Liputan6.com, Jakarta - Kelompok Taliban yang kembali menguasai Afghanista menunjukkan wajah aslinya. Sempat mengatakan tidak akan menerapkan kembali aturan keras yang membatasi perempuan, nyatanya mereka bersikap sebaliknya.
Pada akhir Agustus 2021, perempuan disebut diizinkan untuk belajar di universitas tetapi tidak berada di ruangan yang sama dengan laki-laki dan dosen laki-laki. Tetapi, kabar terkini menyebutkan perempuan tidak akan lagi diizinkan untuk menghadiri perkuliahan ataupun mengajar di Universitas Kabul hingga berlakunya sistem perkuliahan islami.
Dilansir dari CNN, Rabu (29/9/2021), rektor baru dari Universitas Kabul yang ditunjuk oleh Taliban mengumumkan pemberitahuan tersebut pada Senin, 27 September 2021. Mohammad Ashraf Ghairat, rektor baru Universitas Kabul mengatakan, Islam merupakan hal yang utama.
Advertisement
Baca Juga
"Selama lingkungan islami tidak tersedia untuk semua, perempuan tidak diizinkan untuk datang ke universitas atau bekerja. Islam yang utama,"Â cuit Ghairat dalam akun resmi Twitternya.
Sebelumnya, Ghairat mencuit bahwa universitas sedang membuat rencana untuk mengakomodasikan pengajar mahasiswa perempuan, tetapi tidak mengatakan kapan rencana ini selesai.
"Karena kekurangan tenaga pengajar perempuan, kami sedang menyusun rencana agar dosen laki-laki bisa mengajar para mahasiswi dari balik tirai di dalam kelas. Dengan begitu akan tercipta lingkungan islami untuk mendapatkan pendidikan," ujarnya.
Â
* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.
Kritik Rektor
Pengangkatan Ghairat sebagai rektor di Universitas Kabul oleh Taliban disambut dengan kritikan karena dinilai kurang kompeten. Menanggapi tanggapan tersebut, Ghairat menulis di akun Twitternya bahwa Ia telah memenuhi syarat untuk menjadi rektor.
Dia juga memaparkan visinya untuk Universitas Kabul bahwa universitas tersebut menjadi pusat berkumpul bagi semua muslim sejati di seluruh dunia untuk belajar dan meneliti, serta untuk mengislamkan ilmu pengetahuan modern.
"Kami akan menyambut cendekiawan dan mahasiswa yang pro-Muslim untuk mendapatkan manfaat dalam lingkungan yang islami," ujar Ghairat di Twitter.
Â
Â
Advertisement
Warga Kelas 2
Ketika Taliban menguasai Afghanistan dari 1996 hingga 2001, mereka dikenal memperlakukan wanita sebagai warga negara kelas dua. Mereka menjadikan perempuan sebagai sasaran kekerasan, pernikahan paksa, dan keterlibatan perempuan yang minim untuk negara.
Sejak Taliban kembali merebut ibu kota, Kabul pada bulan Agustus, mereka mengklaim bahwa tidak akan memaksakan kondisi kejam seperti dahulu. Namun, janji tersebut hanya tinggal janji.
Taliban memerintahkan perempuan untuk meninggalkan tempat kerja mereka dan ketika sekelompok perempuan memprotes, mereka akan memukuli mereka dengan cambuk dan tongkat. Taliban meminta untuk memisahkan jenis kelamin mahasiswa di ruang kelas. Bagi mahasiswa, pegawai, dan karyawan perempuan harus mengenakan burka. (Gabriella Ajeng Larasati)
Kejatuhan dan Kebangkitan Taliban di Afghanistan
Advertisement