PDIP Disarankan Tinggalkan Budaya Aklamasi

Disebutkan, jika PDIP tidak pernah membuka ruang kompetisi akan menjadi bom waktu bagi partai berlambang banteng moncong putih itu.

oleh Oscar Ferri diperbarui 02 Apr 2015, 09:20 WIB
Diterbitkan 02 Apr 2015, 09:20 WIB
Megawati Upacara Di DPP PDIP
Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri

Liputan6.com, Jakarta - Pemilik suara di Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) mulai rasional untuk melihat masa depan partainya. Hanya saja mereka masih takut bicara terbuka mengenai suksesi kepemimpinan di partai berlambang banteng moncong putih.

Hal itu disampaikan Direktur Eksekutif Cyrus Network Hasan Nasbi di Jakarta, Rabu (1/4/2015). Menurut Hasan, ketua-ketua DPC PDIP sepertinya belum pernah sekalipun menggunakan hak suara mereka dalam 20 tahun terakhir.

Buktinya, ujar Hasan, mereka punya pilihan yang berbeda ketika ditanya soal siapa yang akan dipilih sebagai ketua umum partai dan siapa yang dianggap paling mampu membesarkan partai.

"Dalam survei CSIS, untuk membesarkan partai mereka sebut nama Joko Widodo. Namun untuk ketua umum, sebagian besar masih menyebut nama Megawati. Walau dengan catatan hampir 150 DPC sudah mulai berani tidak mengikuti arus aklamasi," urai Hasan.

Kondisi ini, kata Hasan, membuat PDIP memendam bom waktu karena tidak pernah membuka ruang kompetisi. Partai ini akan lumpuh berhadapan dengan pelembagaan konflik dan kompetisi ketika suatu saat figur sentral dalam partai tidak ada lagi. Sebab, selama ini hampir segala keputusan dikembalikan kepada hak prerogatif satu orang saja.

"Partai ini akan meledak tanpa kemampuan membangun konsensus ketika suatu saat Megawati sudah tidak mampu lagi mengurus partai," ucap Hasan.

Atas pertimbangan itu, kata Hasan, Megawati hari ini sebenarnya bisa dikenang sebagai tokoh negarawan ketika keteladanannya membuka ruang regenerasi pada pilpres dilanjutkan dengan keteladanan dalam membimbing dan memastikan terjadinya regenerasi secara elegan di tubuh partainya.

Sebab, lanjut Hasan, idealnya usia partai harus jauh lebih panjang dibanding usia individu-individu di dalamnya. Jika tidak dipersiapkan jauh-jauh hari, PDIP rawan hancur karena tidak terbiasa mengelola kompetisi internal.

"Karena memang PDIP sama sekali tidak terbiasa dengan kompetisi gagasan, program, dan perebutan kepemimpinan melalui voting di internal. Itu pula yang menyebabkan rendahnya skill PDIP di parlemen. Itulah sebabnya mereka nyaris selalu kalah dalam perebutan pimpinan, alat kelengkapan dewan dan lainnya. Karena biasanya hanya mengangguk untuk aklamasi," beber Hasan Nasbi.

Wakil Ketua Umum...

Wakil Ketua Umum Partai

Wakil Ketua Umum Partai

Jelang kongres PDIP yang akan digelar di Bali pada 8 hingga 12 April 2015, muncul wacana pembentukan posisi wakil ketua umum. Posisi ini sebelumnya tidak pernah ada di partai berlambang banteng moncong putih. Kabarnya Puan Maharani yang saat ini menjabat menteri di kabinet Kerja Jokowi-JK diplot untuk posisi tersebut.

Menanggapi wacana tersebut, Ketua Dewan Pimpinan Cabang PDIP Solo FX Hadi Rudyatmo mengatakan, penambahan posisi wakil ketum belum diperlukan. Ia menilai pucuk pimpinan di struktur organisasi partainya saat ini sudah cukup baik dan tidak perlu diubah maupun ditambah-tambah.

"Yang perlu itu ketua umum saja, ketua DPP, sekjen sudah. Ndak perlu ada waketum-lah. Posisi waketum saya rasa nggak penting," ujar pria yang biasa disapa Rudy itu di Istana Kepresidenan, Jalan Medan Merdeka Utara, Jakarta Pusat, Rabu (1/4/2015).

Terkait wacana yang menyebut posisi waketum akan diisi Puan Maharani, Rudy mengatakan kabar tersebut masih sebatas isu yang belum bisa dipertanggungjawabkan.

Kendati demikian, ia yakin kalau Puan akan tetap memilih jabatan menteri yang saat ini masih diembannya. "Mbak Puan itu kan sudah jadi menteri kok, ya kalau di kepartaian kan nonaktif," ucap Rudy.

Lalu, bagaimana posisi Puan pasca-kongres PDIP nanti? Rudy memperkirakan Puan akan tetap mendapatkan posisi strategis di partai tersebut. (Ans/Sun)

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya