Liputan6.com, Jakarta - Ketua umum Majelis Ulama Indonesia (MUI), Ma'ruf Amin menjadi saksi pertama yang memberi keterangan pada sidang lanjutan kasus dugaan penodaan agama Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok yang digelar di Auditorium Kementerian Pertanian, Jakarta, Selasa (31/1/2017).
Pada sidang kedelapan ini, Jaksa Penuntut Umum (JPU) menghadirkan 5 saksi. Ma'ruf Amin menjadi ahli yang dihadirkan Jaksa Penuntut Umum (JPU). Ma'ruf mengaku mendengar adanya dugaan penodaan agama oleh Ahok dari pemberitaan dari berbagai media serta dari desakan masyarakat.
Baca Juga
"Tahu dari berita dan permintaan dan desakan dari masyarakat," ucap Ma'ruf di Auditorium Kementan, Selasa (31/1/2017).
Advertisement
Desakan masyarakat yang dimaksud Ma'ruf adalah permintaan lisan maupun tertulis hingga aksi desakan masyarakat.
"Permintaan dan desakan masyarakat supaya majelis buat pernyataan. Supaya jelas pegangan (masyarakat)," ucap Ma'ruf.
Ketua Majelis Hakim, Dwi Budiarso lantas bertanya tentang langkah yang dilakukan usai ada desakan masyarakat tersebut.
"MUI bentuk 4 tim, komisi fatwa, pengkajian, Humkam dan Infokom untuk melalukan pembahasan dan penelitian dan dilaporkan ke pengurus harian inti yang berjumlah 20," Ma'ruf menjelaskan.
Pengkajian dugaan penodaan agama Ahok dilakukan 4 komisi MUI tersebut selama 11 hari yakni dari 1-11 Oktober 2016. Dari investigasi 4 komisi tersebut menghasilkan ucapan Ahok mengandung penghinaan Alquran dan ulama.
"Sudah melakukan peneitian investigasi dan pembahasan dan kesimpulannya ucapannya itu mengandung penghinaan tergahap Alquran dan ulama," ujar Ma'ruf.
Keputusan MUI itu bernama Keputusan Pendapat dan Sikap Keagamanan MUI yang berbeda dari fatwa biasa. "Bukan fatwa?" tanya Hakim.
"Bukan. Karena tidak hanya melibatkan majeis fatwa, hakekatnya (sama seperti) fatwa, namanya menjadi keputusan pendapat yang lebih tinggi dari fatwa," jawab Ma'ruf.