Liputan6.com, Jakarta - Sakit. Hal terakhir yang dikeluhkan oleh Allya Siska Nadya pada 5 Agustus 2015 malam. Suntikan obat penghilang rasa sakit, tak mampu menolongnya.
Bahkan dokter sempat memberikan morfin. Namun sakit perempuan 33 tahun itu masih belum bisa diredam.
Awalnya, dokter menduga ada yang tidak beres pada telinga Allya lantaran ada pembengkakan di bawah indera pendengarannya.
"Dikira ada pembengkakan di bawah telinga, pecah pembuluh darah minor. Sejam berlalu, adik saya tetap sakit padahal sudah masuk morfin," cerita sang kakak Elvira kepada Liputan6.com, Kamis 7 Januari 2016.
"Setengah jam anfal sampai enggak sadarkan diri," tutur Vira.
Usut punya usut, beberapa jam sebelumnya, putri mantan Vice President Communication PT PLN Persero, Alfian Helmy Hasjim, melakukan terapi chiropractic di sebuah klinik di kawasan Pondok Indah, Jakarta Selatan.
Diagnosis tim medis RS Pondok Indah mengungkapkan Allya awalnya menderita penyakit Kifosis Cervicalis, yakni gangguan berupa lekukan pada tulang punggung. Namun, di detik terakhir hidup Allya, dokter menemukan adanya kelainan tulang leher yang diduga akibat terapi chiropractic.
Keluarga almarhumah Allya Siska Nadya tak ingin menempuh jalan damai. Mereka menuntut klinik chiropractic di kawasan Pondok Indah, Jakarta Selatan bertanggung jawab atas dugaan malapraktik terhadap Allya.
"Kami mau melapor secara pidana, kami enggak mau kekeluargaan, ibu saya merasa kok sebagai hak pasien, adik saya tak dijelaskan secara mendetail mengenai risikonya," kata Vira.
"Waktu itu, enggak lama sekitar seminggu, saya melapor ke polisi, Polda Metro Jaya," imbuh dia.
Namun, hingga menginjak 4 bulan setelah itu, belum ada perkembangan pasti tentang kasus ini.
Kepolisian mengaku kesulitan mengusut kasus tersebut, lantaran keluarga menolak mengautopsi jenazah Allya.
Sebelumnya, keluarga Allya mengaku polisi sempat menawarkan untuk mengautopsi jenazah. "Sebenarnya kami sudah setuju untuk autopsi. Waktu itu seminggu setelah meninggal, kami sebetulnya sudah bersedia untuk autopsi," tutur Vira.
Namun, polisi mengaku tidak memiliki tenaga forensik perempuan. Sementara keluarga ingin jenazah Allya diautopsi oleh tenaga forensik perempuan.
"Kami berusaha menghormati almarhumah. Adik saya sudah cukup disakiti," ujar Vira.
Penyidik Direktorat Reserse Kriminal Umum (Reskrimum) Polda Metro Jaya pun tidak menampik punya kendala dalam mengusut dugaan malapraktik di praktik chiropractic di Mal Pondok Indah. Oleh sebab itu, polisi memilih fokus soal perizinan klinik.
"Sekarang kami siasati menyelidiki klinik chiropractic ini terkait perizinan. Dari Dinas Kesehatan‎ kami menemukan fakta, ternyata praktik ini belum memiliki izin," kata Direktur Reskrimum Polda Metro Jaya Komisaris Besar Krishna Murti di Markas Polda Metro Jaya, Kamis 7 Januari 2016.
Segel 6 Klinik
Setelah terbukti praktik chiropractic tidak memiliki izin, Polda Metro Jaya bersama ‎Dinas Kesehatan Jakarta bergerak cepat menyegel beberapa klinik di pusat perbelanjaan di Jakarta. Setidaknya ada 6 klinik chiropractic yang ditutup dan disegel aparat.
"Mereka berlokasi di Pondok Indah Mall (PIM) 1, FX Mall, Grand Indonesia, Emporium Pluit Mal, Taman Anggrek, dan Puri Indah Mall. Faktanya baru di Jakarta Selatan," ujar Krishna.
"Langkah awal kami yakni dengan menyegel semua gerai klinik tersebut, kemudian membuat surat penggeledahan," beber Krishna.
Berdasarkan penelusuran, rupanya klinik serupa tersebar di 10 lokasi di Jakarta. Seluruh klinik itu belum dapat dipastikan perizinannya.
"Ada 10 titik yang punya dia. Siang ini kita mau tutup yang di Gatot Subroto, menurut informasi pusatnya di situ. Jadi, yang punya siapa juga saya enggak tahu sampai sekarang," kata Kepala Dinas Kesehatan DKI Jakarta Koesmedi di Balai Kota, Jakarta, Kamis.
Namun, kata dia, klinik tersebut milik orang Singapura. Klinik itu tersebar tak hanya di Jakarta tetapi di Singapura, Malaysia, dan Thailand.
"Di Jakarta ada 10, di Singapura ada berapa, di Malaysia ada berapa, di Thailand ada berapa," ungkap Koesmedi.
Informasi jumlah klinik ini, ujar Koesmedi, di dapat setelah Dinkes DKI mendatangi langsung klinik 'First' tempat Allya diterapi. Saat itu, terapis Allya, Randal Cafferty sedang tidak ada di lokasi dan digantikan oleh dokter asal Polandia.
"Waktu kita datang katanya lagi makan, ditunggu-tunggu juga enggak datang. Akhirnya mereka mengakui bahwa tidak punya izin apapun di situ," jelas dia.
Temuan itu langsung dilaporkan ke Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama. Arahannya jelas, segera menutup klinik tak berizin seperti itu.
"Yang jelas arahan Pak Gubernur kita laksanakan penertiban semua, karena bukan hanya chiropractic saja, banyak juga klinik estetika pengurusan badan yang kayak gitu saya juga enggak tahu ada izinnya apa belum, nanti kalau sudah terjadi sesuatu baru ribut," ujar Koesmedi.
Advertisement
Pasien Panik
Sejumlah pasien pun berbondong-bondong mendatangi klinik chiropractic setelah mengetahui pemberitaan tentang dugaan malapraktik terhadap Allya.
Seorang pasien bernama Rista mengaku tidak pernah mengalami keluhan apapun sejak Juli 2015 mengikuti pengobatan di klinik ini. Namun, dia telah membayar lunas paket perawatannya.
Rista mengaku telah membayar semua biaya paket untuk mengikuti terapi di klinik ini. Karena itu, dia meminta uangnya dikembalikan jika klinik ditutup.
Kadinkes DKI Jakarta Koesmedi mengaku heran dengan orang Indonesia yang percaya klinik seperti ini. Terlebih dengan adanya dokter asing. Padahal, di Amerika, klinik ini masuk dalam kategori pengobatan tradisional.
"Dia Amerika dia masuk ke dalam pengobatan tradisional. Susah, orang Indonesia senangnya dibohongin sih. Itu kamu pikir yang datang ke situ orang yang ngak punya duit, orang kaya-kaya karena sekali berobat bisa Rp 17 juta," ungkap Koesmedi.
Dokter Buron
Sementara itu, Randall Cafferty, dokter yang menangani Allya diduga sudah tidak berada di Indonesia. Dokter itu dilaporkan sudah berada di negara asalnya, Amerika Serikat.
Namun, polisi belum menetapkannya sebagai tersangka dalam kasus yang dilaporkan orangtua Allya.
"Dia belum tersangka. Kami sudah melakukan pemanggilan ‎pertama dan kedua, tapi tidak hadir. Kami panggil posisinya sebagai saksi," ujar Direskrimum Polda Metro Jaya Kombes Krishna Murti.
Polisi telah berkoordinasi dengan Ditjen Imigrasi untuk mengetahui keberadaannya. Polisi juga berupaya mengirimkan permohonan penangkapan terhadap Randall melalui interpol.
"Kami akan cekal kalau yang bersangkutan melarikan diri keluar negeri. Kami akan menerbitkan red notice untuk (dugaan) pelanggaran ini," terang dia.
Cafferty ternyata seorang residivis di negara asalnya, California. "Dia juga melakukan hal serupa di sana dan seperti ini juga kasusnya. Tapi di sini malah jadi terapis yang dipercaya," kata Kadinkes DKI, Koesmedi.
Keluarga Allya pun sempat curiga dengan terapis tersebut. Kakak Allya, Vira melihat kejanggalan pada kartu nama Randall.
"Saya melihat dia di luar kompetensinya. Saya melihat dari kartu namanya saja dia seperti dokter gadungan," tutur Vira.
Kenapa?
"Waktu itu saya sempat ngobrol dengan dokter spine (tulang belakang) di RS Pondok Indah (RSPI), Jakarta, ini (Randall) enggak jelas gelarnya," ucap Vira.
Menurut dia, jika dokter lulusan Amerika seharusnya bergelar 'M.D' atau Medical Doctorate. Namun yang tertulis di kartu nama Randall adalah 'Dr' yang di Indonesia berarti doktor, bukan dokter.
"Kalau misalnya dari Amerika mestinya gelarnya M.D. Tapi yang tertulis di kartu namanya Dr. Itu doktor. Saya melihat ada kejanggalan. Klinik tersebut mencoba menutupi," pungkas Vira.
Sebelumnya, Allya Siska Nadya (33) menghembuskan nafas terakhir Agustus 2015 setelah mengikuti 2 kali terapi chiropractic di sebuah klinik di Mal Pondok Indah. Keluarga lalu melaporkan dugaan kematian tidak wajar dalam kematian Allya ke Polda Metro Jaya. Klinik tersebut kini sudah ditutup dan digaris polisi guna kepentingan penyelidikan.