Liputan6.com, Jakarta - Presiden Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Ahmad Syaikhu memberi catatan atas kinerja pemerintah selama tahun 2021. Catatannya dibuka dengan menyinggung pidato kenegaraan Presiden Joko Widodo pada 16 Agustus 2021 lalu yang menyebut krisis, resesi dan pandemi seperti api.
"Presiden Republik Indonesia, Bapak Joko Widodo pernah mengatakan dalam pidato kenegaraannya pada 16 Agustus 2021 yang lalu. 'Krisis, resesi dan pandemi itu seperti api. Kalau bisa kita hindari. Tetapi jika hal itu tetap terjadi, banyak hal yang bisa kita pelajari. Api memang membakar tetapi juga sekaligus bisa menerangi. Dia menyakitkan tetapi juga menguatkan'," ungkap Syaikhu lewat pidato kebangsaannya, Kamis (30/12/2021).
Syaikhu setuju dengan ungkapan Jokowi tersebut karena bangsa harus ekstra hati-hati dan mawas diri. Dia mengingatkan peribahasa 'jangan pernah bermain-main dengan api nanti kamu akan terbakar. Dan jangan sekali-kali membiarkan api membakar, jika kamu tidak mampu memadamkannya'.
Advertisement
Dia melanjutkan, bangsa Indonesia pernah merasakan pahit dan sakitnya akibat krisis pandemi yang menimpa keluarga, karib dan kerabat. Di bulan Juli-Augustus 2021 gelombang Kedua Pandemi akibat varian Delta mengerek kasus Pandemi Covid-19 naik secara signifikan. Kasus kematian harian Indonesia bahkan sempat menduduki posisi puncak tertinggi di dunia, sebuah tragedi kemanusiaan yang memilukan.
Baca Juga
"Di hari-hari itu, kita semua merasakan kematian begitu sangat dekat dengan diri kita. Sistem kesehatan kita pun lumpuh, banyak pasien tak tertangani sehingga banyak korban meninggal ditemukan di rumah-rumah mereka karena Rumah Sakit sudah tidak mampu menanganinya," ucapnya.
"Kisah pilu itu jangan sampai terulang kembali. Pemerintah harus menjadikan itu catatan penting sebagai antisipasi gelombang berikutnya di masa mendatang," tuturnya.
Dia mengatakan, bangsa patut bersyukur saat ini kasus Covid-19 menurun signifikan dan sudah berhasil melewati fase kritikal gelombang kedua kasus Covid-19. Namun, harus tetap waspada dan ekstra hati-hati, tidak boleh lengah sedikitpun dengan keberhasilan sementara ini.
"Bukankah ledakan kasus seringkali terjadi ketika kita justru lengah dengan semakin menurunnya kasus?," ucapnya.
Syaikhu mengungkapkan, Kementerian Kesehatan RI menyampaikan bahwa saat ini sudah ada 46 kasus Covid-19 varian Omicron yang ditangani akibat transmisi dari luar negeri. Kemenkes RI juga mengkonfirmasi bahwa sudah ditemukan 1 kasus Omicron transmisi lokal.
"Fakta-fakta ini harus menjadi peringatan bagi Pemerintah dan kita semua untuk lebih berhati-hati dan tetap berdisiplin dalam menerapkan protokol kesehatan," ucapnya.
** #IngatPesanIbu
Pakai Masker, Cuci Tangan Pakai Sabun, Jaga Jarak dan Hindari Kerumunan.
Selalu Jaga Kesehatan, Jangan Sampai Tertular dan Jaga Keluarga Kita.
#sudahdivaksintetap3m #vaksinmelindungikitasemua
Keputusan Mahkamah Konstitusi
Syaikhu lalu menyinggung berbagai isu dan keputusan politik yang penting dan krusial bagi hajat hidup masyarakat banyak. Pada bulan Oktober-November 2021, ada dua keputusan penting yang diambil oleh Mahkamah Konstitusi.
Pertama adalah Keputusan terkait Undang Undang Nomor 2 Tahun 2020 tentang Penetapan Perppu Nomor 1 tahun 2020 terkait Kebijakan Keuangan Negara dan Stabilitas Sistem Keuangan untuk Penanganan Pandemi COVID-19. Keputusan kedua adalah Keputusan tentang Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja.
