Amnesty International Indonesia: Tuntutan Penyerang Novel Cederai Keadilan

Menurut Usman, insiden yang menimpa Novel Baswedan bukan hanya soal teror, tetapi juga masalah serius yang mengancam kelanjutan pelaksanaan agenda reformasi di Indonesia.

oleh Nanda Perdana PutraYopi Makdori diperbarui 12 Jun 2020, 11:09 WIB
Diterbitkan 12 Jun 2020, 11:09 WIB
Amnesty International Indonesia Dorong Pemerintah Buka Arsip Tragedi 65
Direktur Amnesty International Indonesia Usman Hamid (kiri) menyampaikan keterangan bersama IPT 65 di Jakarta, Jumat (20/10). Rilis terkait Indonesia perlu membuka arsip tragedi 65 pasca diungkapnya dokumen Amerika. (Liputan6.com/Helmi Fithriansyah)

Liputan6.com, Jakarta Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia, Usman Hamid mempertanyakan tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU) dalam persidangan kasus penyerangan penyidik senior Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Novel Baswedan.

"Tuntutan JPU di Kejati DKI terhadap penyerang Novel Baswedan jelas mencederai rasa keadilan di negara ini. Pelaku, yang bisa saja membunuh Novel, tetap dikenakan pasal penganiayaan, sementara Novel harus menanggung akibat perbuatan pelaku seumur hidup," tutur Usman dalam keterangannya, Jumat (12/6/2020).

Menurut Usman, insiden yang menimpa Novel Baswedan bukan hanya soal teror, tetapi juga masalah serius yang mengancam kelanjutan pelaksanaan agenda reformasi di Indonesia. Khususnya, dalam bidang pemberantasan korupsi dan penegakan HAM.

"Pelaku kunci harus diungkap. Kasus-kasus high profile yang menyasar pembela HAM seperti penyerangan Novel Baswedan ini mengingatkan kita akan kasus Munir, motif yang terungkap di pengadilan juga sama, dendam pribadi. Ada kesan kasus dipersempit dengan hanya menjaring pelaku di lapangan, bukan otaknya," jelas dia.

Usman membandingkan dengan tuntutan hukuman yang dialami tahanan hati nurani Papua. Untuk sesuatu yang dilindungi oleh hukum nasional dan internasional, mereka malah terancam hukuman hingga belasan tahun.

"Mereka tidak bersenjata, melakukan perbuatan secara damai, tapi justru dibungkam. Pelaku penyerangan Novel justru sebaliknya, bersenjata dan jelas melakukan kekerasan, namun ancaman hukumannya sangat ringan," ucap Usman

"Hukum menjadi dipertanyakan dan keseriusan Indonesia untuk meneggakan HAM juga turut dipertanyakan," Usman menandaskan.

Saksikan Video Pilihan Berikut Ini:

Tuntutan 1 Tahun Penjara

Setahun Peristawa Penyiraman, Novel Baswedan Datangi KPK
Penyidik KPK Novel Baswedan usai menggunjungi gedung KPK, Jakarta, Rabu (11/4). Novel Baswedan selesai menjalani perawatan di rumah sakit Singapura yang kedua hingga kini kasus penyiraman air keras genap satu tahun. (Merdeka.com/Dwi Narwoko)

Sebelumnya, jaksa penuntut umum menutut Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Utara menjatuhkan hukuman penjara 1 tahun terhadap dua terdakwa penyerangan air keras terhadap Novel Baswedan, yaitu Rahmat Kadir Mahulette dan Ronny Bugis.

Jaksa menyebut, para terdakwa terbukti secara sah dan meyakinkan menurut hukum bersama-sama melakukan penganiayaan berat yang dilakukan dengan rencana terlebih dahulu sehingga menyebabkan Novel mengalami luka berat.

Perbuatan itu dilakukan karena terdakwa menganggap Novel telah mengkhianati institusi Polri.

"Menuntut supaya majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Utara menjatuhkan pidana terhadap terdakwa selama 1 tahun dengan perintah supaya terdakwa tetap ditahan," ucap Jaksa dalam tuntutannya.

Dalam pertimbangannya, jaksa menyebut hal yang memberatkan bagi para terdakwa adalah perbuatan mereka telah mencederai kehormatan institusi Polri.

Sedangkan hal  yang meringankan mereka belum pernah dihukum dan mengakui perbuatannya, kooperatif dalam persidangan, dan telah mengabdi sebagai anggota Polri selama 10 tahun.

Pembacaan surat tuntutan terhadap kedua terdakwa dilakukan secara terpisah. Rahmat Kadir Mahulette dan Ronny Bugis terbukti melanggar Pasal 353 ayat (2) KUHP Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. 

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya