MK: UU Amnesti Pajak Tak Bertentangan dengan Konstitusi

Dari empat permohonan uji materi UU Amnesti Pajak di MK, dua dinyatakan tidak dapat diterima sementara dua lainnya ditolak.

oleh Liputan6 diperbarui 15 Des 2016, 08:01 WIB
Diterbitkan 15 Des 2016, 08:01 WIB
20150929-MK Putuskan Calon Tunggal Boleh Ikut Pilkada Serentak-Jakarta
Mahkamah Konstitusi (MK) menggelar sidang putusan UU No Tahun 2015 tentang Pilkada di Gedung MK, Jakarta, Selasa (29/9). MK memperbolehkan daerah dengan calon tunggal untuk melaksanakan pilkada serentak pada Desember mendatang (Liputan6.com/Faizal Fanani)

Liputan6.com, Jakarta - Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) menyatakan bahwa Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2016 tentang Amnesti Pajak adalah konstitusional dan tidak bertentangan dengan Undang-Undang Dasar 1945.

Dari empat permohonan uji materi UU Amnesti Pajak di MK, dua dinyatakan tidak dapat diterima sementara dua lainnya dinyatakan ditolak.

"Tidak terdapat persoalan konstitusionalitas dalam Undang-Undang 11 Tahun 2016," ujar Hakim Konstitusi I Dewa Gede Palguna, ketika membacakan pertimbangan Mahkamah di Gedung Mahkamah Konstitusi Jakarta seperti dikutip dari Antara, Rabu 14 Desember 2016.

Dalam pertimbangannya, MK juga menilai bahwa program amnesti pajak memiliki tiga tujuan yang berguna untuk perekonomian Indonesia. Pertama adalah repatriasi dana yang ditempatkan warga Indonesia di luar negeri bertujuan untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi bangsa.

"Program amnesti pajak juga untuk meningkatkan basis perpajakan nasional dari aset atau harta yang diungkapkan dalam permohonan amnesti pajak," ujar Palguna.

Selanjutnya, program amnesti pajak bertujuan untuk meningkatkan penerimaan pajak pada tahun diberlakukannya program tersebut, yang diperoleh dari penerimaan uang tebusan.

UU Dinilai Diskriminatif

Sebelumnya, uji materi UU Amnesti Pajak ini diajukan oleh empat pemohon yaitu Serikat Perjuangan Rakyat Indonesia, Yayasan Satu Keadilan, tiga organisasi serikat buruh Indonesia, dan seorang warga negara Leni Indrawati.

Seluruh pemohon menilai bahwa UU Amnesti Pajak ini bersifat diskriminatif bagi sejumlah warga negara karena seolah-olah melindungi para pengemplang pajak dari kewajibannya membayar pajak.

Ketentuan tersebut juga dinilai memberikan hak khusus secara eksklusif kepada pihak yang tidak taat pajak, berupa pembebasan sanksi administrasi, proses pemeriksaan, dan sanksi pidana.

Selain itu, tiga organisasi serikat buruh juga berpendapat bahwa UU Amnesti Pajak mengakibatkan para pengusaha pengemplang pajak diampuni hukumannya, sehingga mencederai rasa keadilan buruh yang selama ini patuh membayar pajak.

Yayasan Satu Keadilan juga mempermasalahkan pemaknaan kalimat "tidak dapat dilaporkan, digugat, dilakukan penyelidikan, dilakukan penyidikan dan dituntut, baik secara perdata ataupun pidana jika dalam melaksanakan tugas," dalam ketentuan tersebut.

Kalimat tersebut dinilai memiliki makna imunitas bagi Menteri Keuangan, Pegawai Kementerian Keuangan, dan pihak lain yang berkaitan dengan pelaksanaan amnesti pajak, karena kewenangan yang diberikan oleh ketentuan tersebut bersifat absolut tanpa pengawasan serta evaluasi, sehingga berpotensi menimbulkan penyalahgunaan wewenang.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya