Liputan6.com, Jakarta - Koordinator Jaringan Gusdurian, Alissa Wahid menanggapi hasil survei dan riset SMRC terkait isu kebangkitan Partai Komunis Indonesia (PKI) yang terus bergulir setiap tahunnya.
Hasil dari survei mencatat bahwa 36 persen responden pernah mendengar pendapat bahwa saat ini sedang terjadi kebangkitan PKI di Indonesia. Sementara 64 persen mengaku tidak pernah mendengar hal tersebut
Dari 36 persen responden yang mendengar pendapat tersebut, 38,7 persen responden setuju dengan itu. Sementara 60,6 persen tidak setuju dan 0,7 persen tidak tahu atau tidak menjawab.
Advertisement
Hasil tersebut menunjukkan ada sekitar 14 persen dari populasi masyarakat yang setuju dengan pendapat bahwa saat ini sedang terjadi kebangkitan PKI di Tanah Air.
"Angka-angkanya stabil over time. Dibandingkan dengan penelitian survei-survei sebelumnya ternyata angkanya tidak jauh berbeda. Angkanya tidak jauh berbeda di seputaran 14 persen, 10 persen, 11persen, begitu-begitu saja," tutur Alissa seperti dilansir dari Saifulmujani.com, Sabtu (3/10/2020).
Menurut Alissa, 14 persen populasi masyarakat Indonesia yang setuju dengan isu kebangkitan PKI itu akan mudah sekali diprovokasi untuk menganggap bahwa PKI merupakan sebuah ancaman. Dan selalu baru muncul sekitar bulan Agustus-September atau mendekati Pilkada.
Atau untuk menstigma kelompok-kelompok masyarakat, terutama yang melakukan perlawanan. Seperti konflik agraria, konflik yang berkaitan dengan sengketa industri atau bisnis, dan kalau ada keterkaitannya dengan aparat keamanan, baik kepolisian mau pun TNI.
"Stabil itu artinya bisa kita baca, kita bunyikan datanya sebagai bahwa ini ternyata propaganda yang tidak begitu laku," jelas dia.
Saksikan video pilihan di bawah ini:
Memprihatinkan
Namun, Alissa melanjutkan, angka stabil yang dihasilkan survei juga bisa dibilang memprihatinkan. Karena artinya kelompok yang percaya isu kebangkitan PKI itu tidaklah berkurang.
Ada proses kontestasi ide gagasan restorative justice atau transisional justice yang diharapkan lebih menguat, malah mungkin kalah. Gerakannya belum cukup mengimbangi atau mengurangi 36 persen populasi tersebut.
"Dan juga ternyata pendidikan agama dan societal values, nilai-nilai masyarakat itu masih terlihat pengaruhnya. Jadi, saya antara lega dan sedih dengan hasil survei ini," Alissa menandaskan.
Survei dan Riset SMRC ini dilakukan dengan memilih sampel secara random dari populasi pemilih WNI berusia 17 tahun ke atas. Ada sebanyak 1203 responden yang diwawancara lewat tatap muka dan telepon.
Adapun margin of error survei tersebut kurang lebih 2,9 persen dengan tingkat kepercayaan 95 persen. Wawancara terakhir dilakukan pada 23-26 September 2020.
Advertisement