Dia mengatakan, Mahkamah Konstitusi telah mengoreksi aspek materil dari UU Nomor 1 tahun 2020 terkait hak kekebalan hukum penyelenggara negara selama pandemi. Menurutnya, Keputusan ini sejalan dengan sikap politik PKS yang menentang hal tersebut dan PKS satu-satunya Fraksi yang menolak disahkannya Perpu Nomor 1 Tahun 2020.
Selanjutnya, Mahkamah Konstitusi juga memutuskan bahwa UU Cipta Kerja Inkonstitusional Bersyarat karena secara formil UU Cipta Kerja dipaksakan, melanggar prinsip negara hukum dan menabrak nilai-nilai demokrasi. Sikap PKS juga sejalan dan seirama dengan dengan putusan Mahkamah Konstitusi.
Dia berkata, dua keputusan Mahkamah Konstitusi tersebut menjadi pelajaran yang sangat berharga bagi bangsa Indonesia, khususnya bagi pemerintah. Di masa mendatang, dalam setiap penyusunan Rancangan Undang-Undang sudah seharusnya Pemerintah mendengarkan tuntutan dan harapan masyarakat.
"Pemerintah dan DPR RI harus merangkul harapan rakyat," ucapnya.
Angka Kemiskinan Meningkat
Syaikhu melanjutkan, pandemi Covid-19 yang sudah hampir dua tahun melanda negeri juga berdampak kepada ekonomi masyarakat. Pandemi membuat kondisi ekonomi masyarakat kecil semakin terhimpit dan sulit. Pandemi juga semakin memperlebar jurang pendapatan antara kelompok miskin dan kaya.
Selama pandemi, orang miskin bertambah 1,12 juta jiwa dari 26,42 juta jiwa di Maret 2020 naik menjadi 27,54 jiwa di Maret 2021. Jumlah pengangguran terbuka juga naik 350 ribu jiwa, dari 8,75 juta jiwa di Februari 2021 menjadi 9,1 juta jiwa di Agustus 2021.
"Pandemi juga telah telah mengakibatkan 30 juta UMKM gulung tikar dan 7 juta pekerja informal dari sektor UMKM kehilangan pekerjaan berdasarkan data dari Asosiasi UMKM Indonesia atau AKUMINDO," ucapnya.
Kata dia, semua data dan fakta tersebut mari kita jadikan pelajaran dan bahan refleksi bersama untuk dapat bangkit. Para pendiri bangsa telah meletakkan sila ke-5 Pancasila “Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia” sebagai pondasi terbangunnya rasa persatuan bangsa. Tanpa hadirnya rasa keadilan maka tak akan tumbuh rasa persatuan dan persaudaraan.
"Tanpa adanya rasa persatuan dan persaudaraan maka tak akan bertahan keberadaan Negara Kesatuan Republik Indonesia," ucapnya.
Advertisement
UU Cipta Kerja
Berikutnya,Syaikhu mengungkit UU Cipta Kerja dimana terburu-buru disahkan di tengah-tengah kondisi pandemi hanya untuk kepentingan sekelompok masyarakat.
Dia menyinggung soal fasilitas pajak untuk para pengusaha, potongan pajak korporasi, penghapusan pajak dividen, dan penghapusan pajak dengan tax amnesty. Kemudian, insentif perpajakan yang meringankan beban keuangan perusahaan dan bebaskan royalti untuk industri batu bara.
Dia menyebut, pemerintah juga enggan menaikan pajak ekspor untuk batubara yang seharusnya menjadi sumber tambahan besar bagi penerimaan negara di tengah defisit keuangan negara semakin memburuk.
Namun, keberpihakan pajak untuk rakyat dinilainya belum terwujud seperti Pemerintah Pajak Pertambahan Nilai. Pemerintah juga memasukan sembako, jasa pendidikan, jasa sosial dan keagamaan sebagai barang dan jasa kena pajak yang mana setiap waktu akan bisa dikenakan pajak.
