Liputan6.com, Jakarta Nama Fahri Hamzah semakin dikenal publik sejak perseteruannya dengan PKS, partai yang mengantarkannya ke kursi DPR. Pria kelahiran Utan, Sumbawa, Nusa Tenggara Barat pada 10 Nopember 1971 silam ini merupakan pendiri sekaligus ketua umum pertama organisasi Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia (KAMMI).Â
Baca Juga
Fahri Hamzah dikenal sebagai politisi ulung yang kerap menyuarakan argumennya lewat media sosial. Pria 47 tahun ini juga sering mengkritik kebijakan pemerintah lewat akun media sosialnya yang selalu ramai oleh respon publik.
Advertisement
Politisi yang satu ini kerap menjadi perbincangan publik karena peryataan-pernyataannya yang kontroversi, terutama jika menyangkut pemerintahan Presiden Joko Widodo. Melalui media sosial pribadinya, Fahri Hamzah kerap menyampaikan kritik pedas.
Sosok asal Nusa Tenggara Barat ini sudah menjabat sebagai Wakil Ketua Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) sejak tahun 2014 silam. Lulusan Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia ini menjabat sebagai anggota legislatif dari Partai Keadilan Sejahtera (PKS).
Tak hanya perdebatan saja, perseteruan Fahri Hamzah dengan PKS sampai ke meja pengadilan. Setelah kursinya berkali-kali terancam, Fahri Hamzah akhirnya memenangkan gugatan yang diajukan PKS untuk melengserkan Fahri dari kursinya. Namun, perseteruan antara Fahri Hamzah vs PKS yang terjadi tak hanya sekali ini nampaknya cukup menyita perhatian publik.
Kronologi Perseteruan Fahri Hamzah vs PKS Hingga di Pengadilan
Perseteruan Fahri Hamzah dan PKS berawal saat Majelis Tahkim PKS memecat Fahri pada 11 Maret 2016. Fahri dipecat dari seluruh jenjang jabatan di kepartaian. Hal itu dilanjutkan dengan penandatanganan SK pada 1 April 2016 oleh Presiden PKS Sohibul Iman terkait keputusan Majelis Tahkim tersebut.
Namun dengan pemecatan itu, Fahri tidak terima. Fahri kemudian menggugat PKS ke pengadilan. Dalam gugatannya di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Fahri menuntut PKS membayar ganti rugi materiil Rp 1,6 juta dan imateriil senilai lebih dari Rp 500 miliar. Adapun pihak-pihak yang digugat adalah Presiden PKS Shohibul Iman, Ketua Dewan Syariah Surahman Hidayat, Wakil Ketua Dewan Syuro Hidayat Nur Wahid, Abdul Muis dan Abi Sumaid.
Gugatan Fahri kemudian dikabulkan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan pada 14 November 2016. Pengadilan juga mewajibkan PKS juntuk membayar Rp 30 miliar kepada Fahri.
Perseteruan tak berhenti. Atas putusan pengadilan itu, PKS mengajukan banding ke Pengadilan Tinggi Jakarta. Namun upaya PKS gagal dan kalah lagi. Hingga akhirnya PKS mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung. Di Mahkamah Agung, ternyata permohonan PKS ditolak. Perkara itu pun mengantongi Nomor 607 K/PDT.SUS-Parpol/2018. Berkas ini diputus pada 30 Juli dengan susunan ketua majelis kasasi Takdir Rahmadi dengan anggota Nurul Elmiyah dan I Gusti Agung Sumantha.
Hingga Januari 2019, perseteruan Fahri Hamzah dan PKS nampaknya belum menemukan titik terang. Pasalnya, meskipun Fahri berhasil memenangkan kasasi atas gugatan PKS terhadap pemecatan dirinya, Fahri melalui kuasa hukumnya mendesak agar petinggi PKS melaksanakan putusan pengadilan yang mewajibkan bayar ganti rugi Rp 30 miliar.
Dengan ditolaknya permohonan kasasi PKS, maka kedudukan Fahri Hamzah tetap sah sebagai kader PKS, Anggota DPR RI dan Wakil Ketua DPR RI. Selain itu, MA juga menolak seluruh dalil yang diajukan oleh PKS terkait dengan gugatan kerugian immaterial yang dialami Fahri.
Karena rentetan persoalan itu, Fahri meyakini citra PKS akan rusak jelang Pemilu Serentak 2019 mendatang. Bahkan, dia memperkirakan PKS tidak akan lolos ke parlemen jika masalah ini berlarut-larut.
Sementara itu, kuasa hukum PKS, Zainudin Paru menyatakan, secara prinsip, pihaknya akan mematuhi hukum sambil terus mencari keadilan dan kebenaran hakiki melalui upaya hukum luar biasa atau Peninjauan Kembali (PK).
Advertisement
Fahri Laporkan Presiden PKS Soal Pencemaran Nama Baik
Perseteruan Fahri Hamzah dengan Presiden PKS Sohibul Iman terus berlanjut hingga menyeret Ketua Majelis Syuro PKS, Salim Segaf Al Jufrie. Dalam kasus ini, Fahri Hamzah melaporkan Sohibul Iman atas dugaan pencemaran nama baik perihal pernyataan Sohibul tentang kronologi pemecatan dirinya yang dianggap telah merusak citranya.
Pada Oktober 2015, Fahri Hamzah diminta mundur dari posisinya sebagai Wakil Ketua DPR menjadi bagian dari Badan Kerjasama Antar-Parlemen DPR. Merespon permintaan Sohibul, Fahri meminta waktu untuk membuat keputusan. Namun, selang dua bulan, tidak ada niat Fahri untuk mengambil jabatannya di BKSAP.
Menyusul keputusan Fahri, pada April 2016, beredar kabar bahwa Presiden PKS mengajukan pemecatan Fahri dari kursinya di DPR. Kabar ini secara tidak langsung dibenarkan oleh Fahri Hamzah melalui cuitannya di sosial media.
Fahri Kerap Jadi Kontroversi
Di balik beredarnya surat pemecatan, pada tahun-tahun sebelumnya Fahri kerap menebarkan kontroversi. Seperti saat Ketua Umum KAMMI pada 1998 yang ikut menentang rezim Soeharto itu, mengusulkan pembubaran Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Usulan pembubaran lembaga antikorupsi itu muncul, saat Fahri berbicara pada rapat konsultasi pimpinan DPR dengan pimpinan KPK pada 3 Oktober 2011 silam.
Fahri juga pernah bersitegang dengan penyidik KPK, ketika ingin menggeledah salah satu ruangan Fraksi PKS di DPR. Fahri mempersoalkan rombongan penyidik KPK yang membawa anggota Brimob bersenjata laras panjang‎.
Advertisement
Menang, Fahri Ucap Syukur
Fahri Hamzah bersyukur bisa kembali menang melawan PKS. Melalui akun twitter pribadinya, Fahri mengungkapkan rasa syukurnya itu. "Terima kasih doanya. Saya malah baru dapat berita dari media. Saya akan ketemu lawyer siang ini," kata Fahri.
Meski begitu, Fahri tetap menginginkan jalan damai dengan PKS. "Sampai hari ini ketika Mahkamah Agung telah merilis pengumuman keputusan menolak kasasi pimpinan PKS maka mental saya tetap islah. Tuntunan agama meminta kita selalu mengusahakan perbaikan (Islah) sampai detik terakhir. Dan saya merasa telah mengupayakan," jelasnya.
Â
Reporter: Yunisda Dwi Saputri