Liputan6.com, Jakarta - Banjir kembali menyapa warga Ibukota. Hujan yang turun dengan intesitas tinggi membuat wajah Ibukota menjadi semrawut. Sejumlah ruas jalan utama tergenang air dengan ketinggian 30 hingga 50 centimeter. Aktivitas warga nyaris lumpuh.
9 Februari 2015, hari itu jadi Senin kelabu bagi warga Ibukota. Karena sepanjang hari semua orang dibuat repot gara-gara banjir. Kondisi makin kacau manakala jalanan utama Ibukota pun turut terendam banjir. Para warga pun harus berjibaku menembus banjir.
Baca Juga
Di kawasan perkantoran Thamrin, Jakarta Pusat, sejumlah karyawan terpaksa harus menyeberangi genangan air yang cukup tinggi. Motor terpaksa harus didorong, mobil mogok tak sanggup lewati banjir.
Advertisement
Di Tomang, Jakarta Barat, perahu karet disediakan untuk mobilitas warga. Sementara ada pula yang secara swadaya membuat jembatan kayu untuk mempermudah warga melintasi banjir.
Warga di kawasan Green Garden, Jakarta Barat juga kebingungan bagaimana melintasi banjir. Mobil box pun dijadikan sarana pengangkut dadakan.
Di Kelapa Gading, Jakarta Utara, banjir menyebabkan mobil tak berani melintas akibat ada warga yang terpaksa turun dari mobil. Kap mesin mobil juga terpaksa dibuka guna menghindari mogok.
Yang lebih parah, jalanan di Kawasan Silang Monas Jakarta dan sekitar Istana Negara pun turut tergenang banjir. Ring 1 Istana langsung siaga 1 banjir.
Pemandangan miris juga terlihat di Rumah Sakit Islam Jakarta Cempaka Putih. Banjir hingga menggenangi ruang pasien. Kegiatan pelayan tetap dilakukan meski harus menggunakan sepatu boot.
5.900 Pengungsi
Dari sumber TMC Polda Metro Jaya, hari itu tercatat ada 51 titik genangan air di Ibukota. Bahkan menurut Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), ada sekitar 5.900 lebih jiwa yang mengungsi.
Dan sudah dapat dipastikan dampak dari banjir ini adalah macet dimana-mana. Petugas kepolisian harus ekstra kerja keras di tengah banjir. Sesekali membantu kendaraan yang terjebak banjir sambil mengatur arus lalu lintas.
Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok sempat menyalahkan PLN, karena memadamkan aliran listrik yang menyebabkan pompa mati dan banjir pun terjadi.
Apapun penyebabnya, yang pasti banjir telah merugikan warga Ibukota baik secara materil maupun psikis. Dalam 2 hari, banjir akhirnya surut. Aktivitas warga Ibukota kembali berjalan normal. Namun bukan berarti masalah selesai, ada persoalan yang harus mendapatkan perhatian dari Pemprov DKI Jakarta.
Salah satunya adalah masalah pengungsi. Beberapa pengungsi terpaksa harus tinggal di lokasi yang tak layak. Mereka mendirikan tenda darurat di bawah Jalan Layang Pesing, Jakarta Barat.
Pengungisan Darurat
Ada pula warga Daan Mogot, Jakarta Barat yang menjadikan halte bus TransJakarta sebagai tempat pengungsian sementara. Lokasi pengungsian darurat juga terlihat di bantaran rel kereta api. Selain membahayakan pengungsi, juga rentan terserang penyakit.
Selain pengungsi, masalah lain yang tersisa pascabanjir adalah sampah. Di Pintu Air Manggarai, berbagai macam sampah yang terbawa dari arus banjir menumpuk dan menyumbat debit air. Sampah juga menumpuk di kawasan Sunter, Jakarta Utara. Petugas kebersihan pun terus berupaya untuk mengangkut sampah dari kali.
Dari sisi ekonomi, kerugian yang ditimbulkan akibat banjir di Ibukota mencapai Rp 1,5 triliun. Pascabanjir, Gubernur Ahok langsung melakukan pengecekan ke lokasi pembangunan proyek tanggul Kali Sunter di Jalan Yos Sudarso, Jakarta Utara. Ahok juga prihatin karena dari 12 pengembang perumahan mewah tidak ada yang membangun waduk untuk mengalirkan air.
Ingin tahu bagaimana pendapat warga tentang banjir di Ibukota? Lalu sebenarnya apa saja yang menjadi penyebab banjir? Saksikan selengkapnya dalam Kopi Pagi (Komentar Pilihan Liputan 6 Pagi) yang ditayangkan Liputan 6 Pagi SCTV, Minggu (15/2/2015), di bawah ini. (Vra/Rmn)