Cerita Akhir Pekan: Mengembalikan Tradisi Mengonsumsi Jamu

Jamu di masa sekarang nyatanya tidak hanya dikonsumsi dalam bentuk minuman.

oleh Dyah Ayu Pamela diperbarui 10 Sep 2022, 09:26 WIB
Diterbitkan 10 Sep 2022, 08:30 WIB
Ilustrasi membuat minuman, jamu tradisional
Ilustrasi membuat minuman, jamu tradisional. (Photo by Katherine Hanlon on Unsplash)

Liputan6.com, Jakarta - Pamor jamu kian kuat di masa awal pandemi COVID-19 sebagai salah satu cara masyarakat Indonesia menjaga kesehatan tubuh. Memanfaatkan momentum itu, minum jamu seharusnya didorong untuk tidak jadi kebiasaan musiman.

Jamu dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) berarti obat yang dibuat dari akar-akaran, daun-daunan, dan semacamnya. Prof. Dr. Abdul Mun’im, seorang peneliti dari Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, mengungkap bahwa jejak sejarah jamu sebagai kebudayaan nenek moyang tercatat dalam manuskrip yang ditemukan di candi maupun bukti peninggalan lain.

Jamu sendiri berasal dari kata "djamoe," singkatan dalam bahasa sansekerta yang terdiri dari kata "djampi" dan "oesodo." Djampi memiliki arti doa, sementara oesodo berarti kesehatan, sehingga djamoe adalah obat untuk menyembuhkan dan meningkatkan kesehatan.

Tradisi minum jamu tidak hanya berkembang di masyarakat Jawa saja, tapi hampir di seluruh Indonesia, mulai dari kerajaan di Bali, hingga Kalimantan yang memiliki banyak tanaman berkhasiat. Ada pasak bumi, tanaman yang ditemukan di bagian barat Indonesia untuk kesehatan para pria dan burahol.

"Burahol dikenal sebagai buah kepel, digemari puteri keraton di Jawa karena dipercaya menyebabkan keringat beraroma wangi," kata Prof. Dr. Abdul Mun’im melalui sambungan telepon pada Liputan6.com, Kamis, 8 September 2022.

Mengenai jamu yang secara umum didefinisikan sebagai obat tradisional dan minuman kesehatan, Prof. Mun'im menambahkan, sebenarnya tradisi tersebut tidak serta merta pudar. Sebab, masyarakat Indonesia juga tetap mengonsumsinya dalam bentuk Obat Herbal Terstandarisasi (OHT). 

"Jamu digeser jadi suplemen. Kesannya jamu selama ini yang tradisional atau (disajikan dengan) diseduh saja. Padahal ada kelompok OHT, seperti obat masuk angin yang kini justru pasarnya lebih besar dibanding obat lain. Kelompok seperti itu pasarnya mencapai Rp2 triliun setiap tahun," ungkapnya.

OHT yang dimaksud, yakni produk sudah terstandar sebagai obat herbal, serta teruji secara empiris dapat dibuktikan khasiatnya. Karena itu di masa sekarang, jamu tidak lagi sebatas jamu gendong atau produk yang dibeli di toko jamu.

Rantai Pasokan Jamu

Ilustrasi Jamu
Ilustrasi jamu. (Liputan6.com/Zulfikar)

Namun demikian, Prof. Mun'im mengungkap, rantai pasokan bahan baku jamu masih menemui problematika. Dengan banyak perubahan fungsi lahan di Indonesia, misalnya, pasak bumi yang dulu banyak ditemukan di wilayah Kalimantan kini jumlahnya semakin sedikit.

"Dua bulan lalu saya ke hutan adat Dayak, sebagian sudah jadi perkebunan kelapa sawit," kata dia.

Ia mengatakan, komersialisasi jamu tampaknya jadi ide yang mudah. Tapi kenyataannya, untuk jadi industri yang besar, Indonesia belum bisa memenuhinya. Contohnya saja akar kucing yang tumbuh liar. Jika dijadikan produk jamu, otomatis diperlukan pasokan bahan baku yang memadai.

Ada pula tanaman pace yang biasa dijadikan lalapan oleh orang Indonesia. Khasiat pace diketahui bisa menurunkan darah tinggi dan baik untuk kesehatan jantung. Jika jenis tanaman ini dikonsumsi sebagai bumbu dapur maupun pelengkap makanan, pasokan masih mencukupi. Namun saat sudah masuk skala industri, agaknya sulit karena harus memenuhi standar dan jumlah stok tertentu.

Sementara, menurut Prof. Mun'im, banyak tanaman obat untuk herbal hanya tumbuh liar. Jenis tanaman untuk jamu ini juga kebanyakan dipengaruhi musim. Hal ini yang membuat industri masih mengimpor. Mencari suplai di Indonesia kualitasnya pun kadang belum memenuhi standar, katanya.

 

Industri Jamu

Jahe Merah
Jahe merah. (Liputan6.com/Putu Elmira)

Di sisi lain, jamu yang beredar di masyarakat pun tidak bisa sembarangan. Dirjen Farmalkes Kementerian Kesehatan Lucia Rizka Andalusia melalui keterangan tertulis Biro Humas Kemenkes, Jumat, 9 September 2022, mengatakan bahwa pelaku usaha jamu gendong dan usaha jamu racikan (UJG-UJR) tidak diwajibkan memiliki Sertifikat Pemenuhan Aspek Cara Pembuatan Obat Tradisional yang Baik (CPOTB) Bertahap.

Namun, Kemenkes secara rutin melakukan pembinaan pada UJG-UJR, serta sosialisasi pada masyarakat dalam pembuatan jamu yang baik. Ini termasuk aspek sanitasi dan kebersihan dalam proses pembuatan jamu segar, juga penggunaan jamu yang aman, bermutu, dan bermanfaat.

"Kemenkes memfasilitasi gerai jamu dan secara rutin menyediakan jamu segar di gerai jamu Kemenkes, RSPI Sulianti Saroso, RS Persahabatan, dan RS Darurat Wisma Atlet yang penyediaan jamunya bekerja sama dengan paguyuban jamu yang sudah dibina Kemenkes. Selain itu, Kemenkes juga memfasilitasi pelaku usaha jamu dalam pameran-pameran," kata Lucia.

Sementara, BPOM melakukan bimtek, semacam kegiatan pelatihan, pada UJG-UJR terkait sanitasi kebersihan dan dokumentasi sederhana. UJG-UJR yang telah mengikuti bimtek tersebut akan mendapatkan stiker "Telah Mengikuti Pelatihan Sanitasi Higiene dan Dokumentasi."

"Kepercayaan akan khasiat jamu sudah turun temurun bagi orang Indonesia. Saat ini sebanyak lebih dari 11 ribu produk jamu, 77 produk obat herbal terstandar, dan 25 produk fitofarmaka telah terdaftar dan memperoleh nomor izin edar dari Badan POM," tambah Kepala BPOM Penny Lukito melalui keterangan tertulis, Jumat, 9 September 2022.

 

Diajukan ke UNESCO

Ilustrasi minuman teh jahe panas
Ilustrasi jamu. (Photo by Bluebird Provisions on Unsplash)

Jamu sebagai salah satu warisan budaya Indonesia sudah semestinya mendapat perhatian lebih. "Kemenkes mendukung pengajuan jamu sebagai intangible cultural heritage (warisan budaya bukan benda) ke UNESCO," tutur Lucia.

Ia menyambung, "Dukungan ini berupa upaya melestarikan budaya minum jamu melalui Gerakan Nasional Bugar Dengan Jamu (Gernas Bude Jamu), serta pencanangan Hari Jamu Nasional tanggal 27 Mei."

Budaya Sehat Jamu adalah suatu praktik menjaga kesehatan yang bersifat preventif, sekaligus promotif. Jamu merupakan buah perjalanan sejarah peradaban masyarakat yang tidak dapat dilepaskan dari tali-temali kebudayaan Nusantara.

"Pengajuan jamu sebagai Warisan Budaya Takbenda UNESCO akan membuat Budaya Sehat Jamu semakin dikenal di ranah internasional," Gaura Mancacaritadipura, Konsultan Penelitian dan Penulis Dokumen ICH 02 Nominasi Budaya Sehat Jamu, mengatakan.

Terkait pengajuan ke UNESCO, dokumen sebagai persyaratan mencakup hasil riset, foto, dan video dokumenter. Upaya nominasi jamu sebagai WBTB UNESCO sudah didorong sejak 2013 yang dipelopori oleh para maestro jamu seperti Mooryati Soedibyo dan Jaya Suprana.

 

 

Infografis Jamu Populer di Indonesia
Infografis jamu populer di Indonesia. (Dok: Liputan6.com Tim Grafis)
Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya