Liputan6.com, Jakarta - Pemerintah Jepang telah mengumumkan rencana memperkenalkan sistem otorisasi perjalanan baru yang mengharuskan wisatawan, termasuk turis Indonesia, menyatakan informasi pribadi secara daring agar dapat memasuki negara tersebut. Sistem baru ini dikatakan mirip dengan Sistem Elektronik untuk Otorisasi Perjalanan (ESTA) di AS.
Melansir Japan Today, Senin, 2 September 2024, ESTA versi Jepang, yang sementara diberi nama JESTA oleh pemerintah negara itu, akan menyaring pengunjung sebelum masuk menggunakan sistem daring. Tujuannya adalah mengurangi jumlah imigran ilegal yang datang ke Jepang dari negara dan kawasan bebas visa.
Baca Juga
Berdasarkan sistem saat ini, maskapai penerbangan memberi informasi penumpang pada pemerintah Jepang untuk pemeriksaan segera setelah lepas landas. Artinya, pelancong yang tidak lolos pemeriksaan tetap tiba di Jepang, dan meski mereka secara resmi diperintahkan untuk meninggalkan negara tersebut, banyak yang tidak melakukannya.
Advertisement
Menurut pemerintah Jepang, jumlah orang yang menyalahgunakan sistem dan tinggal secara ilegal di negara tersebut cukup besar. Tercatat ada 49.801 pengunjung jangka pendek ilegal pada Januari 2016, lebih dari 28 ribu di antaranya berasal dari negara dan kawasan bebas visa.
JESTA akan mengharuskan turis bebas visa menyatakan tujuan masuk dan menginformasikan tempat tinggal mereka secara daring untuk diperiksa Badan Layanan Imigrasi Jepang. Jika aplikasi tersebut ditandai sebagai "risiko tinggal secara ilegal," otorisasi perjalanan yang diperlukan untuk meninggalkan negara tersebut tidak akan diberikan, dan pelancong akan didorong memperoleh visa formal melalui kedutaan negara mereka.
Â
Daftar Lengkap Negara Terdampak JESTA
Pelancong dari 71 negara dan wilayah bebas visa berikut akan diminta untuk menyatakan rincian mereka menggunakan JESTA saat diluncurkan pada 2030:
- Andorra
- Argentina
- Australia
- Austria
- Bahama
- Barbados
- Belgia
- Brasil
- Brunei
- Bulgaria
- Kanada
- Cile
- Kosta Rika
- Kroasia
- Siprus
- Republik Ceko
- Denmark
- Republik Dominika
- El Salvador
- Estonia
- Finlandia
- Prancis
- Jerman
- Yunani
- Guatemala
- Honduras
- Hong Kong
- Hungaria
- Islandia
- Indonesia
- Irlandia
- Israel
- Italia
- Latvia
- Lesotho
- Liechtenstein
- Lituania
- Luksemburg
- Makau
- Malaysia
- Malta
- Mauritius
- Meksiko
- Monako
- Belanda
- Selandia Baru
- Makedonia Utara
- Norwegia
- Panama
- Polandia
- Portugal
- Qatar
- Republik Korea
- Rumania
- San Marino
- Serbia
- Singapura
- Slowakia
- Slovenia
- Spanyol
- Suriname
- Swedia
- Swiss
- Taiwan
- Thailand
- Tunisia
- Türkiye
- Uni Emirat Arab
- Inggris Raya
- Amerika Serikat
- Uruguay
Pemerintah Jepang bermaksud mengalokasikan biaya penelitian untuk JESTA dalam anggaran tahun depan, dengan rencana diterapkan pada 2030. Selain itu, sistem lain akan diluncurkan sebagai uji coba selama tahun fiskal ini, di mana informasi penumpang akan dikirim ke Badan Layanan Imigrasi setelah prosedur naik pesawat selesai.
Advertisement
Daftar Hitam Pelancong
Rincian ini akan diperiksa berdasarkan "daftar hitam" pelancong, termasuk warga negara asing dengan catatan kriminal. Sistem ini akan memberi tahu maskapai penerbangan sehingga mereka dapat menolak dan mencegah orang-orang dalam daftar tersebut bepergian ke Jepang.
Meski JESTA dirancang untuk menjaga keamanan Jepang dan pengunjungnya, sistem ini, menurut Japan Today, tidak diragukan lagi akan menimbulkan masalah bagi pelancong yang terbiasa dengan kemudahan masuk yang diberikan pada mereka berdasarkan perjanjian pengecualian visa. Rincian lebih lanjut tentang cara kerja sistem tersebut, termasuk jadwal pendaftaran dan persyaratan informasi pribadi, akan diberikan mendekati tanggal peluncuran.
Pada Juni 2024, Jepang mencatat rekor jumlah kasus penyakit berpotensi mematikan yang disebabkan "bakteri pemakan daging." Laporan ini memicu kekhawatiran luas di kalangan wisatawan yang sedang dan akan melancong ke Negeri Sakura.
Melansir SCMP, Rabu, 26 Juni 2024, Institut Penyakit Menular Nasional Jepang mengatakan, ada 977 kasus sindrom syok toksik streptokokus sepanjang 2024. Angka tersebut melampaui 941 kasus yang tercatat tahun lalu, yang merupakan jumlah tertinggi yang dilaporkan dalam satu tahun sejak pencatatan dimulai.
Didorong Mengambil Tindakan Pencegahan
Badan tersebut juga telah mengeluarkan pernyataan yang mendesak warga mengambil "tindakan pencegahan yang diperlukan" untuk menghindari infeksi ketika bepergian ke negara tersebut. Pihaknya merekomendasikan pelancong memastikan penanganan luka secara menyeluruh untuk mencegah infeksi.
Ini termasuk membersihkan langsung luka terbuka dan menutupi dengan perban anti-air sampai luka tersebut sembuh sepenuhnya. Badan itu juga merekomendasikan wisatawan menghindari berenang di luar mapun kolam renang atau menggunakan fasilitas, seperti pemandian air panas sampai luka menutup sempurna.
"Pelancong sangat direkomendasikan untuk membersihkan tangan secara regular, menghindari berbagi pemakaian barang pribadi, dan memakai masker saat berada di tempat ramai," sebut juru bicara badan tersebut.
Ahli penyakit menular Dr Joseph Tsang Kay-yan mengatakan bahwa pemandian air panas dan pemandian umum meningkatkan risiko seseorang terinfeksi bakteri pemakan daging. Pasalnya, orang akan melepas dan memakai pakaian serta memakai handuk secara bergantian, kendati sudah dicuci sebelumnya.
Juru bicara mengatakan, "Di area semacam ini, kemungkinan luka terekspos lebih tinggi." Anda diminta segera mencari bantuan medis bila mengalami gejala infeksi bakteri pemakan daging. Kebanyakan kasus bisa diobati dengan antibiotik, tapi sindrom syok toksik streptokokus mungkin memerlukan perawatan di rumah sakit, bahkan operasi.
Advertisement