Liputan6.com, Jakarta - Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Menparekraf) Sandiaga Uno bersyukur ranking Indonesia di Travel and Tourism Development Index (TTDI) melompat dari posisi 32 pada 2021 menjadi ranking 22 pada 2024. Ia berharap capaian jajarannya bersama pemangku kepentingan sektor pariwisata lainnya tidak membuat lengah, tetapi justru memacu agar lebih baik dari saat ini.
"PR kita berat banget. Health and hygiene kita di posisi bawah... Terus, ICT readiness... T&T opennes. Per hari ini, kita belum me-revoke Covid measure tentang visa kunjungan," urai Sandiaga dalam jumpa pers Apresiasi Peningkatan Peringkat Indonesia dalam TTDI Tahun 2024 di Jakarta, Rabu (19/6/2024).
Baca Juga
Duel Panas Timnas Indonesia vs Jepang di GBK: Shin Tae-yong Siapkan Kejutan untuk Samurai Biru dengan Formasi Agresif
Linkin Park Pastikan ke Indonesia Februari Tahun Depan dalam Rangkaian From Zero World Tour 2025
Cuaca Indonesia Hari Ini Jumat 15 November 2024: Sebagian Besar Daerah Diprediksi Hujan Malam Nanti
Karena itu, ia mendorong agar usulan bebas visa yang diajukan bisa segera diselesaikan dalam masa pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi), terlebih sejumlah negara tetangga sudah mengubah kebijakan visa mereka. Sandi mengaku sudah mengusulkan agar jumlah negara yang diberi bebas visa oleh Indonesia ditambah antara 10--20 negara. Kriterianya ditentukan dari kunjungan yang berkualitas.
Advertisement
"Satu-satunya paling mudah, the lowest hanging fruit, tadi yang disampaikan oleh Pak AY (mantan Menpar Arief Yahya), mengubah kebijakan pariwisata menjadi core dengan memberikan kemudahan untuk wisatawan datang ke Indonesia tanpa menggunakan visa," ucap dia lagi.
Sandi melaporkan bahwa hingga saat ini, pembahasan soal bebas visa masih terus dirapatkan, termasuk kebijakan tarif baru visa on arrival yang hanya berlaku di Batam dan Bintan. Fasilitas itu menargetkan kunjungan dari para pemegang permanent resident dan employee pass di Singapura yang sangat diandalkan oleh pemerintah Kepulauan Riau untuk meningkatkan pendapatan.
"Saya berharap sebelum akhir pemerintahan ini, ada terobosan lah sehingga nanti pemerintahan selanjutnya bisa fokus di penganggaran yang lebih tinggi, sementara masalah regulasinya sudah bisa diselesaikan di sisa tiga empat bulan pemerintahan Pak Jokowi ini," kata Sandiaga.
Â
Dongkrak Devisa dari Pengeluaran Wisatawan
Sandi melanjutkan bahwa dengan mengubah kebijakan bebas visa, ia optimistis jumlah pengeluaran rata-rata wisatawan mancanegara di Indonesia bisa meningkat yang angkanya sebesar USD1.500 saat ini. "USD1.500 ini translasinya itu sekitar Rp700--800 triliun, dibandingkan dengan cuma sekitar Rp70 triliun yang didapatkan dari PNBP (pengurusan visa)," ucapnya.
Ia menyebut Turki sebagai salah satu contoh negara yang sukses mengembangkan pariwisatanya dengan menerapkan bebas visa. Dampaknya, sambung Sandi, bukan hanya terhadap meningkatnya belanja dan jumlah wisatawan asing yang datang, tapi juga membangkitkan health tourism dan heritage tourism.
"Begitu traffic-nya ada, ini sangat mengangkat ekonomi. Apalagi dengan sekarang rupiah tertekan, pariwisata bisa menghasilkan, saya membayangkan, targetnya USD20 miliar, kalau kita melakukan adjustment dari segi policy kita bisa menyumbang 40 billion dollar (miliar dolar)," kata Sandi.
Pendapat Sandi didukung mantan Menpar Arief Yahya. Ia menganalogikan visa sebagai kartu prabayar. Jumlah pendapatan dari penjualan kartu prabayar tidak sebesar pembelian pulsa yang dilakukan pengguna kartu setiap bulan.Â
"Kenapa kita usulkan (bebas visa)? Karena tanpa biaya... Ini tanpa APBN. Asal mau buat visa free seperti dulu 169 negara, akan eksponensial (jumlah kujungannya)," ujarnya seraya membandingkannya dengan penyediaan dan perbaikan infrastruktur yang berbiaya tinggi.
Advertisement
Kekhawatiran Datangkan Wisatawan Bermasalah
Meski begitu, Sandi menyadari kekhawatiran sejumlah pihak akan risiko gangguan keamanan dengan membebaskan visa untuk banyak negara. Namun, ia menegaskan bahwa lewat penggunaan teknologi, risiko bisa diminimalisir.
"Kan zaman sekarang kita pake artificial intelligent, AI. Kita punya facial recognition. Kita bisa main data dari orang-orang yang mau datang ini. Kita lihat track record-nya," ujarnya.
Pemerintah juga bisa mempekerjakan perusahaaan besar di bidang teknologi AI untuk menilai apakah wisatawan bersangkutan punya potensi tinggi menabrak regulasi atau tidak. Di sisi lain, pemerintah juga bisa menegakkan aturan agar wisatawan asing tak berbuat seenaknya saat berkunjung ke Indonesia.
"Kalau pelanggaran-pelanggaran itu kan bisa dilakukan siapapun. Tapi kalau dengan penegakan hukum, maka kita bisa berikan efek jera dan juga deportasi sampai kita menangkal mereka, enggak bisa datang lagi ke kita kalau berulang berulah," jelas Sandi.
Lagipula, sambung dia, wisatawan yang berulah di Indonesia persentasenya tak seberapa dibandingkan mereka yang berkelakuan baik. Kalau pun ada keraguan, wisatawan dari negara tertentu bisa dikecualikan dari aturan bebas visa.
"Kan mayoritas 11,7 juta wisatawan itu, yang berkelakuan tidak baik hanya 0,0 sekian persen," ucapnya.
PR Higienis dan Kesehatan
Selain soal bebas visa, PR lain yang disorot adalah soal higienitas dan kesehatan. Indonesia termasuk dalam posisi buncit soal itu. Wakil Menteri Parekraf Angela Tanoesoedibjo menyebut pemerintah sudah mengeluarkan standar CHSE untuk dipedomani oleh para pemangku kepentingan sektor pariwisata. Ia menyebut hal itu bisa jadi daya ungkit untuk pariwisata Indonesia ke depannya.
"Sekarang Covid kita bisa bilang rawannya sudah selesai, CHSE ini bisa ditingkatkan dan disempurnakan untuk bisa mengakomodir keadaan hari ini. Kalau ini di pemerintahan selanjutnya terus bisa diperkuat, saya rasa isu tadi bisa (atasi) health and hygine," katanya.
Dalam daftar yang dirilis World Economic Forum (WEF) pada 21 Mei 2024, posisi Indonesia kembali naik 10 peringkat, dari rangking 32 menjadi 22 dunia. Berdasarkan data TTDI 2024, Indonesia mendapat skor 4,46 dengan posisi sembilan peringkat di bawah Singapura yang meraih skor 4,76 dan berada di ranking 13. Posisi Indonesia jauh lebih baik dari negara tetangga di Asia Tenggara lainnya, seperti Malaysia (35) dengan skor 4,28; Thailand (47) dengan skor 4,12; dan Vietnam (59) dengan skor 3,96.
"Indonesia mampu mencapai peningkatan peringkat (indeks pariwisata), naik hingga 4,46 persen dari posisi 32 menjadi posisi 22. Oleh karena itu, jangan pernah feeling inferior ke negara-negara lain tentang pariwisata Indonesia, karena kita sudah di posisi 22 besar dunia, jadi kalau kita di ranking dunia ada 119 negara, kita ini sudah papan atas," kata Sandiaga dalam rilis yang diterima tim Lifestyle Liputan6.com, Rabu, 22 Mei 2024.
Â
Advertisement