Utang Pemerintah Membengkak
Berikutnya, Syaikhu mengungkap utang Pemerintah per September 2021 telah mencapai angka yakni Rp 6.711 triliun. Para ahli ekonomi memperkirakan pemerintahan selanjutnya mewariskan utang negara hingga mencapai angka Rp 10.000 triliun di akhir tahun 2024 nanti. Artinya, akan ada warisan tambahan utang negara lebih dari 7 ribu triliun.
"Siapa pun Pemimpin yang akan terpilih nanti di 2024, maka mereka akan mewarisi beban utang yang begitu besar. Utang negara yang besar tersebut akan menjadi penghambat bagi proses pembangunan nasional di masa yang akan datang," ucapnya.
Menurutnya, BPK dalam laporannya telah memperingatkan berulang kali bahwa kondisi utang negara sangat rentan karena melampaui seluruh standar yang ditetapkan lembaga-lembaga keuangan internasional. Risiko keuangan negara semakin rawan jika ada gejolak krisis ekonomi yang menimpa Indonesia. Maka APBN sebagai bantalan fiskal akan menjadi rapuh dan lemah.
"Masalah utang negara bukan hanya tentang kesinambungan dan kesehatan fiskal, tetapi juga tentang keadilan antargenerasi. Utang negara yang semakin membesar, biaya pokok dan bunganya akan ditanggung oleh generasi-generasi mendatang," ucapnya.
"Ini menimbulkan isu ketidakadilan fiskal. Generasi terdahulu yang berhutang namun yang membayar dan memikul bebannya adalah generasi muda di masa akan datang," kata Syaikhu.
RUU IKN
Berikutnya, Syaikhu menilai pemerintah tampak tergesa-gesa memaksakan kehendaknya untuk segera mengesahkan Rancangan Undang-Undang Ibu Kota Negara (IKN). RUU IKN tiba-tiba masuk merangsek dan menerabas tata aturan perundang-undangan MD3 dan Tata Tertib DPR RI dalam proses pembahasan.PKS memandang bahwa Pemindahan Ibu Kota Negara bukan agenda mendesak bangsa yang harus mendapat prioritas.
Menghapuskan persediaan BBM Premium dan Pertalite
Syaikhu menegaskan, bahwa PKS menolak rencana pemerintah yang akan menghapuskan persediaan BBM Premium dan Pertalite. Kebijakan penghapusan itu tentu akan semakin memberatkan rakyat kecil yang merupakan pengguna utama BBM premium dan pertalite.
PKS juga menyerukan agar Pemerintah dan Bulog memprioritaskan menyerap beras petani lokal. Dia ingin ajaran Bung Karno diterapkan menjadi Bangsa Indonesia berdiri dengan kaki sendiri. Berdaulat secara ekonomi, pangan dan energi.
Syaikhu juga meminta agar Pemerintah turun tangan menstabilkan gejolak harga sembako di pasar. Dia melihat akhir-akhir ini harga minyak goreng naik, telur, dan cabai rawit yang tidak wajar. Pemerintah harus turun ke lapangan melakukan operasi pasar agar harga menjadi stabil dan tidak memberatkan ekonomi masyarakat.
Kemunduran Demokrasi
Syaikhu berujar, bahwa sudah 22 tahun reformasi bergulir di Indonesia. Demokratisasi, desentralisasi, HAM dan good governance menjadi norma baru bagi kehidupan berbangsa dan bernegara Indonesia. Namun dalam perjalanan sejarah bangsa, norma-norma itu semakin memudar. Bahkan, di Era Pemerintahan saat ini demokrasi mengalami kemunduran.
Dia juga menyaksikan bahwa agenda nasional pemberantasan korupsi sedang mengalami tantangan. Konsolidasi demokrasi terancam semakin mundur jauh ke belakang ketika muncul wacana di DPR RI yang mengusulkan agar ada amandemen UUD NRI 1945 untuk memperpanjang jabatan Presiden Republik Indonesia.
"Gagasan perpanjangan jabatan Presiden adalah gagasan yang mengkhianati cita-cita reformasi dan demokrasi," pungkasnya.
Reporter: Genan Kasah/Merdeka.com
Advertisement