Hari Natal, Ketua KPK Ingatkan Pejabat Tak Terjebak Gratifikasi

Ketua KPK Firli Bahuri menyebut, berbagi kado telah menjadi budaya, salah satunya dalam Natal. Namun akan menjadi bahaya jika melibatkan pihak-pihak yang memiliki tujuan atau maksud tertentu.

oleh Nanda Perdana Putra diperbarui 25 Des 2020, 13:11 WIB
Diterbitkan 25 Des 2020, 13:10 WIB
KPK Beberkan Pengembangan Kasus Proyek Jalan di Bengkalis
Ketua KPK Firli Bahuri (kiri) menyampaikan keterangan terkait pengembangan kasus proyek jalan Bengkalis di Gedung KPK, Jakarta, Jumat (17/1/2020). Ada enam proyek jalan dengan nilai proyek sebesar Rp 2,5 triliun dan total kerugian negara sebesar Rp 475 miliar. (merdeka.com/Dwi Narwoko)

Liputan6.com, Jakarta - Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Firli Bahuri mengingatkan para pejabat negara dapat memahami esensi dari perayaan Hari Raya Natal, sehingga tidak terjebak dengan praktik rasuah berbalut gratifikasi.

"Saya ingatkan kepada rekan-rekan penyelenggara negara untuk tidak terjebak dalam praktik korupsi, suap-menyuap, atau gratifikasi seperti tukar menukar bingkisan atau kado yang biasanya terjadi menjelang atau saat peringatan hari besar agama, seperti Hari Natal," tutur Firli dalam keterangannya, Jumat (25/12/2020).

Firli menyebut, berbagi atau tukar menukar kado dan bingkisan memang telah menjadi budaya dalam perayaan keagamaan di Indonesia. Namun akan menjadi bahaya jika melibatkan pihak-pihak yang memiliki tujuan atau maksud tertentu.

"Pihak-pihak inilah yang memainkan taktik sinterklas, hanya memberi tak harap kembali, hingga telah banyak abdi negara yang tertipu daya hingga terjerembab dalam pusaran korupsi," jelas dia.

Bahkan, lanjut Firli, tidak sedikit aparatur negara yang malah mencari hingga meminta bingkisan mewah agar tampil glamor saat hari raya. Sementara dalam ajaran Nasrani dan Islam, kesederhaanan merupakan ajaran dan contoh yang dibawa oleh para utusan Tuhan.

"Semangat Natal seyogianya dapat memantik lebih dalam lagi sisi-sisi kemanusiaan kita, menggugah jiwa sosial sehingga dapat lebih berempati, peka dan peduli dengan kondisi saudara-saudara sebangsa, terutama dalam masa pandemi Covid-19 saat ini," tandas Ketua KPK ini.

11.669 Napi Dapat Remisi Khusus Natal, 195 Orang di Antaranya Bebas

Ilustrasi penjara (AFP)
Ilustrasi penjara (AFP)

Sementara itu, 11.669 napi pemeluk agama Kristen dan Katolik di seluruh Indonesia menerima remisi khusus Natal 2020. 195 orang di antaranya mendapatkan remisi khusus II atau dipastikan langsung bebas.

Direktur Jenderal Pemasyarakatan Kemenkumham, Reynhard Silitonga mengatakan, seluruh pemberian remisi Natal dilakukan secara daring melalui sistem basis data pemasyarakatan.

"Perlu dipahami juga bahwa pemberian remisi merupakan bentuk apresiasi yang diberikan negara bagi narapidana yang telah berusaha dan menunjukkan perubahan perilaku yang lebih baik," ujar Reynhard, seperti dilansir Antara, Jakarta, Kamis (24/12/2020).

Reynhard menjelaskan, dari 11.474 napi penerima remisi khusus I atau pengurangan sebagian, sebanyak 2.306 orang mendapatkan pengurangan masa pidana 15 hari, 7.254 orang memperoleh pengurangan satu bulan, 1.497 orang mendapat pengurangan satu bulan 15 hari, dan 417 orang memperoleh pengurangan dua bulan.

Saat ini, narapidana beragama Kristen dan Katolik yang tersebar di seluruh Indonesia berjumlah 22.246 orang.

Reynhard mengungkapkan napi penerima remisi khusus Natal terbanyak berasal dari Sumatera Utara dengan jumlah 2.152 narapidana, diikuti Nusa Tenggara Timur sebanyak 1.730 narapidana, dan Sulawesi Utara sebanyak 929 narapidana.

"Remisi Natal merupakan hak narapidana yang telah memenuhi syarat administratif dan substantif sesuai peraturan perundang-undangan. Namun remisi bukan sekadar pengurangan masa pidana, diharapkan juga dapat meningkatkan keimanan dan motivasi bagi narapidana untuk menjadi lebih baik," ucap Reynhard.

Sebagai informasi, hingga 15 Desember 2020, jumlah warga binaan di Indonesia sebanyak 247.017 orang, terdiri dari narapidana sebanyak 197.336 orang dan tahanan sebanyak 49.681 orang.

Remisi adalah pengurangan masa pidana yang diberikan kepada narapidana dan anak yang memenuhi syarat yang ditentukan dalam perundang-undangan.

Peraturan mengenai pemberian remisi terdapat dalam Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan, Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 32 Tahun 1999 tentang Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Hak Warga Binaan Pemasyarakatan, Perubahan Pertama: PP No. 28 Tahun 2006, Perubahan Kedua: PP Nomor 99 Tahun 2012, Keputusan Presiden No. 174 /1999 tentang Remisi dan Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Nomor 3 tahun 2018 tentang pemberian Remisi kepada Warga Binaan Pemasyarakatan.

Saksikan video pilihan di bawah ini:

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya