Liputan6.com, Jakarta: Pascatumbangnya rezim Orde Baru, Indonesia dilanda euforia demokrasi. Namun, belakangan euforia itu sering kali kebablasan. Tidak jarang untuk menyampaikan pendapat sering menggunakan cara kekerasan yang menimbulkan korban jiwa.
Belakangan masyarakat sering disuguhkan pandangan yang salah tentang arti demokrasi. Padahal demokrasi sama sekali tak kenal kekerasan untuk menyampaikan pendapat. Tingkat pendidikan dan pendapatan yang tak merata membuat sebagian masyarakat sangat mudah dibakar emosinya.
Tak sulit dalam menggerakan massa untuk berdemo. Semua tergantung kekuatan modal sang pemesan. Seperti yang terjadi pada awal bulan lalu. Ketua DPRD Sumatra Utara Abdul Aziz Angkat jadi bulan-bulanan massa. Ia diseret saat sudah sesak napas. Aziz itu pun akhirnya meninggal.
Kini, partai politik diharapkan bisa memberi pembelajaran politik agar tak ada lagi anarkisme massa yang mengatasnamakan demokrasi. Cara menyampaikan pendapatan adalah cermin dari pendidikan yang didapat. Apapun alasanya, sistem demokrasi tidak membenarkan kekerasan untuk mencapai tujuan.(UPI/Tim Liputan 6 SCTV)
Belakangan masyarakat sering disuguhkan pandangan yang salah tentang arti demokrasi. Padahal demokrasi sama sekali tak kenal kekerasan untuk menyampaikan pendapat. Tingkat pendidikan dan pendapatan yang tak merata membuat sebagian masyarakat sangat mudah dibakar emosinya.
Tak sulit dalam menggerakan massa untuk berdemo. Semua tergantung kekuatan modal sang pemesan. Seperti yang terjadi pada awal bulan lalu. Ketua DPRD Sumatra Utara Abdul Aziz Angkat jadi bulan-bulanan massa. Ia diseret saat sudah sesak napas. Aziz itu pun akhirnya meninggal.
Kini, partai politik diharapkan bisa memberi pembelajaran politik agar tak ada lagi anarkisme massa yang mengatasnamakan demokrasi. Cara menyampaikan pendapatan adalah cermin dari pendidikan yang didapat. Apapun alasanya, sistem demokrasi tidak membenarkan kekerasan untuk mencapai tujuan.(UPI/Tim Liputan 6 SCTV)