Keluar dari Penjara, Residivis Malah Buka Pabrik Sabu Kualitas Dunia

Bukannya insaf dan memulai hidup lebih baik, dia malah menyewa rumah untuk mengoperasikan pabrik sabu dengan kualitas dunia.

oleh Pramita Tristiawati diperbarui 09 Agu 2018, 04:11 WIB
Diterbitkan 09 Agu 2018, 04:11 WIB
Pengchun, pemilik pabrik shabu di Cipondoh, Kota Tangerang merupakan residifis yang baru selesai menjalani masa hukuman akibat kasus serupa pada 2010. Dia membangun pabrik rumahan dengan menghasilkan sabu berkualitas impor.
Bukannya insaf dan memulai hidup lebih baik, dia malah menyewa rumah untuk mengoperasikan pabrik sabu dengan kualitas impor.

Liputan6.com, Tangerang - Pengchun (56), residivis narkoba ini baru keluar dari hotel pradeo pada 3 tahun lalu. Namun, bukannya insaf dan memulai hidup lebih baik, dia malah menyewa rumah untuk mengoperasikan pabrik sabu dengan kualitas impor.

Tepatnya di tahun 2010, Pengchun dijebloskan Polres Metro Jakarta Barat dengan kasus penyalahgunaan narkoba jenis sabu. Kemudian menjalani masa hukumannya sampai 2015, namun kembali bertemu aparat dari Polres Metro Jakarta Barat dengan kasus serupa, namun kali ini dia membuat sendiri sabunya.

Dia meracik sendiri sabu itu. Meski dalam satu rumah yang dikontraknya di daerah Cipondoh Kota Tangerang bersama keluarganya, Pengchun meracik tanpa bantuan keluarga. 

Kapolres Metro Jakarta Barat Kombes Pol Hengki Haryadi mengatakan, awalnya dia ditangkap karena kasus narkotika, namun setelah dibebaskan dari penjara dia justru membuat sabu kualitas dunia. 

"Jadi zaman tersangka dibebaskan dari penjara pada 2015, memang sabu-sabu kualitas impor itu sudah ditemukan, maka dari itu justru tersangka ini makin mahir dan bisa menciptakan sabu kualitas dunia," tutur Hengki, di lokasi kejadian di Perum Metland Jalan Kateliya Elok II nomor 1 B, Cipondoh, Kota Tangerang, Rabu (8/8/2018).

Tersangka pun mengaku hanya mengandalkan tutorial dari internet dalam membuat sabu. Pengchun berhasil meracik berbagai obat-obatan generik yang dijual bebas di pasaran, menjadi sabu kualitas super. 

"Dia ini membangun lab lebih canggih dengan menggunakan bahan baku yang ada di pasaran secara bebas. Ephedrin Diekstrak menjadi sabu dan kualitasnya sama dengan sabu-sabu yang ada selama ini, yang biasa ditangkap dari luar negeri," ujar Hengki.

 

Sehari Produksi 100 Gram

Sebab menurut tersangka, sabu sangat sulit masuk ke Indonesia bila diimpor dari luar negeri. Bahkan, kata Hengki, Phengchun mengaku akan memperlebar sayap usahanya dalam waktu dekat bila telah sukses. 

"Bayangkan, sehari itu dia produksi 100 gram, satu gramnya dia hargai Rp 700 ribu. Dalam sebulan dia bisa produksi 1.5 kilo sampai 2 kilogram sabu," tutur Hengki.

Barang haram tersebut hanya dijual di wilayah Jakarta dan Tangerang, itupun dijual sendiri tanpa perantara kurir. Pasalnya, kualitas sabu yang diciptakan Phengchun ini lebih bagus dari sabu lokal yang beredar di Indonesia.

Sementara, Kabid Narkobafor, Puslabfor Bareskrim Kombes Sodiq Pratomo mengatakan, kadar Methaphitamin yang dihasilkan sabu milik Phengchun 60 - 70 persen, sedangkan normalnya di pasaran hanya 40 - 50 persen. 

"Dia menggunakan metode red fosfor yakni menggunakan bahan baku Ephedrin yang terkandung di obat yang dijual di pasaran," ujarnya.

Dari hasil penggerebekan tersebut, didapatkan 3.200 butir efidrin, 5.000 butir tablet berwarna putih, satu kilogran Ephedrin, 13 boks plastik soda api seberat 3.796 gram, dua botol warna coklat berisi yodium seberat 1.000 gram.

Atas tindakannya, Phengcun disangkakan Pasal 113 ayat (1) subsider Pasal 114 ayat (2) UU Nomor 35 Tahun 2009 tentang narkotika. Dengan ancaman hukuman kurungan seumur hidup atau 20 tahun. 

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya