Disebut Kejagung Monopoli Tower Transmisi PLN, Bukaka: Hanya Dapat 11 Persen

Kejagung menyebut Asosiasi Pembangunan Tower Indonesia (Aspatindo) dan PT Bukaka diduga memonopoli tender proyek pengadaan tower transmisi PT PLN.

oleh Nanda Perdana Putra diperbarui 04 Agu 2022, 06:27 WIB
Diterbitkan 04 Agu 2022, 06:27 WIB
Gedung Bidang Tindak Pidana Khusus Kejaksaan Agung (Kejagung). (Liputan6.com/Muhammad Radityo Priyasmoro)
Gedung Bidang Tindak Pidana Khusus Kejaksaan Agung (Kejagung). (Liputan6.com/Muhammad Radityo Priyasmoro)

Liputan6.com, Jakarta - Kejaksaan Agung (Kejagung) menyebut Asosiasi Pembangunan Tower Indonesia (Aspatindo) dan PT Bukaka diduga memonopoli tender proyek pengadaan tower transmisi PT PLN. Hal itu diungkap dalam upaya pengusutan kasus dugaan tindak pidana korupsi pengadaan tower transmisi PT PLN tahun 2016.

Direktur Utama PT Bukaka Teknik Utama, Irsal Kamaruddin mengatakan bahwa pihaknya siap mengikuti proses penegakan hukum yang dijalankan Kejagung. Dia menyatakan, pihaknya sangat transparan dan menjunjung tinggi akuntabilitas sehingga tidak mungkin melakukan hal yang menyalahi aturan, termasuk melakukan aksi monopoli pengerjaan tower transmisi PLN.

"PT Bukaka mengikuti semua prosedur dari PLN dan aturan yang telah ditetapkan dalam Peraturan Presiden dan Peraturan Menteri yang berlaku dalam kegiatan pengadaan barang jasa pemerintah," tutur Irsal kepada wartawan, Rabu (3/8/2022).

Irsal menggambarkan, tahun 2016 PT PLN melakukan pengadaan tower listrik sebanyak 9085 set dari kebutuhan 120 ribu set untuk 46 ribu kilometer transmisi dalam rangka proyek listrik 35 ribu megawatt. Karena tower PLN standar dan bahan baku baja harus dari Krakatau Steel dengan harga yang sudah ditentukan, maka Kementerian Perindustrian dengan konsultasi PLN, BPKP, Aspatindo menetapkan harga jual per unit sesuai standar dengan Keputusan Menteri (Kepmen) Perindustrian No.15/M.Ind/Per/3/2016.

Proyek 35 ribu megawatt adalah Proyek Strategis Nasional (PSN) sesuai Perpres No. 3 tahun 2016 dan Perpres No. 4 tahun 2016 tentang Infrastruktur Ketenagalistrikan. Sebab itu, maka harus dipercepat dan sesuai dengan Perpres tentang Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah No. 54 tahun 2010 pasal 38 ayat 5a pun tidak perlu tender apabila ada harga standar dari pemerintah.

"Dalam penunjukan awal, pengadaan PLN mengundang 14 perusahaan rekanan, dari kebutuhan 9085 set, Bukaka mendapat 1.044 set atau 11,5 persen. Artinya Bukaka tidak melakukan monopoli walaupun ketua asosiasi adalah salah satu Direksi Bukaka. Karena presentase pekerjaan untuk Bukaka tidak sebesar yang dibayangkan. Dari semua proses pengadaan tersebut dapat dinilai, baik PLN dan rekanan telah bekerja sesuai aturan yang ada dan tidak ada kerugian negara, karena bahan baku dan harga jual sudah ditentukan harganya sehingga supplier hanya seperti tukang jahit," kata Irsal.

Usut Kasus Pengadaan Tower

Sebelumnya, Kejaksaan Agung (Kejagung) tengah mengusut kasus dugaan tindak pidana korupsi pengadaan tower transmisi PT PLN tahun 2016. Dalam perkara tersebut, Asosiasi Pembangunan Tower Indonesia (Aspatindo) dan PT Bukaka diduga memonopoli tender proyek pengadaan tower transmisi PT PLN.

"Ada memang dugaan ke sana (monopoli). Tapi nanti kita dalami dulu kasus ini," tutur Direktur Penyidikan Jampidsus Kejagung Supardi di Kejagung, Kamis (28/7/2022).

Menurut Supardi, Direktur Operasional PT Bukaka merupakan Ketua Aspatindo berinisal SH. Namun begitu, dia enggan menegaskan nama jelas dari sosok tersebut.

"Ya Aspatindo kan dikelola. Dia tuh Aspatindo orang Bukaka lah. Vendor juga. Itu kan ada sekian anggota, jadi Bukaka ini juga jadi vendor juga. Ya ada relevansinya toh (ke Bukaka), orangnya di situ," jelas dia.

Supardi menyatakan, penyidik masih terus bekerja mendalami kasus dugaan korupsi pengadaan tower transmisi PT PLN itu. Dia memastikan akan ada waktunya pemeriksaan menyasar ke pihak Aspatindo dan PT Bukaka.

"Ya nanti (diperiksa), sabar," Supardi menandaskan.

 

 

* BACA BERITA TERKINI LAINNYA DI GOOGLE NEWS

Tetapkan Tersangka

Kejagung menaikkan status kasus dugaan korupsi pengadaan tower transmisi PT PLN tahun 2016 dari tahap penyelidikan ke penyidikan. Hal itu berdasarkan Surat Perintah Penyidikan Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus Nomor: Print- 39/F.2/Fd.2/07/2022 tanggal 14 Juli 2022.

"Menaikkan status penanganan perkara dugaan tindak pidana korupsi dalam pengadaan tower transmisi tahun 2016 pada PT PLN (persero) ke tahap penyidikan," tutur Kapuspenkum Kejagung Ketut Sumedana dalam keterangannya, Senin (25/7/2022).

Menurut Ketut, posisi kasus dalam perkara tersebut yakni bahwa PT PLN pada tahun 2016 memiliki kegiatan pengadaan tower sebanyak 9.085 set tower dengan anggaran pekerjaan Rp 2.251.592.767.354.

"Dalam pelaksanaan PT PLN (persero) dan Asosiasi Pembangunan Tower Indonesia (ASPATINDO) serta 14 Penyedia pengadaan tower pada tahun 2016 telah melakukan perbuatan melawan hukum atau menyalahgunakan kewenangan, kesempatan, atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan, dalam proses pengadaan tower transmisi PT PLN (persero), yang diduga menimbulkan kerugian keuangan negara," jelas dia.

Ketut mengatakan, pihaknya telah melakukan penyelidikan dan ditemukan peristiwa atas dugaan tindak pidana korupsi dalam pengadaan tower tahun 2016 pada PT PLN, yaitu lewat adanya fakta-fakta, perbuatan melawan hukum atau menyalahgunakan kewenangan, kesempatan, atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan.

"Seperti dokumen perencanaan pengadaan tidak dibuat, juga menggunakan Daftar Penyedia Terseleksi (DPT) tahun 2015 dan penyempurnaannya dalam pengadaan tower, padahal seharusnya menggunakan produk DPT yang dibuat pada tahun 2016 namun pada kenyataannya DPT 2016 tidak pernah dibuat," kata Ketut.

 

Proses Pengadaan

Kemudian, PT PLN dalam proses pengadaan selalu mengakomodir permintaan dari ASPATINDO, sehingga mempengaruhi hasil pelelangan dan pelaksanaan pekerjaan yang dimonopoli oleh PT Bukaka, sebab Direktur Operasional PT Bukaka merangkap sebagai Ketua ASPATINDO. Kemudian, PT Bukaka dan 13 Penyedia Tower lainnya yang tergabung dalam ASPATINDO telah melakukan pekerjaan dalam masa kontrak yaitu Oktober 2016 sampai dengan Oktober 2017 dengan realisasi pekerjaan sebesar 30 persen.

"Selanjutnya, pada periode November 2017 sampai dengan Mei 2018 penyedia tower tetap melakukan pekerjaan pengadaan tower tanpa legal standing yang kondisi tersebut memaksa PT PLN (persero) melakukan addendum pekerjaan pada bulan Mei 2018 yang berisi perpanjangan waktu kontrak selama 1 tahun," ujarnya.

PT PLN (persero) dan pihak penyedia, lanjut Ketut, juga melakukan adendum kedua untuk penambahan volume dari 9085 tower menjadi kurang lebih 10 ribu set tower dan perpanjangan waktu pekerjaan sampai dengan Maret 2019, dikarenakan alasan pekerjaan belum selesai.

"Ditemukan tambahan alokasi sebanyak 3 ribu set tower di luar kontrak dan addendum," terang Ketut.

Adapun sejauh ini penyidik telah melakukan serangkaian tindakan berupa penggeledahan, yang bertempat di tiga titik lokasi yakni PT Bukaka, rumah, dan apartemen pribadi milik SH.

"Dalam kegiatan penggeledahan tersebut, penyidik memperoleh dokumen dan barang elektronik terkait dugaan tindak pidana dalam pengadaan tower transmisi di PT PLN (persero)," Ketut menandaskan.

INFOGRAFIS: Deretan Kasus Besar yang Sedang Ditangani Kejagung (Liputan6.com / Abdillah)
INFOGRAFIS: Deretan Kasus Besar yang Sedang Ditangani Kejagung (Liputan6.com / Abdillah)
Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya