Penjelasan Ketua DPR Setya Novanto Soal Perjalanan ke AS

Perjalanan tersebut sudah direncanakan sejak 6 bulan lalu.

oleh Gerardus Septian Kalis diperbarui 14 Sep 2015, 16:43 WIB
Diterbitkan 14 Sep 2015, 16:43 WIB
Ketua DPR Setya Novanto hadiri kampanye bakal calon presiden AS, Donald Trump. (Business Insider)
Ketua DPR Setya Novanto hadiri kampanye bakal calon presiden AS, Donald Trump. (Business Insider)

Liputan6.com, Jakarta - Ketua DPR Setya Novanto menjelaskan secara singkat apa yang telah dilakukan Pimpinan DPR dalam perjalanannya selama 11 hari ke Amerika Serikat. Perjalanan tersebut sudah direncanakan sejak 6 bulan lalu.

"Tepatnya tanggal 31 Agustus (2015) saya berangkat dan kembali pada 11 September dengan pertemuan-pertemuan yang sangat padat sekali," ujar Setya di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Senin (14/9/2015).

Setya mengungkapkan, pertemuan-pertemuan tersebut adalah salah satu bentuk tugas dari anggota DPR di mana rangkaian acaranya telah disusun dengan dasar proses yang sangat panjang. Pertemuan itu juga sehubungan dengan adanya Inter Parliamentary Union (IPU) atau Persatuan Parlemen Internasional yang dihadiri 158 negara.

"Di IPU itu, kebetulan saya menyampaikan masalah menyangkut demokrasi saat ini. Ada 5 panelis, di antaranya Indonesia dan sangat memuji adanya masalah hubungan parlemen dengan pemerintah yang begitu baik," tutur dia.

Wakil Ketua DPR Fadli Zon selfie dengan bakal calon presiden AS, Donald Trump. (Twitter/@fadlizon)

Sementara Wakil Ketua DPR Fadli Zon menyatakan, bahwa perjalanannya ke AS merupakan satu rangkaian yang tidak bisa dipisahkan dari Inter Parliamentary Union yang diselenggarakan setiap 5 tahun sekali.

"Tapi untuk pertama kali ini dilaksanakan di markas besar PBB New York. Jadi dihadiri dan dibuka Sekjen PBB Ban Ki Moon dan Presiden IPU. Para Ketua Parlemen sedunia hadir dalam kesempatan itu," ujar Fadli.

Dia mengungkapkan, Ketua DPR Setya Novanto juga menyampaikan pidato terkait demokrasi, sustainable developement goals, dan perlunya reformasi PBB. Demokrasi tak hanya di setiap negara tapi pada institusi PBB juga perlu diterapkan.

Pasalnya, selama ini PBB masih dianggap belum demokratis karena masih didominasi beberapa negara tertentu.

"Dan pidato ini diapresiasi oleh ketua parlemen yang lain karena sikap Indonesia cukup kritis dengan PBB. Dan saya rasa ini juga sejalan dengan keinginan kita bersama dan di sejumlah negara, bahwa kita ingin institusi yang dibangun sejak Perang dunia ke dua ini bisa direformasi," terang Fadli.

Terkait kehadirannya dalam konferensi pers bersama Donald Trump, Fadli menjelaskan bahwa pihaknya tidak dalam posisi melakukan dukungan.

"Itu (dukungan) sama sekali tidak ada dan Ketua DPR juga waktu itu duduk ada disamping dan ketika (Donald) Trump selesai konferensi pers secara spontan memperkenalkan ketua DPR dan itu tidak ada direncanakan," ujarnya.

Fadli menjelaskan, dalam pertemuan itu hanya menyampaikan hal-hal yang sifatnya positif.

"Jangan dibayangkan itu kampanye yang besar disebuah gedung komperensi pers, tapi itu sebenarnya komperensi pers di gedungnya sendiri dan bukan kampanye, kita masuk, kita terjebak harus berdiri di sana karena sudah penuh dengan pers dan orang-orang yang menjadi pegawainya hadir di sana," ucap dia.

Selain itu, lanjut Fadli, Donald Trump saat ini masih berstatus bakal calon Presniden AS. Karena nominasi pasangan calon presiden AS secara resmi baru dimulai pada 1 Februari 2016.

"Bagi kita, Donald Trump adalah investor yang mempunyai kepedulian bisnisnya dan menguntungkan bagi kita, karena pada saat rupiah sedang terpuruk ada pengusaha dari Amerika mau investasi di negara kita, saya kira bagus dan perlu didukung," tandas Fadli. (Ali/Mut)

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya