PPDB Online 2020, Ketika Teknologi Jadi Penentu Nasib Sekolah Anak

Banyak di antara orangtua siswa yang belum sepenuhnya mengerti dan paham dengan sistem Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) 2020.

oleh Devira Prastiwi diperbarui 17 Jun 2020, 06:29 WIB
Diterbitkan 17 Jun 2020, 06:29 WIB
Memantau Pendaftaran PPDB DKI Jalur Zonasi
Petugas melayani pendaftaran Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) Jalur Zonasi di SMA Negeri 21, Jakarta, Senin (24/6/2019). Pendaftaran PPDB DKI Jakarta Jalur Zonasi SMP-SMA dibuka pada 24-26 Juni 2019 mulai pukul 08.00-16.00 WIB. (merdeka.com/Iqbal Nugroho)

Liputan6.com, Jakarta - Tahun ajaran baru akan segera dimulai. Pada tahun ajaran kali ini, ada rasa yang berbeda jika dibandingkan dengan tahun sebelumnya.

Bagaimana tidak, pada awal tahun ajaran baru saja sudah dirasa berat bagi para orangtua siswa. Hal itu dikarenakan mereka kebingungan menghadapi bagaimana menghadapi kenormalan baru atau new normal di masa pandemi Corona Covid-19.

Banyak di antara orangtua siswa yang belum sepenuhnya mengerti dan paham dengan sistem Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) 2020.

PPDB 2020 diprediksi akan berlangsung dengan banyak kendala. Masalah teknologi menjadi salah satu penyebab. Karena tanpa disadari, belum semua wilayah di Indonesia 'melek' dengan kemajuan zaman.

Beberapa di Pulau Jawa, mayoritas sudah menjalani proses PPDB secara online atau daring. Mereka memiliki infrastruktur teknologi memadai. Pertengahan Juni 2020 ini bahkan pendaftaran PPDB 2020 sudah dimulai.

PPDB secara luring (offline) kemungkinan masih akan berlangsung. Harus disadari tidak semua orangtua siswa melek teknologi, terutama di daerah.

Hal tersebut pun menjadi dilema. Pada satu sisi mereka ingin anaknya sekolah, namun di sisi lain harus tetap menjaga kesehatan.

Kondisi itu dirasakan betul Andreas Tambah, Pengamat Pendidikan dari Komnas Pendidikan. Menurut dia, tidak masalah bila PPDB 2020 masih ada wilayah melaksanakan secara offline.

Andreas menyarankan perlu ada kesepakatan antara sekolah dan orangtua siswa tentang protokol kesehatan.

"Harus ada kesepakatan bersama yang tertulis resmi ya. Soalnya ini untuk keselamatan bersama juga," ujar Andreas kepada merdeka.com.

Andreas Tambah menilai, pandemi Covid-19 ini menyadarkan pemerintah jika sebagian daerah di Indonesia masih terbelakang.

Bahkan beberapa daerah belum bisa mengakses internet maupun televisi dan radio. Dia pun meminta pemerintah harus berkonsentrasi penuh dalam hal tersebut.

Apalagi menurut Andreas, pandemi Covid-19 ini tidak akan selesai dalam satu tahun. Maka, kata dia, pemerintah harus siap untuk memajukan teknologi di seluruh wilayah Indonesia.

"Dulu Pak Jokowi pernah mengatakan semua wilayah harus terjangkau internet. Nah itu harus diwujudkan. Selanjutnya tv, radio, dan sebagainya juga harus bisa diakses di semua daerah. Itu dulu harus diwujudkan," kata Andreas.

 

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

Tak Paksakan Gunakan PPDB Online

Memantau Pendaftaran PPDB DKI Jalur Zonasi
Calon peserta didik baru saat menunggu orangtua mereka melakukan pendaftaran PPDB DKI Jalur Zonasi di SMA Negeri 21, Jakarta, Senin (24/6/2019). Pendaftaran PPDB DKI Jakarta Jalur Zonasi SMP-SMA dibuka pada 24-26 Juni 2019 mulai pukul 08.00-16.00 WIB. (merdeka.com/Iqbal Nugroho)

Pemerataan teknologi memang menjadi masalah tersendiri dalam PPDB 2020. Sehingga, setiap daerah disarankan tidak memaksakan untuk menggunakan PPDB secara online. Mereka harus memahami seberapa mampu infrastruktur teknologi dimiliki.

Pengamat Pendidikan Prof Arif Rahman Hakim mengingatkan agar pemerintah tetap fokus masalah kesehatan untuk urusan pendidikan.

Terkait PPDB, dia meminta agar penerapan disesuaikan kapasitas teknologi yang dimiliki tiap daerah.

"Diadakan sesuai kapasitas dan teknologi yang ada. Apakah di daerah itu bisa tatap muka atau tidak? Semua disesuaikan apa yang dikatakan dokter maupun ahli kesehatan," kata Arif kepada merdeka.com.

Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) sendiri memproyeksikan sebanyak 10,9 juta calon peserta didik Sekolah Dasar (SD), Sekolah Menengah Pertama (SMP), Sekolah Menengah Atas (SMA) dan Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) akan mengikuti program Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) tahun 2020.

Di tengah situasi Covid-19, Kemendikbud mengimbau agar PPDB tahun ini dilaksanakan dengan sistem dalam jaringan (daring) dan luar jaringan (luring).

Mengenai mekanisme tersebut Pemerintah Daerah dan sekolah dapat merujuk pada Surat Edaran Mendikbud Nomor 4 Tahun 2020, tentang Pelaksanaan Kebijakan Pendidikan dalam Masa Darurat Penyebaran Covid-19.

Sejauh ini sudah 14 provinsi yang akan melaksanakan PPDB secara daring antara lain DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, DI Yogyakarta, Sumatera Barat, Riau, Sumatera Selatan, Kalimantan Barat, Sulawesi Selatan, Bali, Nusa Tenggara Barat, Bangka Belitung, dan Kepulauan Riau.

Kemudian 19 provinsi yang melaksanakan PPDB secara daring dan luring antara lain Aceh, Sumatera Utara, Jambi, Lampung, Kalimantan Tengah, Kalimantan Selatan, Kalimantan Timur, Sulawesi Utara, Sulawesi Tengah, Sulawesi Tenggara, Nusa Tenggara Timur, Bengkulu, Maluku Utara, Banten, Gorontalo, Papua Barat, Sulawesi Barat, dan Kalimantan Utara.

 

Sistem Luring dan Daring

Memantau Pendaftaran PPDB DKI Jalur Zonasi
Petugas memverifikasi data calon peserta didik baru di SMA Negeri 21, Jakarta, Senin (24/6/2019). Pada hari pertama, lebih dari 750 calon peserta didik baru telah mendaftar di SMA Negeri 21. (merdeka.com/Iqbal Nugroho)

Plt Direktur Jenderal Pendidikan Anak Usia Dini, Pendidikan Dasar dan Pendidikan Menengah Hamid Muhammad menekankan, PPDB 2020 sebaiknya dilakukan secara daring. Walau harus disadari belum sepenuhnya bisa melakukan itu.

Untuk informasi bantuan teknis layanan PPDB daring, pemerintah daerah dan sekolah dapat mengakses laman https://ppdb.kemdikbud.go.id.

"Nantinya Tim Pusdatin Kemendikbud akan melakukan pendampingan secara daring kepada pemerintah daerah apabila terjadi kendala dalam penggunaan layanan aplikasi PPDB daring," kata Hamid.

Jika proses PPDB daring belum bisa terlaksana, maka harus dilakukan secara luring. Untuk kondisi ini, Kemendikbud hanya mengingatkan untuk tetap menggunakan prosedur dan protokol kesehatan yang ketat.

"Kalau PPDB luring masih dianggap tidak aman, bisa tanyakan ke ahli epidemiologi. Bagaimana cara PPDB yang lebih baik selain kedua cara yang saya sudah sebutkan," ujar Hamid kepada merdeka.com.

Usulan agar sistem luring mengirim dokument melalui kurir sempat muncul. Kemendikbud tidak mempermasalahkan cara tersebut. Mereka tetap fokus agar cara PPDB luring mengutamakan kesehatan dan tidak berkumpul di sebuah sekolah.

"Namun jika tidak bisa dikirim, maka harus tetap dateng ke sekolah," ungkap Staf Ahli Mendikbu Bidang Regulasi Pendidikan dan Kebudayaan, Chatarina Muliana Girsang.

Anggota Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP) Doni Koesoema menyebut, dalam PPDB prinsipnya sama dengan pembelajaran jarak jauh (PJJ).

Sejauh bisa dilakukan, sistem daring diutamakan. Sedangkan jika tidak bisa, sejauh mungkin diatur agar tidak terjadi kerumunan dengan mengatur jadwal daftar ke sekolah.

PPDB Luring sebaiknya dilakukan dalam kondisi di mana sama sekali tidak ada akses komunikasi. Bila berbagai macam teknologi komunikasi bisa dipergunakan maka metode daring bisa dipakai. Bila tidak, orangtua harus memilih sistem luring.

"Karena ini merupakan hak anak Indonesia untuk mendapatkan pendidikan. Sistem zonasi bisa diterapkan untuk sekolah negeri, PPDB hanya dilakukan antar sekolah dengan sepengetahuan orang tua," jelas Doni.

 

Reporter : Rifa Yusya Adilah

Sumber : Merdeka

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya