AMSI: Jurnalisme Data Itu Penting, Lawan Informasi Hoaks

Atmaji Sapto Anggoro mengungkapkan, jurnalisme data bukanlah hal baru dalam dunia jurnalistik.

oleh Dian Kurniawan diperbarui 17 Jul 2021, 05:27 WIB
Diterbitkan 17 Jul 2021, 05:27 WIB
Ketua Badan Pertimbangan dan Pengawas Asosiasi Media Siber Indonesia (AMSI) Atmaji Sapto Anggoro
Ketua Badan Pertimbangan dan Pengawas Asosiasi Media Siber Indonesia (AMSI) Atmaji Sapto Anggoro. (foto: tangkapan layar).

Liputan6.com, Jakarta Ketua Badan Pertimbangan dan Pengawas Asosiasi Media Siber Indonesia (AMSI) Atmaji Sapto Anggoro mengungkapkan, jurnalisme data bukanlah hal baru dalam dunia jurnalistik.

"Jurnalisme data sudah ada sejak 1858 saat seorang perawat pada perang Inggris di Krimea, dulu Uni Soviet sekarang Ukraina merilis data jumlah kematian dalam perang," kata dia dalam workshop jurnalisme data di era digital, yang digelar secara virtual oleh Perum Jasa Tirta (PJT) I, Jumat (16/7/2021).

Dewan pakar Ikatan Alumni (IKA) Sekolah Tinggi Ilmu Komunikasi (Stikosa) Almamater Wartawan Surabaya (AWS) ini mengatakan, dengan perkembangan dunia digital saat ini jurnalisme data masih menjadi hal penting.

"Saat ini banyak sekali informasi hoaks, missinformasi dan disinformasi melalui media sosial. Peran jurnalisme data ini sangat penting untuk bisa meng-counter informasi yang salah itu," jelas Atmaji.

Dia menjelaskan, di dalam jurnalisme data, kecepatan tidak menjadi hal penting karena akurasi data yang tepat menjadikan berita menjadi lebih kredibel.

"Yang dicari orang saat ini adalah kebenaran. Namun kebenaran tidak tunggal tapi bisa diadu fakta dan datanya. Cilaka buat seorang jurnalis jika tidak menyampaikan data yang benar," kata Atmaji.

 

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

Beri Apresiasi

Sementara itu, Direktur Utama PJT I, Raymond Valiant Ruritan mengapresiasi workshop yang diikuti wartawan dari Forum Jurnalis Peduli Sungai dari daerah Surabaya, Malang, Batu, Lamongan, Medan, dan Toba.

"Dunia jurnalistik tidak asing bagi saya. Dulu saya juga sempat hampir menjadi jurnalis pada tahun 90-an," katanya.

Ia bercerita pengalamannya pernah mendaftar menjadi kontributor The Jakarta Post. "Waktu itu tes pakai TOEFL minimal 500 dan saya 500 sekian dan dinyatakan lolos. Tapi saat itu saya memilih tidak melanjutkan dan memilih melanjutkan kuliah hingga bekarir di PJT I," ungkapnya.

Dengan pelbagai pengalaman di dunia jurnalistiknya itu, ia pun mengaku sangat mengapresiasi kerja wartawan dalam mencari informasi berita.

"Saya walaupun malam hari di WA atau ditelpon wartawan selalu saya balas. Saya paham wartawan kerja juga ada deadline. Jadi dengan workshop yang digelar ini, saya berharap bisa menambah ilmu bagi kawan-kawan jurnalis," ujarnya.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya