Jalan Islah PPP Sulit Terwujud?

Kubu Suryadharma Ali menganggap jalan islah sudah selesai ketika islah PPP jilid I yang lalu.

oleh Taufiqurrohman diperbarui 01 Okt 2014, 07:50 WIB
Diterbitkan 01 Okt 2014, 07:50 WIB
Ilustrasi PPP Retak
Ilustrasi PPP

Liputan6.com, Jakarta - Jalan islah yang difatwakan Ketua Majelis Syariah PPP KH Maimun Zubair dan putusan sela Mahkamah Partai untuk mengakhiri konflik dan dualisme kepengurusan DPP PPP tampaknya sulit terwujud.

Ketua DPP PPP versi Suryadharma Ali (SDA), Fernita Darwis mengungkapkan, bagi pihaknya jalan islah sudah selesai ketika islah jilid I yang lalu. Dengan demikian, konflik yang terjadi saat ini hanya bisa diselesaikan melalui islah di forum Muktamar VIII PPP.

"Islah ini merupakan hal yang sakral dan tidak bisa untuk mainan. Dulu konflik, terus islah jilid I. Sekarang konflik lagi, terus minta islah lagi? Bagi kami, islah jilid II hanya bisa terwujud di muktamar. Ini nggak lama lagi kok, tanggal 23 Oktober nanti," kata Fernita di Jakarta, Selasa (30/9/2014).

Selain itu, dia juga menilai bahwa Mahkamah Partai tidak berhak memerintahkan kedua kubu untuk islah. Sebab, Mahkamah Partai hanya bertugas menelaah, menganalisa, dan memutuskan hal-hal permasalahan terkait konstitusi partai, terutama pelanggaran AD/ART.

"Kalau islah itu wewenang Majelis Syariah, bukan Mahkamah Partai. Jadi, saya berharap Mahkamah Partai bisa memberikan analisa hukum pada orang-orang yang sudah melanggar konstitusi partai," tukas Fernita.

Lebih jauh Fernita menjelaskan pengurus harian DPP PP memiliki kewajiban untuk menjalankan dan melaksanakan sepenuhnya keputusan muktamar. Menurut Anggaran Dasar PPP, dalam Pasal 51 menjelaskan bahwa Muktamar PPP itu bertujuan untuk menetapkan program PP, menetapkan khitoh perjuangan partai dan memilih ketua umum.

"Maka jika ada pengurus harian tidak melaksanakan muktamar yang berisi ketiga tujuan tersebut, maka sama saja kader merobek-robek anggaran dasar. Selain itu tugas dan kewajiban pengurus harian DPP, di pasal 16 berisi kalau tidak melaksanakan, maka itu pelanggaran berat. Emron (EMron Pangkai), Romi (Romahurmuziy) dan Suharso (Suharso Monoarfa) cs, itu sudah dikenakan sanksi pemecatan dan pemberhentian," jelas dia.

Mengenai pasal 10 yang digunakan Romi cs untuk memberhentikan SDA menurut dia juga salah. Sebab, pasal itu justru hanya bisa digunakan oleh ketua umum untuk memberhentikan anggota DPP dan bukan untuk ketum

"Pasal itu justru untuk memberikan kewenangan pada ketum untuk memecat anggota dan bukan anggota memecat ketum (SDA). Dengan pasal ini ketum pun tidak bisa semena-mena memecat anggota. Jadi aneh kalau pengurus (PPP) yang memecat dengan menggunakan pasal ini," tandas Fernita.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya