Liputan6.com, Jakarta - Bekerja dari rumah alias work from home (WFH) adalah jamak dilakukan pekerja selama masa pandemi Covid-19. Namun gara-gara hal itu, lebih dari 750 ribu calon penumpang pesawat nasibnya terkatung-katung di bandara Inggris.
Insiden itu terjadi pada 28 Agustus 2023. Saat itu adalah hari libur umum di Inggris yang merupakan salah satu waktu tersibuk di bandara karena banyak orang hendak berlibur musim panas.Â
Mengutip laman news.com.au, Jumat, 15 Maret 2024, sebuah penyelidikan independen yang ditugaskan Otoritas Penerbangan Sipil Inggris melaporkan bahwa prosedur di Layanan Lalu-lintas Udara Nasional (NATS) 'sama sekali tidak memadai' untuk mengendalikan lalu lintas penerbangan di langit Inggris, dan juga mengoordinasikan jalur penerbangan banyak pesawat dari Amerika Utara ke Eropa.
Advertisement
"Laporan ini benar-benar memberatkan," kata seorang sumber penerbangan kepada surat kabar Times di Inggris.
"Ini disebabkan oleh WFH. Para insinyur yang bertanggung jawab atas infrastruktur nasional yang penting tinggal di rumah mereka."
NATS mengatakan bahwa satu bagian data dalam rencana penerbangan pesawat dari Paris ke Los Angeles, yang terbang di atas Inggris, salah dimasukkan ke dalam sistemnya. Data tersebut menyebabkan sistem utama dan cadangan masuk ke mode 'failsafe' sehingga tidak dapat digunakan.
Pada puncaknya, pengawas lalu lintas udara hanya mampu memproses 60 penerbangan per jam dari 400 penerbangan seperti biasanya. Ratusan pesawat, baik di Inggris maupun di luar negeri, tidak dapat lepas landas tepat waktu. Sementara, pesawat yang sedang terbang terpaksa dialihkan ke negara lain untuk mendarat.
Petugas Tak Bisa Selesaikan Masalah dari Rumah
Menurut penyelidikan NATS, insinyur yang dapat memperbaiki masalah itu sedang 'dalam panggilan' saat itu dan tidak berada di lokasi. Staf lain dari rumah mereka mencoba untuk me-reboot sistem dari jarak jauh, tetapi tidak juga berhasil. Mereka akhirnya berkendara ke pusat kendali lalu lintas udara utama NATS, dekat Southampton, di selatan Inggris.
"Setelah kehabisan pilihan intervensi jarak jauh, diperlukan waktu 90 menit bagi individu tersebut untuk mencapai lokasi guna me-restart sistem secara penuh yang diperlukan yang tidak diizinkan dari jarak jauh," bunyi laporan tersebut.
Hanya tiga jam setelah kesalahan IT awal, insinyur lain yang lebih senior dipanggil. Butuh lebih dari empat jam bagi perusahaan perangkat lunak yang terlibat untuk diberitahu tentang masalah tersebut.
Laporan tersebut mengatakan kerugian finansial yang ditanggung penumpang 'sangat serius', dan pemadaman sistem tersebut menyebabkan stres dan kecemasan yang 'serius'. Setelah insiden tersebut, pesawat-pesawat di seluruh dunia dilarang terbang dan para calon penumpang terpaksa beralih ke transportasi alternatif.
Advertisement
Desak Bos NATS Mundur
NATS dimiliki oleh konsorsium Pemerintah Inggris, Bandara Heathrow London, dan maskapai penerbangan, termasuk British Airways, Virgin Atlantic, easyJet, dan Lufthansa. Ryanair, maskapai penerbangan terbesar di Eropa yang tidak memiliki saham di NATS, sangat peka terhadap kekacauan kontrol lalu lintas udara.
"Fakta bahwa para insinyur kunci NATS hanya duduk di rumah selama salah satu puncak perjalanan di akhir pekan, dikombinasikan dengan temuan bahwa NATS mempunyai kekurangan mendasar dalam pra-perencanaan, dokumentasi, dan koordinasi, jelas memerlukan perubahan manajemen senior," kata bos Ryanair Michael O'Leary seraya mendesak CEO NATS Martin Rolfe untuk mengundurkan diri.
Juru bicara NATS mengatakan pihaknya telah bekerja sama sepenuhnya dalam penyelidikan tersebut. "Kami tidak menunggu laporan panel untuk melakukan perbaikan dalam penanganan kejadian di masa depan berdasarkan pembelajaran dari pengalaman tahun lalu."
"Ini termasuk peninjauan atas keterlibatan kami dengan pelanggan maskapai penerbangan, respons krisis yang lebih luas, dan proses dukungan teknik kami," ujarnya.
Dibutuhkan waktu enam hari untuk menormalkan penerbangan. Sementara, maskapai penerbangan harus merogoh jutaan dolar untuk menyediakan akomodasi bagi pelanggan mereka yang tidak bisa terbang.
Kekacauan di Bandara Heathrow Selama Pandemi
Sebelumnya, situasi pandemi Covid-19 menciptakan disrupsi yang tak terduga bagi Bandara Heathrow Inggris. Salah satu bandara tersibuk di dunia itu baru saja meminta maskapai menyetop penjualan tiket pesawat untuk perjalanan musim panas ini.
Pihak bandara juga akan membatasi jumlah penumpang yang bisa dilayani dengan hanya 100 ribu keberangkatan per hari. Kebijakan itu akan berlaku setidaknya hingga 11 September 2022.
Dilansir CNN, Rabu, 13 Juli 2022, Bandara Heathrow berjuang mengatasi kekurangan pegawai dan peningkatan permintaan menyusul dua tahun pembatasan perjalanan akibat pandemi. CEO Bandara Heathrow John Holland-Kaye mengirim surat terbuka kepada para penumpang pada 12 Juli 2022.
Ia mengatakan, "Selama beberapa minggu terakhir, seiring jumlah penumpang yang berangkat reguler melebihi 100 ribu orang per hari, kami sudah melihat periode ketika layanan turun ke tingkat yang tidak dapat diterima." Pembatasan itu merupakan langkah untuk meminimalkan kekacauan lebih lanjut.
Untuk calon penumpang yang sudah keburu membeli tiket pesawat, perjalanan mereka akan tetap berjalan sesuai rencana, kecuali ada perubahan yang diinformasikan lebih lanjut oleh maskapai terkait. Maka itu, mereka diminta untuk terus mengecek email maupun laman maskapai sebelum berangkat ke bandara.
Advertisement