Liputan6.com, Jakarta - Kencan online, terlebih selama pandemi, bukan lagi sesuatu yang asing bagi lebih banyak orang. Masa krisis kesehatan global telah mengubah pola kehidupan sosial secara dramatis, termasuk cara berkencan yang juga hijrah ke ranah digital.
Certified Relationship Coach, Muara D. Makarim, mengatakan bahwa selama pandemi, mayoritas kliennya mengaku merasa kesepian. Mereka berpikir secara mendalam, dan menemukan hidupnya ternyata tidak punya tujuan yang jelas.
"Karena itu akhirnya lebih banyak orang melakukan kencan online dengan tujuan lebih baik. Sebelum pandemi, level orang (melakukan) kencan online mungkin cuma main-main. Ada yang serius, tapi enggak sebanyak itu," ia menuturkan melalui pesan suara pada Liputan6.com, Kamis, 3 Februari 2022.
Advertisement
Baca Juga
Pemilik akun Instagram @Muara.Makarim ini menyambung, sebagian besar kliennya mengaku ingin memiliki hubungan yang normal, dan mereka tidak ragu berkencan online untuk bertemu orang yang serius. "Jadi, trennya perlahan berubah. Aku melihat ini setidaknya satu tahun ke belakang," ucap Muara.
Mereka yang berkencan online disebut lebih terbuka mengungkap apa yang diinginkan. Muara mencatat lebih banyak orang mengatakan bahwa mereka berbicara secara spesifik dalam mencari orang yang bisa menjalani hubungan lebih serius.
"Mereka seperti, 'Aku ingin bertemu seseorang seperti A, B, C, D.' Dengan begitu, mereka menarik orang sesuai keinginan itu. Enggak jarang klienku yang saat mulai sesi single, dan di akhir sesi punya pacar dari kencan online, dan hubungannya sehat," ucapnya.
Mereka yang berkencan online, menurut Muara, sekarang lebih nyaman untuk berbincang secara serius di awal, membahas poin-poin krusial dalam hubungan. Mereka mendiskusikan apa yang dicari dalam sebuah hubungan.
"Pandemi COVID-19 membuat mereka berpikir lebih dalam tentang hidup, sehingga mereka lebih nyaman mengungkap apa mau mereka pada 'orang asing,'" tutur Muara.
Â
* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.
Beda dengan Pertemuan Langsung?
Menurut Muara, kebiasaan baru di aplikasi kencan ini membawa motivasi dan rasa percaya diri untuk membuka diri, serta mengekspresikan apa yang diinginkan. Secara otomatis, mereka juga memboyong perubahan pola pikir dan pendekatan saat berkencan daring.
Lalu, apakah sebenarnya ada pendekatan-pendekatan berbeda daripada saat menjalani pertemuan langsung? Yang paling penting: be human, kata Muara. Pasalnya, karena keasyikan bermain aplikasi kencan, keasyikan ngobrol dengan banyak match, tidak sedikit orang yang akhirnya terbawa.
"Kita cenderung lupa bahwa yang kita ajak ngobrol itu manusia, bukan bot," katanya.
Jadi, jika ingin mencari orang untuk berhubungan secara serius, pengguna aplikasi kencan juga harus "menjadi manusia." "Apa sih arti menjadi manusia? Itu bisa banyak hal, tapi berhenti saling berkirim pesan secara non-stop jadi salah satunya."
"Setelah bolak-balik chat, bisa menyarankan mengirimkan voice note untuk mendengar suara. Bisa juga telepon atau video call. Dengan cara begini, kita bisa secara otomatis menyaring mana yang mau serius, mana yang mau berusaha lebih," ia menuturkan.
Kemudian, harus sejujur ​​mungkin, baik di profil maupun saat chat. "Bisa dimulai dengan menulis bio profil secara menarik. Kita tahu orang baca bio kita, dan itu bisa jadi awal obrolan yang menyenangkan," katanya, menambahkan bahwa bio itu bisa berisi siapa kita secara singkat dan hal-hal yang kita sukai.
Advertisement
Membuat Aplikasi Kencan Jadi Ruang Lebih Aman
Sebelum pandemi, orang sebenarnya sudah kecanduan kencan online, Muara menyebutkan. Pandemi pun membuat orang jadi jauh lebih kecanduan. "Tapi, masalahnya bukan di pandemi dan pembatasan mobilitas," katanya.
Fitur, notifikasi, dan hal-hal lain di aplikasi kencan memang didesain untuk menimbulkan kecanduan, layaknya media sosial. Kemudian, aplikasi kencan juga sesuai ego kita.
Muara berkata, "Membesarkan ego sebagai manusia, karena itu mudah sekali. Kalau pertemuan langsung, kita harus lebih berusaha membangun percakapan atau membentuk koneksi yang baik. Tapi, aplikasi kencan membuat seseorang merasa diinginkan, walau belum tentu jadi hubungan, bahkan ketemuan. Tapi, melihat like, itu memberi kepuasan tersendiri."
Ke depan, ekosistem aplikasi kencan akan semakin resilient. Muara memperkirakan aplikasi-aplikasi kencan akan menambahkan fitur lebih personal. Jadi, kendati komunikasinya tidak dilakukan secara langsung, koneksi antar penggunanya tetap terasa personal.
"Orang jadinya enggak asal swipe kanan-kiri tanpa henti, tapi akhirnya malah terbawa semua proses kencan online, dan malah enggak ketemu pasangan yang benar," katanya.
Soal membuatnya jadi ruang lebih aman, Muara menilai memberi pertanyaan yang lebih detail saat bergabung jadi salah satu langkah efektif. "Jadi, saat match dengan seseorang di aplikasi, itu jelas. Orang yang mau cari pacar atau enggak, mau cari yang kayak bagaimana, enggak suka seperti apa," ia menuturkan.
Kemudian, menciptakan nuansa komunitas di dalam aplikasi kencan. "Jadi, bisa bertemu orang yang suka preferensi yang sama. Bukan hanya aplikasi untuk ketemuan, tapi memantau progres habis ketemu bagaimana, setiap minggu bagaimana, percakapannya jalan atau enggak, event apa saja yang sudah diselenggarakan," katanya.
Juga, akan lebih menyenangkan jika punya private room di aplikasi, tanpa harus bertukar kontak pribadi. Muara menyebut, "Bisa chat, kirim VN atau video call di aplikasi. Mau ketemuan, set up schedule, tapi di aplikasi, supaya bisa di-track."
Terakhir, fitur panggilan darurat. Jadi, dalam kondisi-kondisi darurat, ada pihak yang bisa diandalkan untuk mengatasi situasi tersebut.
Kisah Perkenalan Lewat Aplikasi Kencan
Lia, bukan nama sebenarnya, jadi salah satu yang bertemu suaminya lewat aplikasi kencan. Awalnya, ia mengaku hanya iseng menggunakan aplikasi tersebut. "Ikut saran teman kampus biar enggak terus-terusan galau, karena maklum sebelumnya aku pacaran lumayan lama dan putus begitu saja," ceritanya melalui pesan, Selasa, 1 Februari 2022.
"Jadi, awal-awal main aplikasi itu juga cuma iseng sekadar cari teman ngobrol. Enggak yang serius untuk cari jodoh," imbuhnya.
Selama jadi pengguna, Lia mengatakan tidak pernah memberi tahu kontak pribadi, termasuk nomor ponsel, alamat rumah, kampus, dan tempat kerjanya secara detail. "Kalau mau lanjut ngobrol, aku biasanya cuma kasih user ID aku di aplikasi chat lain kayak Line," katanya.
Ia menyebut tidak sengaja match dengan pria yang sekarang jadi suaminya. "Dia chat aku, dan ya sudah lanjut ngobrol. Sampai aku tuh sempat salah panggil nama dia, salah respon chat yang harusnya buat orang lain malah chat ke dia," ia bercerita.
Awalnya, Lia ragu. Ia berkata, "Takut dia punya niat jahat, takut dia suami orang. Sampai aku tuh bilang ke teman aku pas mau ketemu suami aku ini, takut terjadi hal-hal yang enggak diinginkan."
Melanjutkan obrolan daring itu jadi pertemuan langsung, Lia punya pertimbangan-pertimbangan tertentu. "Dia sabar banget orangnya, enggak rewel. Dia kalau chat ke aku tuh kadang sampai tiga atau empat hari baru aku bales," katanya.
"Kami senasib, sama-sama diselingkuhi pacar kami sebelumnya. Tim bola favorit dia sama kaya tim bola favorit aku dan keluarga. Jadi, seenggaknya ada pembahasan yang sedikit-banyak nyambung pas ketemu," imbuhnya.
"Dia juga anaknya sopan. Enggak pernah sedikit pun membahas atau berkata-kata yang membuat aku tersinggung. Terus enggak pantang menyerah buat ajak ketemu berkali-kali karena kami tinggal di beda kota, jadi buat ketemu memang agak susah," ucapnya
Sekitar sebulan lebih chat, dan kebetulan dia lagi ada kerjaan di kotaku, kata Lia, dia minta ketemu. "Aku coba buat beraniin diri ketemu dia sekadar ngopi bareng. Itu pun aku cari tempat yang ramai banget. Ternyata setelah ngobrol banyak topik, kami nyambung dan aku nyaman ngobrol lama-lama sama dia," katanya.
"Dia mengaku tertarik sama aku dan berencana main ke rumah. Beberapa hari setelah itu, dia main ke rumah sekalian pamit pulang. Di rumah itu dia lebih banyak ngobrol sama ayahku. Akhirnya setelah pertemuan kedua, aku baru berani kasih nomor HP-ku ke dia," ucapnya.
Setelah bertukar kunjungan dan bertemu keluarga masing-masing, 10 bulan sejak pertemuan mereka, suami Lia mengungkap niat untuk melangkah ke jenjang hubungan lebih serius. "Di bulan ke-15 kami akhirnya menikah. Enggak nyangka bisa sampai ke tahap itu, apalagi dengan dia yang awalnya aku kenal karena ketidaksengajaan," tutupnya.
Advertisement