Liputan6.com, Jakarta - Rapat kerja lanjutan pembahasan sejumlah masalah yang berkaitan kebijakan yang dikeluarkan Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham), akhirnya berakhir dengan 3 kesimpulan.
Tak mudah mencapai 3 kesimpulan itu, khususnya yang berkaitan dengan Partai Golkar. Khususnya terkait Surat Keputusan Menteri Hukum dan HAM Yasonna H Laoly, yang telah mengesahkan kepengurusan Partai Golkar kubu Agung Laksono. Butuh 2 hari rapat kerja itu selesai.
Tepat pukul 23.20 WIB, Selasa (7/4/2015), pertempuran antara Menkumham dan Komisi III DPR berakhir dengan 3 kesimpulan itu, yaitu:
1. Komisi III DPR RI mendesak Menkumham segera mengajukan draft dan Naskah Akademik RUU KUHP, sesuai kesepakatan dalam Kesimpulan Rapat Kerja Komisi III DPR RI dengan Menkumham tertanggal 21 Januari 2015.
2. Komisi III DPR RI meminta Menkumham segera menindaklanjuti Surat Menteri Dalam Negeri RI No 186/276/SJ tertanggal 19 Januari 2015, agar dilakukan penertiban atau sterilisasi di kawasan Nusakambangan dan segera mengkaji MoU, terkait alih fungsi tenaga TNI jelang pensiun di bidang pengamanan di Lembaga Permasyarakatan.
3. Komisi III DPR RI berpendapat, keputusan Menkumham terkait Partai Golkar patut diduga didasarkan kepada informasi yang belum lengkap dan akurat. Karena itu Komisi III DPR RI meminta Menkumham menghormati dan mematuhi putusan sela PTUN dan tidak melakukan tindakan apapun, sambil menunggu putusan pokok perkara di PTUN.
Dengan catatan pemerintah; patut diduga diartikan sebagai pressumption of innocence.
3 Rekomendasi yang Menyita Waktu
3 Rekomendasi yang Menyita Waktu
Demi mendapatkan kesimpulan 3 poin tersebut hampir memakan waktu 2 jam, bahkan Komisi III harus melakukan lobi lobi. Sebelumnya rapat yang dimulai pukul 17.15 WIB akan berakhir pukul 21.00 WIB.
Namun beberapa menit sebelum batas waktu yang ditentukan berakhir, pendapat anggota Komisi III terbelah 2, soal rekomendasi yang hendak diberikan kepada Menkumham terkait dualisme Golkar.
Yakni rekomendasi fraksi-fraksi yang tergabung dalam Koalisi Merah Putih (KMP) dan Koalisi Indonesia Hebat (KIH).
KMP merekomendasikan, Komisi III DPR menilai keputusan Menkumham terkait Partai Golkar, didasarkan pada informasi yang belum lengkap dan terverifikasi keakuratannya. Sehingga Komisi III DPR meminta Menkumham meninjau kembali surat keputusan Menkumham tersebut, sesuai peraturan-perundangan yang berlaku."
Fraksi yang tergabung dalam KIH merekomendasikan, Komisi III DPR RI meminta Menkumham menghormati putusan sela PTUN dan tidak melakukan tindakan apapun sampai ada putusan PTUN yang berkekuatan hukum tetap.
"Kami merasa kata-kata 'keputusan Menkumham didasarkan pada informasi yang belum lengkap, dan terverifikasi keakuratannya' itu tidak berdasar," ujar politisi PDIP Ahmad Basarah, yang tergabung KIH.
Namun salah satu politisi dari kubu KMP menyindir, dengan mengoreksi keredaksian. "Tidak ada salahnya kata-kata itu. Itu sudah diperhalus. Harusnya saya katakan keputusan Menkumham itu ngawur," timpal anggota Fraksi Golkar Bambang Soesatyo.
Sedangkan Fraksi Partai Demokrat sebagai penyeimbang, meminta 2 rekomendasi tersebut digabungkan, agar keinginan kedua koalisi terakomodir. Rekomendasi partai yang dipimpin Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) itu yakni, Komisi III DPR menilai keputusan Menkumham terkait Partai Golkar didasarkan kepada informasi yang belum lengkap, dan terverifikasi keakuratannya.
Karena itu Komisi III DPR RI minta Menkumham untuk menghormati putusan sela PTUN dan tidak melakukan tindakan apapun sampai ada putusan PTUN yang berkekuatan hukum tetap.
Namun, jalan tengah itu tak juga menyatukan KMP dan KIH yang pendapatnya terbelah. Saat dilakukan pemungutan suara dari setiap fraksi, hasilnya tetap imbang. Alhasil, rapat pun diskors dan setiap perwakilan fraksi melakukan lobi secara tertutup.
"Kita harus mengambil keputusan dan memberikan rekomendasi kepada Menkumham, sesuai yang sudah diatur dalam UU MD3," jelas Wakil Ketua Komisi III yang juga pimpinan sidang, Benny K Harman.
Advertisement
'Duel' Masih Berlanjut
'Duel' Masih Berlanjut
Usai rapat diskor selama 10 menit, hasil lobi memutuskan kesimpulan, Komisi III DPR berpendapat keputusan Menkumham terkait Golkar patut diduga didasarkan kepada informasi yang belum lengkap dan belum akurat.
Karena itu Komisi III DPR RI meminta Menkumham menghormati dan mematuhi putusan sela PTUN dan tidak melakukan tindakan apapun, sambil menunggu putusan pokok perkara di PTUN.
Namun, pimpinan rapat Benny K Harman meminta pendapat Yasonna mempunyai kesimpulan lain.
"Komisi III DPR RI berpendapat bahwa keputusan Menkumham terkait Partai Golkar, telah menimbulan perbedaan pendapat tentang keakuratan informasi dan data yang mendasari keputusannya. Karena itu Komisi III DPR RI meminta Menkumham menghormati dan mematuhi putusan sela PTUN dan tidak melakukan tindakan apapun, sambil menunggu putusan pokok perkara di PTUN," ujar Yasonna.
Usulan Yasonna menimbulkan perdebatan. KIH menyetujui usulan Yasonna, sebaliknya KMP tetap meminta usulan pertama. Bambang Soesatyo sempat meminta agar kesimpulan divoting. ‎‎Namun Benny meminta Yasonna kembali memberikan pendapatnya.
"‎Saya memahami dinamika di sini, saya hormati," ujar Yasonna.
Akhirnya kesimpulan Yasonna hanya memberikan catatan pemerintah dari kesimpulan yang telah disepakati Komisi III DPR. Yakni, Komisi III DPR berpendapat bahwa keputusan Menkumham terkait Partai Golkar patut diduga, didasarkan kepada informasi yang belum lengkap dan belum akurat. Karena itu Komisi III DPR RI meminta Menkumham menghormati dan mematuhi putusan sela PTUN dan tidak melakukan tindakan apapun, sambil menunggu putusan pokok perkara di PTUN. Catatan pemerintah, patut diduga diartikan sebagai pressumption of innocence.
"Bagaimana setuju usulan tersebut?" tanya Benny yang disetujui seluruh fraksi.
Menkumham Yasonna H Laoly memutuskan kepengurusan Partai Golkar kubu Agung Laksono atau munas Ancol. Surat keputusan Yasonna itu berdasarkan kepada putusan Majleis Partai Golkar (MPG). Akibatnya, kubu Aburizal Bakrie atau Ical kecewa dan mengajukan praperadilan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.
Putusan sela praperadilan menyebutkan, menunda pelaksanaan keputusan Menkumham dan tidak melakukan tindakan apapun, sampai ada putusan akhir sidang. (Rmn)