Liputan6.com, Jakarta - Pemerintah Korea Selatan memperpanjang aturan pemakaian masker di dalam ruangan hingga tiga bulan kedepan. Hal tersebut diungkapkan Chung Ki-seok, kepala Tim Tanggap Khusus COVID-19 di Badan Pengendalian dan Pencegahan Penyakit Korea (KDCA).
Mengutip dari laman Korean Times, Senin, 24 Oktober 2022, Chung menekankan bahwa seluruh dunia, masih perlu waktu untuk melepas masker di dalam ruangan dengan aman seperti saat di transportasi umum dan institusi medis. Alasan utama KDCA untuk mempertahankan tindakan tersebut, pejabat kesehatan senior mengatakan, "Infeksi kemungkinan akan meningkat sejak orang mulai melepas masker."
Advertisement
Baca Juga
Negara ini terus melihat kematian dan kasus serius terkait COVID-19, sementara masih kekurangan tempat tidur unit perawatan intensif (ICU). Jadi, masih terlalu dini dan belum ada dasar ilmiah untuk mencabut mandat masker dalam ruangan, katanya.
Secara khusus, dia mengatakan bahwa anak-anak, dan orang tua memiliki kondisi kesehatan yang berisiko terkena infeksi parah atau kematian jika mandat masker dalam ruangan dilonggarkan, terutama karena akan segera musim dingin dan virus lainnya beredar. Pakar kesehatan setempat setuju dengan keputusan pemerintah tersebut.
Menurut survei berita lokal Asia Economy terhadap 13 ahli medis, sebanyak 70,8 persen mengatakan bahwa virus corona, serta influenza atau penyakit pernapasan akut lainnya, seperti human metapneumovirus (hMPV) dan respiratory syncytial virus (RSV), dapat melonjak jika mandat masker dalam ruangan dicabut.Â
Â
Waspada Gelombang Ketujuh
Kim Woo-joo, seorang profesor kedokteran menular di Rumah Sakit Guro Universitas Korea, yang berpartisipasi dalam survei tersebut, mengatakan, "Melonggarkan aturan pemakaian masker dalam ruangan secara prematur dapat menyebabkan masyarakat menurunkan kewaspadaannya."
Kim menambahkan, "Masih harus dilihat bagaimana gelombang ketujuh (yang akan datang) dari infeksi virus corona akan terjadi."Â
Jika mandat masker dalam ruangan dicabut di masa depan, tempat-tempat seperti restoran dan kedai kopi harus menjadi yang pertama meringankan tindakan tersebut. Sebanyak 39,1 persen dari para ahli ini merespons ketika beberapa jawaban diizinkan. Fasilitas prasekolah seperti taman kanak-kanak juga harus diprioritaskan untuk melonggarkan peraturan, karena memakai masker menghambat perkembangan bahasa, emosi, dan kognitif anak-anak, kata 30,4 persen responden ahli.
Chung mendorong mereka yang berada dalam kelompok berisiko tinggi untuk divaksinasi, karena skala dan waktu gelombang infeksi yang akan datang di musim dingin kemungkinan akan bergantung pada tingkat vaksinasi. Sementara data masih dikumpulkan, dia mengatakan bahwa vaksin bivalen yang diperbarui yang saat ini digunakan berefek pencegahan terhadap infeksi oleh subvarian Omicron baru BQ.1 dan XBB yang sangat mudah menular.
"Lebih dari 10 juta orang dalam kelompok berisiko tinggi berusia di atas 60 tahun belum menerima vaksin COVID-19 yang diperbarui," katanya. Hal itu merujuk pada vaksin bivalen yang menargetkan strain Omicron asli, subvarian BA.1, yang saat ini tersedia di Korea.
Â
Advertisement
Data Kasus di Korsel
Chung berpikir tingkat vaksinasi rendah karena lebih banyak orang percaya virus corona tidak lagi menjadi ancaman serius dan banyak orang telah terinfeksi virus tersebut. Di Korea Selatan, hingga Senin, 24 Oktober 2022, terdapat total 617.464 orang telah menerima dosis vaksin bivalen COVID-19, yang dimulai pada 11 Oktober 2022. Hanya 487.120 orang atau 4,3 persen orang di atas 60 dan 54.244 orang atau 4,3 persen orang dengan kekebalan rendah baik yang termasuk dalam kelompok berisiko tinggi atau rentan, telah divaksinasi.
"Tidak semua orang perlu menerima vaksin (yang diperbarui)," kata Chung.
Mereka yang tidak termasuk dalam kelompok berisiko tinggi seharusnya dapat pulih sepenuhnya jika terinfeksi COVID-19. Namun, Chung mengingatkan vaksinasi sangat penting untuk kelompok usia lanjut dan orang dengan penyakit pernapasan kronis, karena infeksi dapat menjadi parah atau menyebabkan kematian.
KDCA juga melaporkan 14.302 infeksi COVID-19 harian tambahan, 3.277 kasus lebih banyak dari Senin lalu. Sejak Jumat lalu, negara itu telah melihat tren peningkatan infeksi harian dibandingkan dengan minggu sebelumnya. Jumlah total infeksi di negara itu adalah 25.311.636.
Covid-19 Varian XBB
Sementara itu, Kementerian Kesehatan (Kemenkes) mendeteksi subvarian Covid-19 Omicron XBB di Indonesia. Juru Bicara Kementerian Kesehatan M. Syahril mengungkapkan, kasus pertama Covid-19 XBB di Tanah Air merupakan transmisi lokal.
Mengutip dari kanal Bisnis Liputan6.com, Senin 24 Oktober 2022 dari laman setkab.go.id varian XBB terdeteksi pada seorang perempuan berusia 29 tahun yang baru pulang dari Lombok, Nusa Tenggara Barat. "Ada gejala seperti batuk, pilek, dan demam. Ia kemudian melakukan pemeriksaan dan dinyatakan positif pada 26 September. Setelah menjalani isolasi, pasien telah dinyatakan sembuh pada 3 Oktober," ungkap Syahril.
Menyusul temuan tersebut, Kemenkes berupaya mengantisipasi penyebaran dengan menguji dan mengusut terhadap 10 kontak erat. Hasilnya, seluruh kontak erat dinyatakan negatif Covid-19 varian XBB.
Syahril menjelaskan, meski varian baru XBB cepat menular, fatalitasnya tidak lebih parah dari varian Omicron. Dia pun kembali mengimbau untuk segera melakukan vaksinasi Covid-19, termasuk bagi masyarakat yang belum mendapatkan vaksin booster. "Untuk mengurangi kesakitan dan kematian akibat Covid-19," jelas Syahril.
Advertisement