Istana: RUU Ketahanan Keluarga Terlalu Menyentuh Ranah Pribadi

Dini menuturkan, hingga kini pemerintah belum menerima draf RUU Ketahanan Keluarga dari DPR.

oleh Lizsa Egeham diperbarui 21 Feb 2020, 16:52 WIB
Diterbitkan 21 Feb 2020, 16:52 WIB
Staf Khusus Presiden Bidang Hukum Dini Purwono
Staf Khusus Presiden Bidang Hukum Dini Purwono (Liputan6/Lizsa Egeham)

Liputan6.com, Jakarta - Staf Khusus Presiden Bidang Hukum Dini Purwono menilai Rancangan Undang-Undang (RUU) Ketahanan Keluarga usulan DPR terlalu menyentuh ranah pribadi. RUU ini diketahui dihujani kritik di media sosial dan menjadi kontroversi.

"Saya enggak tahu sih, tapi katanya ada pasal yang mewajibkan anak laki-laki perempuan pisah kamar. Terlalu menyentuh ranah pribadi," ujar Dini di Kantor Sekretariat Kabinet Jakarta, Jumat (21/2/2020).

DPR akan memasukkan draf RUU Ketahanan Keluarga dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Prioritas 2020. Dini menyebut pemerintah akan menyampaikan pendapat mengapa RUU ini mengurusi urusan privat rumah tangga.

"Setiap undang-undang kan pasti ada pembahasan juga sama pemerintah kan. Nanti kita akan pertanyakan juga apa segitunya negara masuk ke ranah privat. Itu kan hak asasi manusia. Jangan sampai juga inkonstitusional," jelasnya.

Dini menuturkan, hingga kini pemerintah belum menerima draf RUU Ketahanan Keluarga dari DPR. Dalam pembahasannya, dia berharap agar RUU tersebut tak melanggar hak asasi manusia.

"Kan ujung-ujungnya kita musti lihat sesuai konstitusi kan. Kalau sampai dianggap itu melanggar hak asasi manusia, ya inkonstitusional lah," kata Dini.

RUU ini diusung oleh lima anggota DPR lintas fraksi, mereka adalah Ledia Hanifia (PKS), Netty Prasetyani (PKS), Endang Maria Astuti (Golkar), Sodik Mujahid (Gerindra) dan Ali Taher (PAN). RUU ini dinilai alat negara untuk mencampuri ruang-ruang privat warga negara.

RUU Ketahanan Keluarga telah menjalani proses harmonisasi pertama di Baleg DPR RI pada 13 Februari 2020.

 

Saksikan video pilihan di bawah ini:

Jual Beli Sperma

Selain Pasal 25, pasal lain yang disorot misalnya Pasal 32 di mana mengatur pelarangan surogasi untuk memperoleh keturunan. Bahkan dikenakan pidana pada Pasal 141 dan 142.

Pada RUU tersebut, juga terdapat larangan jual beli sperma dan larangan mendonor atau menerima donor sperma. Diatur dalam Pasal 31 dan diatur juga pidananya dalam Pasal 139 dan 140.

RUU ini juga mengatur seksualitas. Pada Pasal 86, 87 dan 88 diatur keluarga dapat melaporkan penyimpangan seksual dan harus direhabilitasi. Penyimpangan seksual itu dijelaskan berupa, sadisme, masokisme, homosex dan incest.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya