Anas Sebut Pencabutan Hak Politik Puncak Tuntutan Politis Jaksa

Menurut Anas Urbaningrum, serangkaian tuntutan kabur jaksa bermula saat dirinya dikatakan sudah berniat menjadi capres sejak tahun 2005.

oleh Ahmad Romadoni diperbarui 19 Sep 2014, 01:21 WIB
Diterbitkan 19 Sep 2014, 01:21 WIB
Berdiri, Anas Bacakan Pleidoi Setebal 80 Halaman
Terdakwa kasus dugaan korupsi proyek Hambalang, Anas Urbaningrum, menyiapkan nota pembelaan yang akan dibacakan dalam sidang di Pengadilan Tipikor Jakarta, (18/9/2014). (Liputan6.com/Helmi Fithriansyah)

Liputan6.com, Jakarta - Terdakwa Anas Urbaningrum menilai banyak tuntutan jaksa yang tidak berdasar hukum, bahkan cenderung berbau politik. Puncaknya, menurut Anas, saat jaksa menuntut dirinya dengan pencabutan hak politik.

Menurut Anas Urbaningrum, serangkaian tuntutan kabur jaksa bermula saat dirinya dikatakan sudah berniat menjadi capres sejak tahun 2005. Pernyataan itu menurut Anas merupakan kalimat imajiner.

"Sungguh tidak rasional, absurd, mengada-ngada dan hanya berdasarkan cerita kosong seorang saksi istimewa M. Nazaruddin," kata Anas saat membacakan nota keberatan atau pleidoi di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Kamis (18/9/2014).

Tuntutan imajiner itu dinilai sarat unsur politik. Hal itu diperjelas dengan bunyi tuntutan jaksa yang mencabut hak politik Anas, baik hak dipilih maupun memilih.

"Inilah sesungguhnya puncak dan sekaligus mahkota dari dakwaan dan tuntutan politik JPU," ujar Anas.

Anas menyebut tuntutan yang diberikan oleh jaksa terhadapnya sangat lengkap, berat, dan diluar akal sehat. Lengkap karena gabungan dari hukuman badan, uang pengganti, perampasan aset, denda, dan pencabutan hak sipil. Berat karena tidak sejalan dengan fakta-fakta persidangan yang sudah terbuka di depan publik.

"Di luar akal sehat karena tidak bisa diberdakan dari ekspresi kemarahan, kebencian dan kezaliman," ucap Anas Urbaningrum.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya