Liputan6.com, Jakarta KPK mengungkapkan ada delapan saksi yang akan dihadirkan dalam sidang kasus korupsi e-KTP hari ini. Para saksi itu dihadirkan untuk mengungkap tahapan pengadaan proyek yang telah merugikan negara Rp 2,3 triliun ini.
"Senin, 10 April 2017 adalah sidang kedelapan kasus korupsi e-KTP dan akan masuk pada tahap pengadaan proyek. Direncanakan ada delapan saksi," ujar juru bicara KPK Febri Diansyah saat dikonfirmasi, Jakarta, Senin (10/4/2017).
Baca Juga
Delapan saksi tersebut, satu orang dari Kementerian Keuangan, satu dari BPPT, satu dari LKPP, satu dari Kemendagri, satu dari Kemenlu, dan tiga orang dari pihak swasta dari perusahaan berbeda.
Advertisement
Mereka adalah Direktur Keuangan Ditjen Anggaran Kementerian Keuangan Sambas Maulana, Presiden Direktur PT Avidcs Crestec Interindo Wirawan Tanzil, Asisten Chief Engineer BPPT Meidy Layooari, Direktur Penanganan Permasalahan Hukum LKPP Setiya Budi Arijanta.
Selain itu, juga Direktur Jendral Dukcapil Kemendagri F.X. Garmaya Sabarling, Business Development Manager PT Hewlett Packard Indonesia Berman Jandry S Hutasoit, Wiraswasta Home Industry Jasa Electroplating Dedi Prijono, dan PNS pada Pusat Komunikasi Kementerian Luar Negeri Kristian Ibrahim Moekmin.
Dalam beberapa persidangan sebelumnya, KPK membahas proses penganggaran, sedangkan sidang kasus korupsi e-KTP hari ini, jaksa akan menggali informasi terkait proses pengadaan megaproyek tersebut.
KPK telah menetapkan dua terdakwa dalam kasus ini yakni Direktur Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Dukcapil) Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) Irman dan Pejabat Pembuat Komitmen pada Dukcapil Kemendagri Sugiharto.
Atas perbuatannya, Irman dan Sugiharto didakwa berdasarkan Pasal 2 ayat (1) atas Pasal 3 UU Nomor 31 Tahun 1999, sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
KPK juga telah menetapkan pengusaha Andi Agustinus alias Andi Narogong sebagai tersangka dalam perkara tersebut. Andi disangkakan Pasal 2 ayat (1) atas Pasal 3 UU Nomor 31 Tahun 1999, sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Korupsi, jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP jo Pasal 64 ayat (1) KUHP dengan ancaman pidana penjara maksimal 20 tahun denda paling banyak Rp 1 miliar.
Sementara ada satu lagi tersangka terkait kasus korupsi e-KTP ini. Dia adalah mantan anggota Komisi II DPR 2009-2014 Fraksi Partai Hanura Miryam S Haryani. Dia disangka melanggar Pasal 22 juncto Pasal 35 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999, sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.