5 Skenario Dalang Gerakan 30 September

Banyak versi mengenai dalang dari Gerakan 30 September. Namun, yang paling melekat di ingatan rakyat Indonesia, gerakan ini diotaki oleh Pa

oleh Rita Ayuningtyas diperbarui 01 Okt 2016, 21:01 WIB
Diterbitkan 01 Okt 2016, 21:01 WIB
20150929-Sambut Hari Kesaktian Pancasila, Museum Lubang Buaya Ramai Dikunjungi Siswa-Jakarta
Sejumlah Pramuka mengabadikan patung tujuh pahlawan revolusi di Monumen Pancasila Sakti, Jakarta, Selasa (29/9/2015). Pemerintah akan mengadakan upacara peringatan Hari Kesaktian Pancasila pada 1 Oktober mendatang. (Liputan6.com/Helmi Fithriansyah)

Liputan6.com, Jakarta - Sebanyak tujuh Pahlawan Revolusi dibantai dengan keji pada 30 September 1965. Enam orang di antaranya, ditemukan terkubur di sebuah sumur di daerah Lubang Buaya, Jakarta Timur.

Peristiwa ini dikenal sebagai Gerakan 30 September atau G 30 S.

Sehari kemudian, 1 Oktober 1965 dijadikan sebagai Hari Kesaktian Pancasila.

Banyak versi mengenai dalang dari peristiwa tersebut. Namun, yang paling melekat dalam ingatan rakyat Indonesia, gerakan ini diotaki oleh Partai Komunis Indonesia (PKI).

Terlebih, saat itu, Lubang Buaya merupakan pusat pelatihan milik PKI. Partai yang bertujuan menggantikan ideologi Pancasila dengan komunis.

Berikut ini 5 versi dalang peristiwa G 30 S yang dirangkai Liputan6.com dari buku Palu Arit di Ladang Tebu susunan Hermawan Sulistyo dan sumber lain:

1. Partai Komunis Indonesia (PKI)

Lubang Buaya, Saksi Bisu Kekejaman PKI di Indonesia
Seragam dari para jenderal yang menjadi korban G 30 S / PKI dipajang di Museum Lubang Buaya, Jakarta, Selasa (30/9/2014) (Liputan6.com/Johan Tallo)

PKI sebagai dalang sempat menjadi versi resmi sejarah Indonesia. Skenario ini merupakan versi paling populer dan melekat dalam ingatan rakyat Indonesia.

Versi yang berpendapat PKI secara sistematis telah membangun kekuatannya itu dituangkan dalam sebuah buku berjudul Gerakan 30 September. Buku tersebut dikeluarkan oleh pemerintah pada 1994.

Pada buku Palu Arit di Ladang Tebu susunan Hermawan Sulistyo diungkapkan sejumlah tokoh terkemuka, seperti jurnalis dan penulis asal Amerika, Arnold Brackman juga meyakini versi ini. Dia berpendapat Gerakan 30 September didalangi oleh PKI dan biro khususnya di bawah pimpinan Aidit dalang pembantaian itu.

Versi ini didukung bukti berlimpah dalam sidang Mahkamah Militer Luar Biasa, seperti transkrip interogasi jaksa militer khusus.

2. Masalah Internal Angkatan Darat

Lubang Buaya, Saksi Bisu Kekejaman PKI di Indonesia
Monumen Pancasila Sakti didirikan untuk mengenang keberhasilan Pancasila dalam membendung paham komunis di Indonesia, Jakarta, Selasa (30/9/2014) (Liputan6.com/Johan Tallo)

Masalah internal AD sebagai penyebab gerakan 30 September bertolak belakang dengan versi pertama. Teori ini pertama kali tercetus pada tajuk rencana surat kabar PKI, Harian Rakjat yang terbit 2 Oktober 1965.

Hermawan Sulistyo dalam bukunya Palu Arit di Ladang Tebu menyebut ada beberapa fakta kunci yang dianggap mendukung versi ini.

Pertama, para Pahlawan Revolusi itu diculik oleh anggota AD. Tak ada sipil yang terlibat peristiwa tersebut.

Kedua, tidak masuk akal bila PKI berjudi dengan menyingkirkan para jenderal melalui jalan kekerasan, sementara partai itu menikmati perkembangan dan kekuasaan yang sangat menuntungkan.

Sumber lain menyebut gerakan ini muncul karena kesenjangan dalam internal AD.

3. Tanggung Jawab Sukarno

20150929-Sambut Hari Kesaktian Pancasila, Museum Lubang Buaya Ramai Dikunjungi Siswa-Jakarta
Diorama yang menggambarkan penyiksaan para Jenderal oleh oknum PKI di Monumen Pancasila Sakti, Jakarta, Selasa (29/9/2015). Pemerintah akan mengadakan upacara peringatan Hari Kesaktian Pancasila pada 1 Oktober mendatang. (Liputan6.com/Helmi Fithriansyah)

Sejarawan Amerika Serikat, Anthony Dake, percaya Presiden pertama Sukarno lah yang menyusun skenario peristiwa gerakan 30 September. Hal itu diungkapkan dalam sebuah tesis dan diterbitkan pada 1974.

Dake percaya Sukarno terlibat dalam peristiwa ini untuk menyingkirkan pimpinan puncak Angkatan Darat. Kepercayaannya tersebut berasal dari laporan interogasi mendalam terhadap ajudan Sukarno, Kolonel Bambang Widjanarko.

Indonesianis, Harold Crouch meragukan pendapat Dake. Dia menilai tesis itu lemah. Memang, keterangan Widjanarko diduga menunjukkan Sukarno cenderung mendukung gerakan yang bertujuan melawan pimpinan AD. Namun, bukti ini tidak cukup untuk menunjukkan Sukarno mendalangi gerakan 30 September.

4. Ulah Soeharto

Lubang Buaya, Saksi Bisu Kekejaman PKI di Indonesia
Patung-patung di Museum Lubang Buaya yang menggambarkan suasana penyiksaan PKI terhadap para Jenderal, Jakarta, Selasa (30/9/2014) (Liputan6.com/Johan Tallo)

Versi Soeharto sebagai dalang kudeta tersebut muncul dari kecurigaan nama Panglima Kostrad itu tidak masuk dalam daftar anggota AD yang diculik. Terlebih, Soeharto adalah jenderal yang biasa mewakili Panglima AD dalam sejumlah kesempatan.

Teori ini mengemuka dari pendapat Willem Frederik Wertheim, seorang profesor dari Municipal University of Amsterdam. Hal itu dituangkannya dalam artikel berjudul Soeharto and the Untung Coup-The Missing Link (1970).

Spekulasi mengenai peran Soeharto dalam merencanakan aksi ini muncul ketika dia membuat cerita tidak konsisten mengenai perjumpaannya dengan Kolonel Latief.

5. Jaringan Intelijen

20150929-Sambut Hari Kesaktian Pancasila, Museum Lubang Buaya Ramai Dikunjungi Siswa-Jakarta
Sejumlah Pramuka mengabadikan sumur tua tempat penguburan jenazah pahlawan revolusi di Monumen Pancasila Sakti, Jakarta, Selasa (29/9/2015). (Liputan6.com/Helmi Fithriansyah)

Versi ini meyakini jaringan intelijen AD sendirilah yang memprakarsai Gerakan 30 September. Baik atas usaha sendiri maupun bantuan agen intelijen asing. Hal ini diungkap dalam buku Palu Arit di Ladang Tebu.

Teori tersebut menyimpulkan tidak ada bukti konkrit dan independen yang menunjukkan adanya hubungan rahasia antara Aidit dengan G 30 S.

Keterlibatan negara-negara asing, khususnya dinas intelijen mereka, juga dipakai untuk mendukung versi ini.

Sumber lain mengatakan Amerika lah membujuk AD untuk mengambil kekuasaan dari tangan Sukarno yang prokomunis dengan membentuk Dewan Jenderal. Penculikan yang kemudian diembuskan sebagai tindakan pemberontakan inilah yang kemudian dijadikan dasar tentara untuk membubarkan PKI dan memburu kader-kadernya sampai habis.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya