Liputan6.com, Jakarta - Peraturan Menteri Agama (Permenag) Nomor 29 tahun 2019 tentang majelis taklim menuai pro kontra. Untuk itu Wakil Presiden Ma'ruf Amin memanggil Menteri Agama Fachrul Razi di kantornya, Jalan Merdeka Utara, Senin (9/12/2019).
Dalam pertemuan tersebut, dijelaskan bahwa Kementerian Agama akan mengharuskan majelis taklim mendaftar tetapi hal tersebut tidak diwajibkan.
Baca Juga
"Intinya Kementerian Agama itu akan mendaftar majelis-majelis taklim untuk pelayanan dan pembinaan, tetapi memang tidak harus atau tidak wajib," kata Ma'ruf di kantornya, Jalan Merdeka Utara, Kamis (11/12/2019).
Advertisement
Ma'ruf menjelaskan jika majelis tersebut terdaftar nantinya pihak kementerian agama akan memberikan pelayanan dan pembinaan. Jika tidak terdaftar, kata dia tidak tidak mendapatkan pelayanan.
"Ya enggak ada masalah, tapi tidak dapat pelayanan dan tidak dapat pembinaan, karena tidak mau," ungkap Ma'ruf.
Dia juga menjelaskan majelis taklim yang tidak terdaftar juga masih boleh beraktifitas. Kecuali kata dia, jika ada melanggar tetap dihukum.
"Ya bolehlah, kecuali melanggar, itu ada urusannya sendiri. Tapi tidak memperoleh pembinaan dan pelayanan, jadi sehingga daftar tetap berjalan, dan tidak harus menimbulkan kontroversi," ungkap Ma'ruf.
Saksikan video di bawah ini:
Muhammadiyah Sebut Menag Berlebihan
Ketua Umum PP Muhammadiyah Haedar Nasir menilai, peraturan Menteri Agama agar seluruh majelis taklim di Indonesia didaftarkan sebagai aturan yang berlebihan.
"Tonggak sejarah ini kita deklarasikan dengan negara Pancasila sebagai hasil kesepakatan bersama. Majelis taklim untuk pendaftaran dan macam-macam tetapi kebijakan itu kalau dikaitkan dengan radikalisme itu memang berlebihan tidak nyambung juga," ucap Haedar di kantornya, di kawasan Menteng, Jakarta Pusat, Rabu (4/12/2019).
Menurut Haidar bila pendataan Majelis Taklim dikaitkan dengan isu radikalisme nantinya malah akan menimbulkan stigma atau membangun asumsi di masyarakat bahwa agama Islam menjadi sumber dari radikalisme.
"Problem radikalisasi yang punya potensi intoleran, kekerasan dan membenarkan kekerasan ekstrem maka muaranya jangan satu institusi. Kalau satu institusi yang ada di umat Islam apalagi majelis taklim itu nantikan asumsinya oh berarti umat Islam menjadi sumber dari radikalisme," sambung Haedar.
Reporter: Intan Umbari Prihatin
Sumber: Merdeka
Advertisement