Harapan Lahirnya Budaya Tertib di MRT Jakarta

MRT Jakarta akan dioperasikan pada Maret 2019 dan digadang-gadang menjadi transportasi berbasis rel paling modern.

oleh Ika Defianti diperbarui 30 Okt 2018, 09:47 WIB
Diterbitkan 30 Okt 2018, 09:47 WIB
Gerbong Kereta MRT Tiba di Lebak Bulus
Bagian kepala kereta Mass Rapid Transit (MRT) melintas di Depo MRT Lebak Bulus, Jakarta, Kamis (12/4). 12 gerbong kereta MRT yang dikirim dari Jepang akhirnya mendarat seluruhnya di atas rel kereta depo Lebak Bulus. (Liputan6.com/Arya Manggala)

Liputan6.com, Jakarta - Mass Rapid Transit (MRT) Jakarta akan dioperasikan pada Maret 2019 dan digadang-gadang menjadi transportasi berbasis rel paling modern. Untuk pertama kalinya, Indonesia akan memiliki kereta bawah tanah yang melayani penumpang secara komuter.

Keberadaan MRT tidak hanya memenuhi dari segi infrastruktur, tapi juga memastikan adanya integrasi yang baik antarmoda transportasi di Jakarta. Seperti halnya di negara-negara lainnya, yakni Jepang, Korea Selatan, Singapura, ataupun Malaysia.

Bahkan berjalan kaki telah menjadi budaya ataupun kebiasaan di berbagai negara tersebut. Budaya itu pun menjadi kekaguman Widya Handayani, salah satu karyawan perusahan alat musik asal Jepang yang beroperasi di Cibitung, Kabupaten Bekasi. Tiga tahun yang lalu ketika tinggal di Shizuoka, Jepang, Widya mengaku keheranan saat perjalanan bersama temannya menuju Stasiun Hamamatsu.

Bersih dan rapi menjadi kata-kata yang diingatnya. Trotoar pun bersih tanpa ada pedagang kaki lima (PKL) ataupun asongan. Widya menyatakan, warga yang tinggal di Negara Sakura harus menggunakan bus ataupun rela berjalan kaki menuju stasiun. Ketika memasuki stasiun, warga yang tidak buru-buru langsung berdiri di tangga bagian kiri. Sebab bagian kanan disediakan untuk penumpang yang terburu-buru.

Seperti halnya naik kereta commuter line di Indonesia, sebelum memasuki kawasan menunggu kereta, calon penumpang harus memilih tiket seperti nice pass, Toica, ataupun Suica. Sedangkan isi ulang kartu juga dapat dilakukan pada vending machine tiket yang ada.

"Kalau ini sama kayak di Indonesia sih ada e-money atau kartu yang bisa diisi ulang di stasiun. Harga tiketnya sendiri berbeda sesuai jarak," kata Widya kepada Liputan6.com, Minggu, 29 Oktober 2018.

Untuk kawasan concourse, tidak semua stasiun menjualkan makanan. Kata dia, hanya kawasan pusat bisnis atau perkantoran saja. Akan tetapi, beberapa vending machine khusus makanan atau minuman tersedia di setiap stasiun.

Kekagumannya bertambah kala di peron menunggu kereta. Saat kereta tiba, waktu kedatangan sangat tepat seperti yang ditetapkan. Kemudian, antrean langsung terbelah dua dengan mendahulukan penumpang turun. Dia mengaku tidak menemukan penumpang naik dan turun kereta saling bertabrakan ataupun saling mengumpat.

Setelah itu, penumpang yang menunggu di peron dapat memasuki kereta dengan rapi dan mengantre. Suasana di dalam kereta juga membuat Widya bergumam. Karena jauh berbeda dengan suasana di kereta listrik yang biasa dia jumpai di tanah air. Tak ada warga Jepang yang berisik ketika di dalam kereta, bahkan untuk mengangkat telepon genggam pun mereka segan.

Sementara itu untuk penyandang disabilitas, Widya menyebut tidak ada pembeda dengan kereta yang sering ditumpanginya dari Bekasi ke Jakarta. Yakni, disediakan bangku khusus dan biasanya tidak akan ditempati warga biasa.

"Dan mereka ada pelayanan gratis tiket kereta untuk kaum manula. Jadi kayak ada kartu khusus yang saat ditapping enggak perlu bayar," jelasnya.

 

Saksikan video pilihan di bawah ini:

Harapan untuk MRT Jakarta

Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi meninjau proyek pembangunan MRT di Depo Lebak Bulus, Jakarta Selatan. (Dwi Aditya Putra/Merdeka.com)
Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi meninjau proyek pembangunan MRT di Depo Lebak Bulus, Jakarta Selatan. (Dwi Aditya Putra/Merdeka.com)

Sedangkan untuk rencana pengoperasian MRT Jakarta, Widya mengharapkan adanya sistem yang lebih tertata nantinya. Mulai dari kapasitas penumpang setiap kereta dapat dikontrol, ketetapan keberangkatan, dan kedatangan kereta.

Tak hanya itu, sosialisasi mengenai penggunaan dan cara isi ulang tiket sangat diperlukan. Sehingga dapat tercipta budaya tertib layaknya negara Jepang dan dapat dirasakannya di Jakarta.

"Semoga masyarakat bisa lebih memilih untuk naik MRT dan bisa mengurangi macet di Jakarta," ucap Widya.

Pihak PT MRT Jakarta pun mempunyai harapan yang sama saat pengoperasian sudah berjalan. Kesiapan publik atau masyarakat menjadi hal yang difokuskan MRT Jakarta jelang pengoperasian. Kesiapan tersebut guna penyesuaian kebiasaan masyarakat ketika menggunakan MRT.

Sekretaris Perusahaan MRT Jakarta Tubagus Hikmatullah mengharapkan perilaku menganggu pengguna lainnya tidak akan terjadi. Misalnya, antrean penumpang ketika memasuki kereta MRT, di mana harus mendahulukan penumpang yang turun terlebih dahulu.

Apalagi, MRT Jakarta telah menyediakan platform screen door (PSD) atau pintu tepi peron untuk mempermudahkan penumpang yang naik membentuk barisan. Sehingga usai penumpang turun, langsung dapat masuk secara bergantian. Lalu, ada pula percakapan yang terlalu keras dengan sesama penumpang dapat menganggu kenyamanan di dalam kereta.

"Menelepon atau menggunakan telepon ketika berjalan. Malah saya pernah melihat di KRL ada yang video call, jadi semua pembicaraan didengar bareng-bareng," kata Hikmatullah di Wisma Nusantara, Jakarta Pusat beberapa waktu lalu.

Selanjutnya, larangan makan dan minum di dalam kereta juga harus dipahami, sehingga tidak meninggalkan sampah ataupun kaleng kosong. Kemudian mengenai tata cara duduk di dalam kereta yang tidak semuanya sendiri. Tak hanya itu, untuk perempuan adanya sikap menggangu seperti menggunakan kosmetik ketika kereta berjalan.

"Dengan desain yang nyaman, tidak ada alasan bagi masyarakat untuk tidak tertib ketika menjadi pengguna kereta," papar dia.

 

Strategi MRT Jelang Pengoperasian

Melihat Perkembangan Proyek MRT Stasiun Bundaran Hotel Indonesia
Pekerja mengecek kondisi rel kereta MRT di Stasiun Bundaran HI, Jakarta, Senin (25/6). Untuk diketahui proyek MRT Jakarta fase I adalah dari Stasiun Lebak Bulus hingga Bundaran HI. (Liputan6.com/Helmi Fithriansyah)

Guna mendukung hal itu, Hikmatullah mengaku pihaknya telah melakukan beberapa strategi guna masyarakat mau menggunakan transportasi umum. Trotoar merupakan fasilitas pendukung bagi pengguna transportasi umum.

Oleh sebab itu, PT MRT Jakarta mendukung program Pemprov DKI dalam melakukan peremajaan trotoar di sekitar stasiun MRT. Sehingga masyarakat mulai terbiasa berjalan kaki menuju transportasi publik terdekat. Salah satunya yaitu trotoar Jalan Sudirman-Thamrin.

Semenjak direvitalisasi pada akhir 2017, trotoar tersebut berukuran 8-12 meter sehingga tampak lebar dan nyaman untuk pejalan kaki. Awalnya trotoar hanya berukuran 3-5 meter saja.

"Sekarang trotoar sudah mulai rapi, kapan itu kita telah mengundang teman-teman disabilitas untuk mencoba menggunakannya," ujar Hikmatullah.

Tak hanya itu, pihak MRT bersama Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan telah meresmikan pembangunan kawasan transit terpadu atau transit oriented development (TOD) di kawasan Dukuh Atas, dekat Stasiun Sudirman, Jakarta Pusat. Kawasan tersebut saat ini telah dilakukan pembangunan dengan pembuatan kawasan pedestrian menuju Stasiun Kereta Sudirman.

Nantinya, lokasi itu akan menggabungkan berbagai moda transportasi seperti MRT, Light Rail Transit (LRT), kereta commuter line, Transjakarta, kereta bandara, hingga angkutan umum lainnya.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Tag Terkait

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya