Begini Konstruksi Jaksa Terlibat Perkara Dugaan Suap Lelang Proyek Yogyakarta

KPK menyatakan, kasus ini berawal ketika Dinas PUPKP Kota Yogyakarta melaksanakan lelang pengerjaan rehabilitasi saluran air hujan.

oleh Nanda Perdana Putra diperbarui 20 Agu 2019, 20:27 WIB
Diterbitkan 20 Agu 2019, 20:27 WIB
OTT Jaksa di Yogyakarta
Wakil Ketua KPK Alexander Marwata (kanan) didampingi Jubir Febri Diansyah memberikan keterangan kepada wartawan tentang operasi tangkap tangan di Yogyakarta dengan barang bukti uang Rp100 juta ketika konferensi pers di Gedung KPK, Jakarta, Selasa (20/8/2019). (merdeka.com/Dwi Narwoko)

Liputan6.com, Jakarta - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan tiga orang sebagai tersangka kasus dugaan suap lelang proyek pada Dinas Pekerjaan Umum, Perumahan, dan Kawasan Permukiman (PUPKP) Kota Yogyakarta Tahun Anggaran 2019. Dua di antaranya merupakan jaksa di Yogyakarta dan Surakarta.

Wakil Ketua KPK Alexander Marwata menyampaikan, kasus ini berawal ketika Dinas PUPKP Kota Yogyakarta melaksanakan lelang pengerjaan rehabilitasi saluran air hujan di Jalan Supomo, dengan pagu anggaran sebesar Rp 10,89 miliar.

Proyek tersebut dikawal oleh Tim Pengawal, Pengamanan Pemerintah dan Pembangunan Daerah (TP4D) Kejaksaan Negeri Yogyakarta.

"Dikawal oleh tim TP4D dari Kejaksaan Negeri Yogyakarta, salah satu anggota Tim TP4D ini adalah ESF (Eka Safitra)," tutur Alexander di Gedung KPK, Kuningan, Jakarta Selatan, Selasa (20/8/2019).

Menurut Alexander, Eka Safitra memiliki kenalan sesama jaksa di Kejaksaan Negeri Surakarta bernama Satriawan Sulaksono (SSL). Satriawan lah yang mengenalkan Eka kepada Gabriella Yuan Ana (GYA), Direktur Utama PT Manira Arta Rama Mandiri yang juga mengikuti lelang proyek di Dinas PUPKP tersebut.

"Eka bersama pihak-pihak dari PT Manira Arta Rama Mandiri yaitu Direktur Utama Gabriella, Direktur Novi Hartono (NVA) dan Komisarisnya, melakukan pembahasan langkah-langkah agar perusahaan tersebut dapat mengikuti dan memenangkan lelang," jelas dia.

Hal tersebut, lanjut Alexander, dilakukan dengan cara menentukan syarat-syarat yang harus dipenuhi untuk mengikuti lelang, besaran Harga Perkiraan Sendiri (HPS), maupun besaran harga penawaran yang disesuaikan dengan spesifikasi atau persyaratan yang dimiliki oleh perusahaan milik GYA. Selain itu, ditentukan juga berapa perusahaan yang akan digunakan untuk mengikuti lelang.

Kemudian, Eka selaku tim TP4D mengarahkan Kepala Bidang Sumber Daya Air Dinas PUPKP Yogyakarta Aki Lukman Nor Hakim (ALN) untuk menyusun dokumen lelang dengan memasukkan syarat Sistem Manajemen Kesehatan dan Keselamatan Kerja (SMK3) dan penyediaan Tenaga Ahli K3.

"ESF mengarahkan masuknya syarat tersebut untuk membatasi jumlah perusahaan yang dapat mengikuti lelang, sehingga perusaaan GYA bisa memenuhi syarat dan memenangkan lelang," ujar Alexander.

Saksikan video pilihan di bawah ini:


Komitmen Fee

OTT Jaksa di Yogyakarta
Petugas menunjukkan barang bukti hasil OTT saat konferensi pers di Gedung KPK, Jakarta, Selasa (20/8/2019). KPK menyita uang Rp100 juta terkait kasus suap lelang Proyek pada Dinas Pekerjaan Umum, Perumahan, dan Kawasan Permukiman (PUPKP) Kota Yogyakarta TA 2019. (merdeka.com/Dwi Narwoko)

Gabriella, Novi, dan satu orang lagi berinisial NAA, kemudian menggunakan bendera perusahaan lain yaitu PT Widoro Kandang (PT WK) dan PT Paku Bumi Manunggal Sejati (PT PBMS) untuk mengikuti lelang proyek rehabilitasi Saluran Air Hujan di Jalan Supomo pada Dinas PUPKP Kota Yogyakarta.

Penawaran yang diajukan oleh perusahaan-perusahaan GYA pun mendapat peringkat 1 dan 3 pada penilaian lelang. Pada tanggal 29 Mei 2019, PT WK diumumkan sebagai pemenang lelang dengan nilai kontrak Rp 8,3 miliar.

Setelahnya, para pihak terkait diduga menyepakati komitmen fee sebesar 5 persen dari nilai proyek.

Alexander mengatakan, terdapat tiga kali realisasi pemberian uang. Pertama, pada 16 April 2019 sebesar Rp 10 juta, kemudian 15 Juni 2019 sebesar Rp 100.870.000 yang merupakan realisasi dari 1,5 persen dari total komitmen fee secara keseluruhan, dan pada 19 Agustus 2019 sebesar Rp 110.870.000 atau 1,5 persen dari nilai proyek yang juga bagian dari tahapan memenuhi realisasi komitmen fee secara keseluruhan.

"Sedangkan sisa fee 2 persen direncanakan akan diberikan setelah pencairan uang muka pada minggu keempat bulan Agustus 2019," terang Alexander.

Hanya saja, sebelum sisa 2 persen fee itu direalisasikan, KPK melakukan operasi tangkap tangan pada Senin 19 Agustus 2019 atau pada saat pembayaran 1,5 persen fee atau sebesar Rp 110.870.000.

Penyidik pun mengamankan uang tersebut dari tangan Eka di kediamannya yang diserahkan menggunakan kantong plastik hitam.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya