Liputan6.com, Jakarta - Tiap profesi atau pekerjaan pasti ada suka dukanya. Begitu pula dengan profesi pendongeng. Hal itu pun dialami salah seorang pendongeng senior Indonesia, Paman Gery. Menurut pemilik nama asli Gery Saleh Puraatmadja yang sudah sekitar 30 tahun menjadi pendongeng, ia lebih banyak mengalami suka dibandingkan duka.
Ia sangat menikmati profesinya sebagai pendongeng dan antusias melihat berbagai respons anak-anak saat dibacakan dongeng. “Sukanya banyak, kalau dukanya menurut saya bukan duka sih tapi lebih ke tantangan. Jadi beberapa kali saya harus mendongeng ke tempat yang sulit dijangkau, karena ada sekolah atau taman bacaan di daerah terpencil yang harus melalui rute yang tidak mudah,” kata Paman Gery pada Liputan6.com, Kamis, 30 November 2023.
Meski begitu, ia menjalani itu semua seperti tantangan yang harus bisa dilewati. Ia juga mengungkapkan kejadian yang sangat berkesan selama menjadi pendongeng.
Advertisement
"Saya pernah mendongeng di depan anak-anak autism yang tingkat autismenya berbeda-beda. Itu tantangan yang tidak mudah. Sesuai bercerita, saya sempat berpikir kayaknya saya gagal ini karena hampir tidak ada reaksi dari mereka. Tapi setelah itu beberapa anak menghampiri saya dan mengatakan beberapa kalimat yang saya tidak terlalu paham artinya," kenang Gery.
"Setelah beberapa hari saya baru dapat kabar kalau anak-anak itu ternyata senang dan berteirma kasih karena kita mengunjungi mereka dan mendongeng untuk mereka. Wah itu pengalaman yang luar biasa dan tidak menyangka bisa membuat anak-anak itu merasa senang,” lanjutnya.
Mengenai pilihan profesi sebagai pendongeng, Gery mengaku sudah suka mendongeng sejak masih remaja. Hal itu bermula saat ia diminta mengisi acara ulang tahun salah seorang kerabatnya.
"Saya tidak pinya kemampuan sulap, jadi badut atau berbicara lewat perut dengan media boneka, jadi saya mencoba mendongeng karena dari kecil memang sudah sering dibacakan dongeng dan suka baca buku. Ternyata sambutannya bagus dan saya senang melihat reaksi anak-anak saat dibacakan dongeng," ungkapnya.
Manfaat Dongeng
Sejak itu Gery makin meyakini dirinya untuk menjadi pendongeng. Berdasarkan pengamatannya selama menjadi pendongeng, anak-anak yang sering didongengkan mampu mengenal dan menyerap kata-kata yang mungkin kurang diketahui anak-anak seusianya.
Dongeng juga bisa menjadi wadah bagi anak-anak untulk mengeksplorasi dunia imajinaisnya. Contohnya, saat dia tahu kalau manusia bisa terbang maka dia akan mencari tahu bagaimana caranya untuk terbang.
"Mereka akan bertanya dan bisa saja mempelajari cara manusia untuk terbang, yaitu dengan naik pesawat terbang. Nah, mereka akan berusaha mempelajari itu karena rasa ingin tahunya yang besar. Selain itu, anak yang sering dibacakan dongeng oleh orangtuanya biasanya akan membangun bonding yang kuat. Hubungan orangtua dan anak pun akan lebih dekat,” terangnya.
Mengenai profesi pendongeng sekarang ini, Paman Gery mengungkapkan profesinya ini sudah banyak diakui dan terkadang disebut storyteller atau pencerita. Dengan menjadi pendogeng atau pencerita kita bisa bertemu banyak orang dan bisa pergi ke mana saja untuk mendongeng.
Di sisi lain, kemajuan teknologi di era digital jadi tantangan tersendiri buat para pendongeng. Peran mereka bisa saja diperankan oleh mesin atau dsimak lewat perangkat teknologi digital yang bisa disimak kapan saja.
Advertisement
Dongeng dan Kemajuan Teknologi
Namun Paman Gery justru melihat itu semua sebagai tantangan dan peluang. Teknologi digital justru bisa digunakan untuk mempermudah para pendongeng dalam menyampaikan cerita kepada para audiensnya. Gery mengakui tidak semua pendongeng mau menerima kemajuan teknologi tapi kita tidak bisa mencegah itu semua.
"Kemajuan teknologi itu suatu keniscayaan, jadi kita harus mengikuti perkembangan dan menyesuaika dengan situasi sekarang. Ini memang tantangan yang tidak mudah, tapi saya justru melihatnya sebagai peluang untuk menyampaikan cerita atau dongeng dengan cara yang lebih menarik. Misalnya kita bisa menampilkan audio atau visual sebagai penunjang cerita yang kita sampaikan," terang Gery.
"Mau tidak mau kita harus tahu teknologi apa saja yang berhubungan dengan profesi kita. Kita dituntut untuk lebih kreatif. Kalaiu kita bisa menggabungkan itu semua maka itu bisa saja berpengaruh terhadap penghasilan kita yang bisa saja jadi lebih besar. Sekali lagi ini tantangan yang tidak mudah, tapi saya yakin selalu akan ada jalan untuk menghadapi ini semua," sambungnya.
Sementara bagi pendongeng dari Yogyakarta, Rona Mentari, Ia juga mengakui lebih banyak suka daripada duka selama menjadi pendongeng selama sekitar 20 tahun. Salah satu duka jadi pendongeng adalah profesi pendongeng itu sendiri kerap masih diremehkan karena bukan pilihan yang populer. Wanita kelahiran 31 tahun lalu itu awalnya tertarik pada dongeng karena suka mennceritakan kembali dongeng dari gurunya kepada ibunya.
Profesi Pendongeng Masih Dianggap Sebelah Mata
"Momen-momen itu sangat berkesan bagi saya yang waktu kecil sebenarnya sangat pemalu dan takut tampil di depan kelas. Tapi saat saya bercerita dan didengarkan dengan baik oleh ibu saya, itu seperti jadi pemicu bagi saya untuk jadi pendongeng," kenang Rona pada Liputan6.com, Jumat, 1 Desember 2023.
Sejak masih SD ia pun sudah belajar jadi pendongeng dan makin mantap untuk menekuni profesi itu setelah lulus SMA. Meski bukan profesi yang banyak diminati, Rona merasa pilihannya sudah tepat karena ada kepuasan tersendiri bisa menjalani profesi yang sesuai dengan passion atau bidang yang sangat disukainya.
Meski profesi pendongeng saat ini masih dipandang sebelah mata tapi profesi ini menurut Rona justru semakin diminati karena kemugkinan dianggap menjanjikan dan profesi yang sudah jadi bagian dari kehdupan masyarakat terutama anak-anak.
Berkat jadi pendongeng, ia pun bisa bepergian ke banyak daerah di Indonesia dan bahkan ke beberapa negara. Salah satunya yang sangat berkesan adalah saat menjadi pendongeng di Inggris.
"Jadi saya pernah jadi satu-satunya orang Indonesia yang belajar di District International School of Storytellingdi Emerson College, Inggris. Selama di sana saya sempat beberapa kali tampil di hadapan audines internasional untuk bercerita tentang diri saya, negara dan budaya di negara saya, dan itu sangat berkesan," tutur pendongeng yang kerap memakai berbagai peralatan seperti gitar saat mendongeng ini.
Advertisement
Pendongeng di Era Digital
Selain menjadi pendongeng, ia juga mendirikan Rumah Dongeng Mentari bersama kedua saudaranya pada 2010 lalu untuk memberikan ruang yang menyenangkan bagi anak-anak di sekitar tumahnya di Yogyakarta melalui dongeng. Seperti namanya, ia berharap tempat tersebut bisa menyinari dan memberikan manfaat yang baik bagi anak-anak di sekitarnya.
"Alhamdulillah Rumah Dongeng Mentari ini makin berkembang, sudah punya banyak relawan karena makin banyak yang menyukai dongeng dan makin banyak yang terlibat, karena untuk mencapai suatu tujuan kita nggak mungkin sendirian tapi harus bersama-sama untuk mewujudkannya,” jelasnya.
Menghadapi kemajuan teknologi, Mentari juga menilainya sebagai tantangan yang menarik dan membuka banyak peluang. Misalnya saja audiensya justru bisa bertambah banyak karena mereka yang berada di tempat yang sangat jauh bisa mendengarkan dongeng melalui beragam gawai yang dihubungkan denga jaringan internet.
"Mendongeng itu memang termasuk tradisi bertutur tapi dengan kemajuan teknologi bisa jadi tantangan sekaligus peluang karena bisa menjangkau pendengar yang lebih luas lagi sampai ke seluruh dunia," pungkasnya.