Liputan6.com, Jakarta - Keputusan Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tjahjo Kumolo yang tidak memberhentikan sementara Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok mengundang reaksi sejumlah anggota DPR untuk menggulirkan hak angket.
Bukan hanya di DPR RI, DPRD DKI Jakarta, yakni fraksi PKS, PPP, PKB, dan Gerindra, berencana akan memboikot, lantaran status Ahok yang dipandang tak jelas.
Baca Juga
Koordinator Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi) Sebastian Salang mengatakan, DPR RI maupun DPRD DKI sangat bergairah mendorong hak angket kasus Ahok. Padahal banyak kasus lain yang sangat penting tetapi tidak menjadi perhatian.
Advertisement
"Padahal, DPR RI maupun DPRD DKI, bisa mengundang Menteri Dalam Negeri untuk mendengarkan pandangan dan alasan mengapa Ahok kembali menjadi Gubernur. Jika tidak ada unsur pelanggaran peraturan perundang-undangan, tidak perlu angket ini dilanjutkan. Kecuali Kemendagri tidak mampu menjelaskan dan memang ada unsur pelanggaran dalam keputusan tersebut," ucap Salang kepada Liputan6.com, Senin (20/2/2017).
Di sisi lain, menurutnya, upaya angket sangat erat dengan Pilkada DKI Jakarta, dalam merebutkan kursi Gubernur dan Wakil Gubernur. Yakni, fraksi-fraksi yang mengajukan hak angket Ahok, partai politiknya bersebrangan dukungan.
"Upaya angket ini tidak bisa dilepaskan dari kepentingan politik Pilkada Jakarta. Hal itu terlihat dari fraksi yang semangat mendorong Angket adalah fraksi pendukung calon tertentu, atau lawan politik Ahok di Jakarta," ungkap Salang.
Dia pun menuturkan, semangat Angket seperti ini kurang baik. Sebab tujuannya tidak murni untuk menegakan aturan, tetapi lebih karena tujuan politik tertentu.
"Jika Ahok kalah dalam Pilkada Jakarta pasti Angket ini juga akan berhenti. Jika DPR RI bekerja seperti ini, dampaknya sangat buruk bagi institusi DPR, dan kepercayaan publik nantinya semakin hilang," kata Salang.
DPR RI Dipertanyakan
Pendapat senada disampaikan peneliti Formappi Lucius Karus. Ia memandang, beberapa fraksi di DPR mulai memanas terkait usulan hak angket Ahok, lantaran adanya tuntutan kemenangan yang diprediksi Pilkada DKI 2017 akan berlangsung dua putaran.
"Tuntutan kemenangan yang berimbas pada persaingan panas selama masa kampanye, membuat partisipasi anggota DPR dalam kampanye Pilkada kian intens. Padahal para anggota DPR ini pada saat bersamaan sedang dalam masa persidangan. Kesibukan mereka terlibat dalam kampanye selama masa persidangan membuat kinerja mereka bertambah buruk," tegas Lucius.
Menurut data Formappi, ia mengungkapkan, sepanjang Januari sampai Februari tak ada UU yang disahkan. Bahkan revisi UU MD3 yang hanya terkait beberapa pasal terbatas pun tak lagi kedengaran pembahasannya.
"Begitu pula revisi UU ASN. Sesekali hanya terdengar soal pembahasan RUU Pemilu namun juga belum menunjukkan kemajuan berarti. Saya kira kinerja legislasi yang berantakan itu karena pada saat bersamaan hampir semua anggota DPR terlibat sebagai tim pemenangan paslon Pilkada 2017 ini," tutur Lucius.
Sementara terkait fungsi pengawasan, ia melanjutkan, tak ada yang luar biasa terhadap kinerja pemerintah pusat. Isu pengawasan soal tenaga kerja asing menguat begitu saja.
"Yang justru muncul adalah isu-isu pengawasan yang motivasinya lebih banyak didorong oleh aktivitas politik anggota DPR sebagai Tim Sukses paslon Pilkada. Saya melihat kemunculan wacana hak angket terkait status Ahok tak lepas dari aktifitas anggota DPR sebagai politisi parpol yang tengah bertarung memperebutkan kursi gubernur DKI I," pungkas Lucius.
Hak angket ini untuk mempertanyakan status gubernur yang masih dijabat Ahok, sementara dia juga berstatus terdakwa kasus dugaan penistaan agama.
Saat usulan hak angket tersebut diberikan kepada pimpinan DPR, Senin 13 Februari kemarin, jumlah anggota yang sudah membubuhkan tanda tangan sebanyak 90 orang.
Advertisement