Ini Dugaan Penyebab Kematian Misterius Anak di Papua

Petugas masih memastikan penyebab pasti kematian tersebut.

oleh Katharina Janur diperbarui 24 Nov 2015, 19:50 WIB
Diterbitkan 24 Nov 2015, 19:50 WIB
Seorang anak bermain di dekat rumahnya yang ambruk akibat guncangan gempa berkekuatan 7,1 SR di Kampung Kainui I, Distrik Angkaisera, Kepulauan Yapen, Papua, Jumat (25/6).(Antara)

Liputan6.com, Jayapura - Dinas Kesehatan Kabupaten Nduga, Papua, menduga penyebab kematian anak-anak di Distrik Mbuwa, Papua, secara misterius ialah penyakit broncho pneumonia dan penyakit infeksi saluran pernapasan akut (ISPA). Namun, petugas masih memastikan penyebab pasti kematian tersebut.

Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Nduga, Papua, Mesak Kogoya menyatakan umur rata-rata korban di bawah 2 tahun dengan gejala batuk disertai panas. Berbeda dengan keterangan analis Puskesmas Kota Wamena Yan Hubi, Mesak menyatakan bahwa para korban tidak mengalami buang air sebelum meninggal.

“Rata-rata anak yang meninggal dunia berumur di bawah 2 tahun. Gejala yang timbul sebelum kematian adalah batuk yang disertai panas. Tak ada buang-buang air. Penyebab pastinya akibat kematian ini masih terus diselidiki,” jelas Mesak kepada wartawan di Jayapura dalam kegiatan Rapat Kerja Dinas Kesehatan di Auditorium Universitas Cendrawasih, Selasa (24/11/2015)

Ia menyatakan, berdasarkan data Dinas Kesehatan Nduga, 29 anak meninggal dengan gejala penyakit yang sama. Kasus kematian tersebar di beberapa kampung, meliputi 5 anak di Kampung Digilmo, 8 anak di Kampung Imanuel, 4 anak di Kampung Berapngin, 4 anak di Kampung Opmo, 3 anak di Kampung Dal, dan 5 anak di Kampung Labirik. Jumlah ini berbeda dengan keterangan sebelumnya yang menyebutkan anak meninggal berjumlah 41 jiwa.

 



Keenam kampung itu tersebar di dua Distrik, yaitu Distrik Mbuwa dan Distrik Bumulyama. Akibat kekurangan jumlah tenaga medis, Mesak menyatakan pengobatan para korban terhambat. Kondisi diperparah dengan akses jalan yang tidak memadai.

Lokasi terdekat dari Nduga, ibu kota Kabupaten Nduga, ke sejumlah kampung berjarak 2-3 jam dengan berjalan kaki. Sedangkan, jarak terjauh mencapai 1 hari perjalanan berjalan kaki.

“Petugas kesehatan terpaksa tak bisa melayani masyarakat hingga ke kampung-kampung karena jika kami berpindah tempat, akan menyebabkan kematian di tempat lain. Sehingga, kami tetap bertahan di puskesmas yang ada di distrik,” terangnya.

Mesak menyebutkan, terdapat 1 puskesmas di Distrik Mbuwa dengan personel kesehatan terdiri dari dokter dan 7 anggota Satgas Kaki Telanjang. Sedangkan, Distrik Bumulyama hanya memiliki 1 puskesmas pembantu. Satgas Kaki Telanjang dibentuk oleh Unit Percepatan Pembangunan Kesehatan Papua pada 2014 yang berada di bawah pengawasan langsung Gubernur Papua Lukas Enembe.       

“Kami telah menurunkan tim hingga ke lokasi kejadian dan hingga 3 hari belakangan ini, kami belum terima laporan akan kematian anak kembali,” jelasnya.

Korban Bertambah

Sementara itu, Kepala Distrik Mbuwa Erias Gwijangga menyebutkan jumlah kematian anak hingga hari ini mencapai 56 orang. Anak-anak yang meninggal di bawah umur 7 tahun. Meski tenaga medis disiapkan, persediaan obat-obatan sudah habis.

“Obat-obatan sudah tidak ada. Tenaga medis di Mbuwa saat ini berjumlah 7 orang yang berasal dari Dinas Kesehatan Nduga. Hingga tiga hari belakangan ini, belum ada laporan kembali anak-anak yang meninggal dunia,” ucap Erias ketika dihubungi melalui telepon selulernya. (Din/Yus)

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya