Liputan6.com, Jakarta - Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) tahun 2023 menulai polemik. Hal itu dikarenakan PPDB sistem zonasi tersebut banyak yang dirasa tidak sesuai dengan persyaratan.
Hal tersebut pun turut ditanggapi Wakil Ketua Umum Partai Garuda Teddy Gusnaidi.
"Lagi ramai kasus PPDB sistem zonasi, ada orang yang jarak rumah dari sekolah tidak masuk zonasi, tapi diakal-akali bisa masuk. Ada yang masuk dalam zonasi, tidak masuk. Karena lagi ramai, lalu Kemendikbud akan membuat Satgas Pemantauan," ujar Teddy melalui keterangan tertulis, Minggu (23/7/2023).
Advertisement
Teddy menilai, yang seharusnya dibuat itu bukan Satgas Pemantauan, tetapi fokus membenahi sekolahnya.
"Akal-akalan itu terjadi karena ada kebutuhan yang sangat manusiawi. Karena mayoritas orang tua pasti tidak ingin menyekolahkan anaknya ditempat yang tidak nyaman, ini belum bicara soal kualitas pengajarannya ya," ucap dia.
Menurut dia, contoh hal yang paling mendasar saja, orang tua tidak mau sekolahkan anaknya di tempat yang rawan tawuran.
Selain itu, lanjut Teddy, orang tua yang ekonominya menengah kebawah pun akan berupaya agar anaknya sekolah ditempat yang nyaman walaupun jaraknya lebih jauh.
"Yang ekonomi menengah dan menengah ke atas tentu, selain akan mencari sekolah yang nyaman juga kualitas pengajaran untuk anaknya. Ini hal yang manusiawi," terang dia.
Jadi, lanjut Teddy, solusinya bukan mengawasi terkait kecurangan PPDB sistem zonasi, tetapi harus memastikan bahwa sekolah di setiap daerah tersedia sesuai kebutuhan di zona tersebut, harus membuat program keamanan untuk menghindari bahaya yang mengancam siswa dan terakhir harus membuat program peningkatan kualitas pengajaran sekolah.
"Jika 3 hal itu tidak dilaksanakan, maka akal-akalan PPDB akan tetap ada. Akal-akalan itu dilakukan bukan karena mereka jahat tapi itu dilakukan karena kebutuhan, karena mereka ingin anak-anaknya mendapatkan pendidikan yang layak, aman dan nyaman. Ini murni kebutuhan. Jadi membuat satgas pemantauan bukan jalan keluar," jelas Teddy.
Â
Kisruh PPDB 2023, Jokowi: Selesaikan Baik-Baik di Lapangan
Sebelumnya, Presiden Joko Widodo atau Jokowi menyebut sejumlah permasalahan penerimaan peserta didik baru (PPDB) tahun 2023 memang terjadi di semua daerah. Namun, dia menekankan agar permasalahan itu dapat diselesaikan dengan cara yang baik.
"Masalah lapangan selalu ada di semua kota, kabupaten, maupun provinsi ada semuanya, tapi yang paling penting diselesaikan baik-baik di lapangan," jelas Jokowi dikutip dari siaran pers, Kamis 20 Juli 2023.
Dia menegaskan pentingnya mengutamakan kepentingan anak-anak Indonesia untuk dapat mengenyam pendidikan di sekolah. Menurut Jokowi, pemerintah baik pusat maupun daerah harus memastikan anak-anak mendapatkan kesempatan tersebut.
"Anak-anak kita harus diberikan peluang seluas-luasnya untuk memiliki pendidikan yang baik dan setinggi-tingginya," katanya.
Â
Advertisement
Menko Muhadjir Soal Kisruh Sistem Zonasi PPDB: Silakan Diubah ke yang Lama Kalau Sudah Tidak Cocok
Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK) RI Muhadjir Effendy menegaskan bahwa kecurangan yang muncul dalam pelaksanaan penerimaan peserta didik baru atau PPDB sistem zonasi bukan karena kesalahan sistemnya.
"Kalau kecurangan numpang kartu keluarga (KK) itu kan bukan salahnya sistem, tapi pengawasannya yang tidak jalan," kata Muhadjir seusai menutup Seminar National Cooperative Summit 2023 di SMA Muhammadiyah 1 Kota Yogyakarta, Sabtu 22 Juli 2023.
Menurut Muhadjir, untuk mencegah kecurangan, pemerintah daerah semestinya dapat mengantisipasi dengan merencanakan dan memetakan jumlah kursi di sekolah negeri, enam bulan sebelum pelaksanaan PPDB.
Ia mencontohkan jumlah kursi saat PPDB SMP mendatang seharusnya sudah dapat dihitung berdasarkan jumlah siswa yang saat ini duduk di bangku kelas 6 SD di zona setempat.
"Paling tidak enam bulan sebelumnya. Tidak hanya mendadak karena intake-nya sudah jelas yang mau masuk SMP itu kan anak kelas 6 SD di zona itu yang harus diprioritaskan," ujar dia.
Â
Jangan Salahkan Sistemnya
Muhadjir menilai sistem zonasi sejatinya lebih bagus dibandingkan kembali pada sistem lama yang telah melahirkan banyak masalah seperti pemalsuan nilai hingga jual beli kursi.
"Nanti balik kompetisi bebas, siapa yang punya duit, sebagian memang karena pintar, sebagian karena punya jabatan. Kan dulu wakil rakyat banyak yang dapat kuota, punya kursi, punya hak memasukkan siapa saja di sekolah yang disebut favorit," kata dia.
Bahkan, menurut dia, belajar dari sistem lama guru juga ikut berlomba-lomba untuk dapat mengajar di sekolah negeri favorit.
Muhadjir menuturkan pemberlakuan sistem zonasi memiliki semangat perbaikan, terutama untuk menghilangkan fenomena "kastanisasi" sekolah negeri.
"Ada sekolah-sekolah tertentu yang diperebutkan habis-habisan sementara ada sekolah yang sama sekali tidak mendapatkan perhatian. Itu yang dulu kita hilangkan dengan basis zonasi," ujar dia yang dilansir dari Antara.
Lebih lanjut, menurut Muhadjir, kebijakan itu juga bertujuan mewujudkan pemerataan kualitas pendidikan di berbagai daerah.
"Kalau sampai sekarang masih ada pandangan orang tua berebut sekolah tertentu ya berarti jangan salahkan sistemnya, yang salah itu mestinya pemerintah daerahnya kenapa sudah enam tahun kok belum bisa menciptakan pemerataan pendidikan di tempatnya," kata Muhadjir Effendy.
Meski demikian, Muhadjir menyatakan tidak masalah apabila ada sebagian pihak yang menilai kebijakan zonasi perlu dievaluasi atau bahkan diganti.
"Kalau mau kembali ke sistem lama silakan. Kalau menurut saya perbaikilah sistem yang ada ini, silakan diubah kalau sudah tidak cocok dan memang seharusnya begitu, harus selalu ada evaluasi dan perbaikan," kata dia.
Dia menekankan bahwa munculnya sistem zonasi bukanlah keputusan pemerintah secara sepihak, melainkan berdasar hasil kajian Balitbang Kemendikbud serta rekomendasi dari ombudsman.
"Jadi bukan perorangan, sehingga kalau memang mau dihilangkan silakan tapi juga harus melalui prosedur yang benar. Tidak ada klaim bahwa itu (sistem zonasi) karya siapa," ujar Muhadjir.
Advertisement