Chrisye Telah Pergi

Dunia musik di Tanah Air berduka karena kehilangan Chrisye, sang penyanyi legendaris. Jasad Chrisye akan dimakamkan jam dua siang ini di pemakaman Jeruk Purut, Jaksel. Semasa hidup, Chrisye membuktikan perjuangan akan hidup serta dedikasi tinggi untuk dunia musik.

oleh Liputan6 diperbarui 30 Mar 2007, 12:55 WIB
Diterbitkan 30 Mar 2007, 12:55 WIB
300307bchrisye2.jpg
Liputan6.com, Jakarta: Dunia musik di Tanah Air kembali kehilangan salah satu penyanyi terbaiknya. Chrisye yang terlahir dengan nama Chrismansyah Rahadi menutup mata dalam usia 57 tahun di rumahnya di Jalan Asem II Nomor 80, Cipete, Jakarta Selatan, Jumat (30/3) sekitar pukul 04.00 WIB. Rencananya, jasad musisi besar ini akan dimakamkan pukul 14.00 WIB nanti di pemakaman Jeruk Purut, Jaksel.

Lelaki kelahiran Jakarta, 16 September 1949 ini menderita kanker paru-paru sejak tiga tahun terakhir. Kondisi Chrisye sebenarnya sempat membaik setelah dirawat di Singapura. Namun, belakangan, Chrisye jenuh dengan diet ketat yang harus dijalani. Sang musisi memberontak dan akhirnya kondisinya memburuk [baca: Kanker Paru-Paru Menggerogoti Tubuh Chrisye]. "Sudah sangat lemah...kondisinya sudah sangat menurun," ucap Alberthiene Endah, Penulis biografi Chrisye: Sebuah Memoar Musikal.

Adapun di mata rekan kerjanya, Chrisye adalah sosok yang punya talenta tinggi, tapi rendah hati. "Saya rasa kita semua turut kehilangan. Dan yang perlu kita hargai adalah konsistensinya di musik," kata Erros Djarot, seniman yang bersama Chrisye dan Jockie Soerjoprajogo menggarap album soundtrack Badai Pasti Berlalu pada 1977.

Wafat dalam usia 57 tahun, Chrisye memang pergi tanpa sia-sia. Banyak prestasinya di dalam dan luar negeri membuktikan bahwa Chrisye memang layak mendapat julukan sang legendaris.

Peraih penghargaan lebih dari 40 buah semasa berkarier di dunia musik sejak akhir era 1960-an itu meninggalkan seorang istri dan empat anak. Sang istri adalah G.F. Damayanti Noor yang tak lain mantan personel Noor Bersaudara. Sementara empat anaknya masing-masing Rizkia Nurannisa, Risti Nurraisa, Rainda Prashatya dan Randa Pramasya.

Kepergian pelantun lagu Ketika Tangan dan Kaki Berkata menghadap Sang Khalik tak hanya berarti kehilangan bagi keluarga. Namun, juga kehilangan besar bagi dunia musik Indonesia. Betapa tidak, selama perjalanan kariernya, Chrisye mampu bertahan dari generasi ke generasi sejak akhir era 1960-an.

Seperti dikutip dari situs resminya www.chrisye-online, Chrisye mulai bermusik sejak akhir era 60`an. Ia bergabung dalam band Sabda Nada pada 1968. Namun, riwayat Sabda Nada tak berumur panjang. Grup musik ini kemudian bermetamorfosis menjadi Gipsy pada 1969. Setelah bongkar pasang personel, band ini terbang ke New York, Amerika Serikat, dan menjadi homeband di Ramayana Restaurant selama kurang lebih satu tahun (1971-1972).

Dan saat pulang ke Tanah Air, Chrisye bersama Gipsy berkolaborasi dengan Guruh Soekarnoputra, membuat sebuah album rekaman. Kolaborasi ini menghasilkan album rock yang sangat luar biasa, yakni Guruh Gipsy. Album ini memadukan unsur-unsur tradisional gamelan Bali dan instrumen konvensional.

Sejak itulah nama Chrisye mulai diperhitungkan dalam kancah musik di Tanah Air. Warna vokal yang khas, serta makna mendalam dalam tiap lagu, membuat pelantun Lilin-Lilin Kecil itu menjadi idola kaum tua dan muda. Berbagai penghargaan nasional dan internasional pun diraihnya.

Chrisye bergabung dengan band Gipsy awal 1970-an. Ia menggantikan bassis pada band yang saat itu tengah populer. Namun, aksi solo Chrisye sebagai penyanyi justru yang melejitkan namanya. Berbagai lagunya selalu menjadi hits, sebut saja Sabda Alam, Kidung, Hening, Cintamu T`lah Berlalu, dan Pergilah Kasih. Lagu-lagu yang dinyanyikan Chrisye memang banyak. Maklum, dia telah menghasilkan sekitar 40 album, baik solo maupun kerja bareng dengan sejumlah musisi dan penata musik, antara lain Jockie Soerjoprajogo, Addie M.S., dan Erwin Gutawa.

Tak mengherankan bila Chrisye disebut penyanyi legendaris dari zaman ke zaman. Tak banyak aksi panggungnya, tapi Chrisye kerap mendapat tempat tersendiri di hati penggemarnya. Lagu-lagunya tak sekadar mengumbar romantisme, namun ada kedalaman makna.

Awal 2000, Chrisye kembali menggebrak dengan konser Badai Pasti Berlalu. Digarap ulang bersama Erwin Gutawa, lagu-lagu lama yang dinyanyikan kembali menjadi hits.

Meski sudah makan asam garam dunia musik, Chrisye tak lantas menjadi tinggi hati. Ia tak sungkan berkolaborasi bersama sejumlah grup band terkini. Pada 2004 lahirlah Senyawa, album Chrisye yang berduet bersama grup band muda.

Namun, tiga tahun terakhir, Chrisye sakit parah. Mas Chrisye--demikian banyak musisi Indonesia kerap menyapanya--terkena kanker paru-paru. Sempat dirawat di Singapura, Chrisye kemudian pulang ke Tanah Air dan dirawat jalan.

Kendati demikian, sakit yang diderita tak membuat semangat Chrisye pupus. Ia sempat muncul di berbagai acara televisi. Bahkan, benyanyi bersama grup musik muda walau harus sambil duduk. Di saat ia terbaring sakit, dia sering menyanyikan lagu Ketika Tangan dan Kaki Berkata. Lagu itu ada dalam album Kala Cinta Menggoda (1997), lagu yang bermula dari puisi Taufik Ismail.

Kini Chrisye telah berpulang, namun bukan berarti nama besarnya dilupakan. Selamat jalan Mas Chrisye, Sang Bahaduri Musik.(ANS/Tim Liputan 6 SCTV)

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya