Liputan6.com, Jakarta - Penelitian dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Syamsuddin Haris menilai, tidak ada yang bisa melumpuhkan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) jika hanya satu pemimpin KPK yang melakukannya.
Menurut dia, sistem kepemimpinan di KPK adalah kolektif kolegial. Di mana ada lima pimpinan yang mempunyai suara yang sama terkait suatu kebijakan di internal lembaga antikorupsi itu.
Baca Juga
"Akan ditentukan oleh empat wakil pimpinan. Kalau empat pimpinan itu di jalan yang benar mungkin Firli akan berhadapan dengan mereka," kata Haris saat dihubungi Liputan6.com, Jakarta, Jum'at (13/9/2019).
Advertisement
Di samping itu, lanjut Haris, akan sulit pula melawan resistensi dari internal pegawai di KPK yang sudah terbangun budaya antikorupsi.
Selain itu, Haris juga meminta Presiden Joko Widodo atau Jokowi untuk mengawal revisi undang-undang KPK. Menurutnya, jika UU KPK itu direvisi sebagaimana sesuai keinginan DPR, siapa pun pimpinannya KPK tetap tidak bisa berkutik.
Namun, kata dia, sejauh ini Jokowi sudah dengan baik tidak menuruti kemauan DPR yang hendak merevisi poin penting dalam UU KPK. Dalam konteks ini, Haris menilai Jokowi patut diapresiasi mengambil langkah tersebut.
"Firli pun tidak bisa berbuat apa-apa kalau undangan-undangnya secara substansi masih sama," ucapnya.
Â
Saksikan Video Pilihan Berikut Ini:
Firli Jadi Ketua KPK
Irjen Firli Bahuri diketahui terpilih menjadi Ketua KPK periode 2019-2023. Anggota Polri itu bahkan memperoleh suara tertinggi. Ia mendapatkan suara bulat dari 56 anggota Komisi Hukum DPR yang ikut voting.
Pimpinan Komisi III DPR, Aziz Syamsudin menyatakan seluruh anggota Komisi III sepakat memilih Firli Bahuri sebagai ketua baru KPK.
"Menyepakati untuk menjabat pimpinan ketua KPK masa bakti 2019-2023 sebagai ketua adalah Firli Bahuri," kata Aziz di Gedung DPR, Jakarta, Jumat (13/9/2019) dini hari.
Dengan demikian, Firli Bahuri akan didampingi 4 pimpinan KPK lainnya yaitu Nawawi Pomolango, Lili Pintauli Siregar, Nurul Ghufron dan Alexander Marwata.
Advertisement