Jokowi: e-Budgeting Seharusnya Dipaksakan

Presiden Joko Widodo atau Jokowi mengatakan, sebaiknya sistem e-budgeting dipaksakan agar segera terlaksana.

oleh Ilyas Istianur Praditya diperbarui 28 Feb 2015, 16:22 WIB
Diterbitkan 28 Feb 2015, 16:22 WIB
Jokowi
Jokowi (Liputan6.com/Herman Zakharia)

Liputan6.com, Jakarta - Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok telah memberikan dokumen APBD DKI 2015 ke Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri). Namun dokumen tersebut dikembalikan lantaran memiliki format berbeda karena menggunakan sistem e-budgeting.

Namun Presiden Joko Widodo atau Jokowi enggan mencampuri masalah yang kini dialami Ahok itu. Sistem e-budgeting memang semula akan diterapkan di Jakarta sebagai percontohan, guna mengurangi penyelewengan APBD.

"Sebetulnya memang akan kita pakai untuk contoh dan dinonkan. Memang rencananya seperti itu, tapi problemnya diselesaikan Pak Gubernur dulu, saya tidak mau ikut-ikutan dulu," ujar Jokowi di sela kunjungan ke Pasar Rawamangun, Jakarta Timur, Sabtu (28/2/2015).

Menurut Jokowi, memang seharusnya sistem baru tersebut dapat segera dilakukan, meskipun sekarang ini menjadi perdebatan dengan DPRD DKI. Sebab, tidak akan terlaksana jika kebijakan tesebut tidak dipaksakan.

"Ya harusnya bisa, memang seharusnya dipaksakan, kalau nunggu bisa kapan lagi?" ucap Jokowi.

Kini sistem e-budgeting berbuntut ketegangan antara Ahok dan DPRD DKI. Ahok menilai, anggota DPRD sedang kelabakan karena Pemprov DKI telah menyusun anggaran dengan sistem e-budgeting itu. Ahok meyakini banyak anggaran baru yang diusulkan DPRD sebagai anggaran 'siluman' yang tak bisa lagi dimasukkan ke APBD akibat sistem baru itu.

Ahok juga menduga ada anggaran siluman sebesar Rp 12,1 triliun yang dimasukkan ke dalam draft APBD DKI 2015, usai disahkan oleh DPRD DKI dalam rapat paripurna yang diselenggarakan pada 27 Januari 2015.

Dalam pembahasan APBD DKI di tingkat komisi sebelum rapat paripurna itu, Ahok menyebut salah satu wakil ketua komisi di DPRD memotong 10-15% anggaran yang telah disusun oleh Pemerintah Provinsi DKI, kemudian menggantinya dengan anggaran pembelian perangkat UPS untuk seluruh kantor kecamatan dan kelurahan di Jakarta Barat.

Sementara, sebelum melaporkan ke KPK terkait dugaan adanya anggaran 'siluman' yang mencapai Rp 12 triliun, Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama lebih dulu menyambangi Presiden Joko Widodo di Istana Kepresidenan. ‎Kepada Ahok, Jokowi bertanya mengenai kekisruhan di antara dirinya dan DPRD.

"Sebenernya nggak curhat sih, beliau cuma tanya kalau angket itu bagaimana? Ya saya jelaskan, kalau saya salah, lapor ke MA, ya dipecat. Bapak yang keluarkan SK. Terus bisa nolak nggak (tanya Presiden). Bapak nggak bisa nolak. Paling tahun depan saya dipecatnya, Pak," ujar Ahok di Istana Kepresidenan, Jalan Medan Merdeka Utara, Jakarta, Jumat 27 Februari.

Menurut Ahok, Presiden Jokowi mengaku telah mengetahui adanya praktik penyusupan anggaran siluman yang kini dipermasalahkan. Sebab sejak Jokowi menjadi gubernur, banyak jajarannya yang takut menggunakan anggaran, sehingga menyebabkan serapan anggaran menjadi sangat rendah. (Rmn/Sss)

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya