diiringi Tari Barong pada karnaval Budaya Bali di kawasan Nusa Dua, Bali, Jumat (12/10). Karnaval tersebut untuk memeriahkan perhelatan Pertemuan Tahunan IMF - World Bank Group 2018 di Bali. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Tak ditampik Eddy bahwa masa new normal pariwisata bakal jadi proses jauh dari definisi mudah. "Yang harus diingat, di masa seperti ini, ada tantangan sekaligus kesempatan," tuturnya.

Pihaknya menyebut tengah terus mendiskusikan cara melakukan perjalanan senyaman mungkin tanpa mengabaikan upaya memutus rantai penyebaran COVID-19, salah satunya bagaimana bisa menghindari karantina 14 hari.

Dalam penerapannya, harus ada integrasi antarnegara memberlakukan travel bubble. Koneksi ini dikatakan Eddy bisa memanfaatkan teknologi. Kendati, belum ada wacara lebih lanjut perihal penerapannya.

Datuk Tan mengatakan, ia percaya bahwa narasi pariwisata adalah sektor terakhir yang pulih dari pandemi merupakan salah besar. "Justru pariwisata harus lebih dulu karena dengan begitu bisnis terakit juga bisa ikut naik, mulai dari mikro ekonomi sampai transportasi, semua punya kesempatan pulih sekaligus," imbuhnya.

Traevel bubble ini juga disebut I Putu Winastra, Sekretaris ASITA Cabang Bali sebagai salah satu rencana strategi. Setelah domestik, pihaknya bakal menyasar wisatawan dari negara ASEAN. "Barulah meluas ke wilayah lain, seperti Australia, Jepang, Korea Selatan, dan China," ucap Putu.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya