Eks Pejabat Boeing Didakwa Bersalah karena Tutupi Informasi 737 Max yang Picu Kecelakaan Maut Lion Air

Keluarga penumpang korban kecelakaan pesawat Boeing 737 MAX tidak puas dengan dakwaan tersebut.

oleh Dinny Mutiah diperbarui 15 Okt 2021, 13:13 WIB
Diterbitkan 15 Okt 2021, 13:03 WIB
Ilustrasi pesawat Boeing 737 MAX (AFP Photo)
Ilustrasi pesawat Boeing 737 MAX (AFP Photo)

Liputan6.com, Jakarta - Panel juri pengadilan federal Amerika Serikat (AS) menyatakan mantan pejabat kunci Boeing bersalah atas kasus penipuan. Ia dituduh menipu Administrasi Penerbangan Federal (FAA) ketika dalam proses sertifikasi pesawat jet 737 Max pertama kali. Jenis pesawat itu terlibat dalam dua kecelakaan fatal yang dipicu cacat desain. Salah satunya adalah kecelakaan Lion Air pada 2018 lalu. 

Tuduhan itu adalah tuntutan pidana pertama terhadap individu dalam penyelidikan penyebab dua kecelakaan yang menewaskan 346 orang. Kecelakaan itu juga menyebabkan larangan terbang selama 20 bulan bagi pesawat terlaris Boeing dan merugikan perusahaan lebih dari 20 miliar dolar AS.

Tuntutan itu tidak ditujukan kepada pimpinan eksekutif, melainkan Mark Forkner. Ia menjabat sebagai kepala pilot teknis untuk Boeing selama proses sertifikasi untuk pesawat jet. Ia dituduh mengelabui FAA selama proses berlangsung antara 2016--2017.

"Dalam upaya untuk menghemat uang Boeing, Forkner dituduh menahan informasi penting dari regulator," kata Jaksa Chad Meacham di Distrik Utara Texas, dalam pernyataan tertulis, dikutip dari laman CNN, Jumat (15/10/2021).

Jaksa juga menuding Forkner tidak berperasaan untuk menyesatkan FAA yang bertugas melindungi layanan penerbangan publik dan membuat pilot dalam kesulitan karena kekurangan informasi tentang kontrol penerbangan 737 MAX. "Departemen Kehakiman tidak akan menolerir penipuan, terutama di industri yang taruhannya sangat tinggi," sambung jaksa.

Pengacara Forkner tidak menanggapi permintaan wawancara terkait tuduhan itu. Begitu pula dengan Boeing sebagai perusahaan yang bertanggung jawab dalam produksi pesawat penumpang itu.

 

* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Poin Dakwaan

Ilustrasi pesawat Boeing 737 Max 8 (AFP/Stephen Brashear)
Ilustrasi pesawat Boeing 737 Max 8 (AFP/Stephen Brashear)

Berdasarkan dakwaan, Forkner dituduh mengelabui FAA terkait parameter fitur keselamatan yang dikenal sebagai Maneuvering Characteristics Augmentation System (MCAS). Fitur itu didesain untuk menghentikan pesawat dari naik ke ketinggian terlalu cepat dan mendadak berhenti.  

Jika kecepatan naik terdeteksi terlalu cepat, MCAS didesain untuk menekan hidung pesawat. Tetapi dalam dua kecelakaan fatal itu, hidung pesawat ditekan ke bawah meski pesawat tidak sedang naik dalam kecepatan tinggi. Hal itu menyebabkan kegagalan yang menimbulkan kecelakaan fatal.

Dalam dakwaan itu Forkner disebut menyediakan informasi yang salah, tidak akurat, dan tidak komplet tentang sistem tersebut kepada FAA. Dokumen itu juga menyebut Forkner ingin memastikan FAA tidak memerintahkan pilot yang akan menerbangkan 737 MAX menerima pelatihan simulator lebih mahal bila mereka sudah dilatih menerbangkan 737 versi sebelumnya.

Kemampuan pilot untuk menerbangkan 737 MAX tanpa pelatihan terbang simulator itu dijadikan daya tarik Boeing untuk menjual produknya kepada pelanggan.

Tak Puas

20150819-Pesawat-Baru-Lion-Air-Tangerang-Edward-Sirait
Pesawat Lion Air Boeing 737 800 NG tiba di Terminal 1 Bandara Soekarno Hatta, Tangerang, Rabu (19/8/2015). Lion Air kedatangan pesawat ke 150 Boeing 737, Lion Air Group kini telah mengoperasikan 244 unit pesawat berbagai tipe. (Liputan6.com/Johan Tallo)

Meski demikian, tak semua pihak puas dengan dakwaan itu. Nadia Milleron, ibu Samya Rose Stumo, salah satu korban tewas dalam kecelakaan pesawat pada Maret 2019 menyatakan tuntutan kepada mantan eksekutif itu tak cukup. "Forkner hanya kambing hitam. Dia dan Boeing bertanggung jawab atas kematian semua orang dalam kecelakaan pesawat MAX," sahutnya.

Ia menuding sistem dalam Boeing cenderung mendahulukan keuntungan finansial jangka pendek daripada keselamatan penumpang. Ia menyatakan Forkner hanya berlaku sesuai sistem perusahaan.

"Jaksa semestinya menemukan sejumlah orang lain yang juga harus bertanggung jawab karena menyebabkan kecelakaan itu. Setiap keluarga yang kehilangan anggota keluarganya dalam kecelakaan MAX akan merasakan hal yang sama, eksekutif dan dewan direksi Boeing harus dipenjara," ucapnya.

Pada Oktober 2018, pesawat Lion Air rute Jakarta-Pangkalpinang jatuh di perairan Laut Jawa dan menyebabkan 189 orang penumpang dan awak kabin meninggal dunia. Kurang dari enam bulan, pesawat Ethiopian Airlines yang terbang dari Addis Ababa jatuh dan menyebabkan 157 penumpang dan awak pesawat meninggal dunia. Padahal, pesawat Boeing 737 MAX termasuk model baru.

Kecelakaan Ethiopian Airlines dan Lion Air

Infografis Ethiopian Airlines dan Lion Air
Infografis Ethiopian Airlines dan Lion Air (Liputan6.com/Triyasni)
Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya