Liputan6.com, Jakarta - Sindikat jual beli satwa dilindungi khususnya kakatua jambul kuning ternyata begitu kompleks. Rantai perdagangan ilegal ini diduga melibatkan banyak pihak.
Mulai dari masyarakat lokal, penjual satwa, pehobi, hingga oknum petugas. Mengatasnamakan penyayang binatang kakatua jambul kuning bisa jadi memberikan pundi-pundi rupiah yang menggiurkan bagi mereka yang terlibat di dalamnya.
Ada ajang kumpul untuk komunitas paruh bengkok. Free Flight alias terbang bebas si jambul kuning sudah menjadi agenda.
Advertisement
FF atau Free Flight adalah trik terbang paruh bengkok kesayangan yang dilakukan di luar ruangan oleh para pehobi paruh bengkok. Tentu saja trik ini harus dilatih.
Tak ada syarat khusus, kakatua jambul kuning yang dipertontonkan ini bisa merupakan hewan hasil impor bahkan lokalan. Tim Sigi Investigasi sengaja membaur dengan komunitas ini, melanjutkan penelusuran peredaran paruh bengkok endemik Indonesia yang dilindungi khususnya kakatua jambul kuning.
Upaya penelusuran burung langka ini berangkat dari keprihatinan kasus sebelumnya yakni Jacob, si jambul kuning galerita yang sudah jadi korban perdagangan ilegal dan pehobi yang sangat tidak bertangggung jawab. Untungnya nyawa Jacob masih tertolong walau cedera di salah satu sayapnya tidak dapat disembuhkan.
Nasib si jamkun kami tanyakan pada dokter ahli lainnya. Hasilnya sama dan manusialah penyebabnya. Dan kini kumpul pehobi kami manfaatkan untuk menggali informasi. Jambul kuninglah sasaran kami.
Benar saja, tak berapa lama ada pehobi yang angkat suara dan muncul satu nama. Penelusuran perdagangan illegal kakatua jambul kuning berlanjut. Nama sudah dalam genggaman. Tinggal uji kompetensi.
Jamkun ukuran medium atau Cacatua Suphurea segera di order. Bermodal BBM jadi media tawar menawar sampai deal. Kesepakatannya dengan uang ditransfer maka jamkun dikirim. Alat transportasi kereta api jadi kurir yang mengantarnya.
Aksi jualan satwa dilindungi ini bukan tidak diupayakan untuk diberantas oleh pihak terkait. Operasi dan razia oleh badan terkait seperti BKSDA Yogyakarta berkali-kali dilakukan. Beberapa satwa liar termasuk kakatua yang akan diperjualbelikan secara gelap berhasil disita dan masuk karantina.
Kembali menunggu paket kakatua jambul kuning. Yang ditunggu adalah jasa resmi pengiriman paket dari Surabaya via kereta api. Respon mereka sangat tenang, padahal mereka tahu isi paket ini kakatua, satwa yang dilindungi.
Segera kami periksa. Khawatir sang kakaktua meregang nyawa. Paket dibuka untuk memastikan apakah kakaktua masih hidup atau sudah berkalang tanah .
Syukurlah, si jamkun sehat tak kurang suatu apapun.
Habitat Cacatua Abbotti
Sementara itu di Kepulauan Masalembu, sarang kakatua diamati. Berharap ada telur atau anakan di dalamnya. Dan begitu indukan pergi, kamera kami arahkan ke dalam sarang. Benar saja, ini adalah momen luar biasa.
Pertama kali telur Cacatua Suphurea Abbotti, kakatua langka endemik Pulau Masa Kambing berhasil diabadikan melalui kamera.
Pohon kapuk yang sudah uzur dan nyaris meranggas kerap menjadi sarang bagi kakatua.
Cukup cerdik memang. Dengan ketinggian sekitar 20 meter, pohon kapuk menjadi rumah yang nyaman bagi calon anakan kakaktua dan jauh dari predator.
Butuh waktu sekitar 28 hari bagi Cacatua Abbotti untuk mengerami telurnya. Jika berjalan lancar, telur akan menetas sempurna dan generasi penerus Abbotti bisa menambah pasukan Abbotti yang tinggal berjumlah 20 ekor di habitat liarnya.
Perilaku Abbotti yang setia pada pasangan alias monogami dan hanya memiliki masa berbiak 2 kali dalam setahun dengan jumlah telur rata-rata 1 butir, membuat perkembangbiakannya berjalan super lambat.
Kakatua kecil jambul kuning alias Cacatua Suphurea memiliki 4 jenis anakan yang memiliki ciri dan karakter tersendiri sesuai habitatnya, termasuk Cacatua Abbotti yang saat ini menyandang status criticaly endangered atau hampir punah.
Penyebab punahnya jika natural dari alam maka bisa dipahami, yang disesalkan adalah tak jarang tangan jahil manusia ikut menyumbang semakin langkanya hewan dilindungi ini.
Jaringan penjualan kakaktua langka di kota besar hingga pemburu yang berasal dari masyarakat lokal, semua ikut bertanggung jawab jika kakaktua jambul kuning sampai tinggal sejarah.
Lantas bagaimana rantai penjualan ilegal ini bisa terus berjalan? Saksikan selengkapnya dalam video tayangan Sigi Investigasi SCTV, Minggu (9/8/2015), di bawah ini. (Nda/Ado)