Liputan6.com, Jakarta - Brigadir J alias Nopriansyah Yosua Hutabarat ternyata sempat mengucapkan kata terakhir sembari mengangkat kedua tangan saat detik-detik sebelum penembakan dilakukan oleh Bharada E yang diperintah langsung Ferdy Sambo.
Hal itu terungkap dalam dakwaan yang dibacakan Jaksa Penuntut Umum (JPU) dalam sidang atas terdakwa Ferdy Sambo di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan, pada Senin (17/10/2022).
Semua itu berawal dari niat jahat Ferdy Sambo yang telah merencanakan pembunuhan Brigadir J, dengan Bripka RR, Kuat Maruf, Putri Candrawathi, dan Bharada E di rumah dinas Komplek Perumahan Polri, Duren Tiga, Jakarta Selatan, Jumat (8/7).
Advertisement
"Saksi Ricky Rizal mengetahui kedatangan Terdakwa Ferdy Sambo yang hendak merampas nyawa dengan cara menembak korban Nopriansyah Yosua Hutabarat akan tetap saksi Ricky Rizal tetap tidak memberitahu korban," kata jaksa dalam dakwaan.
Dimana saat Brigadir J berada di taman halaman rumah dinas yang untuk melangsukan isolasi mandiri. Ferdy Sambo yang telah masuk lewat pintu lain bertemu dengan saksi Kuat Maruf di lantai satu.
"Saat itu Saksi Kuat Maruf melihat Ferdy Sambo dalam keadaan raut muka marah dan emosi, lalu dengan nada tinggi Ferdy Sambo mengatakan 'Wat, mana Ricky dan Yosua. panggil', disaat yang bersamaan Saksi Richard Eliezer yang mendengar suara Terdakwa Ferdy Sambo langsung turun ke lantai satu menemui Ferdy Sambo," katanya.
Saat itu Ferdy Sambo lantas menyuruh Bharada E untuk mengokang senjata Glock 17 yang didengar oleh Kuar Maruf sebagai tanda untuk memanggil Bripka RR dan Brigadir J yang ada di halaman depan rumah.
"Kejadian ini sekira pukul 17.12 Wib, dengan sigap dan tanggap keluar melalui pintu dapur menuju garasi dan menghampiri Saksi RICKY RIZAL WIBOWO yang berdiri dekat garasi di dekat bak sampah dengan mengatakan "Om... dipanggil Bapak sama Yosua," katanya.
Mendengar perkataan tersebut Bripka RR lantas mengajak Brigadir J untuk masuk ke dalam rumah. Tanpa curiga mereka berjalan masuk ke dalam rumah melewati garasi dan pintu dapur menuju ruang tengah dekat meja makan diikuti dan diawasi Kuat Maruf.
Dimana saat itu Kuat Maruf juga ternyata menyiapkan pisau di dalam tas selempangnya untuk berjaga-jaga apabila terjadi perlawanan dari Brigadir J disaat eksekusi nanti berlangsung.
Sesampainya di ruangan tengah dekat meja makan, Ferdy Sambo langsung memegang leher bagian belakang Brigadir J lalu didorong ke depan sehingga posisi tepat berada di depan tangga dengan posisi saling berhadapan.
Ketika Bharada E yang sudah tepat berada di samping kanan Sambo, sedangkan posisi Kuat Maruf dan Bripka RR dalam posisi bersiaga untuk melakukan pengamanan bila Brigadir J melawan.
Sedangkan Putri Candrawathi berada di dalam kamar utama dengan jarak kurang lebih tiga meter dari posisi Brigadir J.Kemudian Ferdy Sambo lantas bersiap mengeksekusi Brigadir J sebagai rencana awal dengan tembakan yang bakal dilesatkan Bharada E.
"Ferdy Sambo Langsung mengatakan kepada Korban Nopriansyah Yosua Hutabarat dengan perkataan "jongkok kamu!!" lalu Korban Nopriansyah Yosua Hutabarat sambil mengangkat kedua tangannya menghadap ke depan sejajar dengan dada sempat mundur sedikit sebagai tanda penyerahan diri dan berkata "ada apa ini?"," ujar JPU.
Meski sudah dalam posisi menyerah, niat sambo menghabisi nyawa ajudan itu tetap tak terbendung. Dengan memerintahkan Bharada E untuk segera melepaskan tembakan yang berasal dari Glock 17.
"(Sambo) Berteriak dengan suara keras kepada Saksi Richard Eliezer dengan mengatakan "Woy...! kau tembak...! kau tembak cepaaat!! Cepat woy kau tembak!!!," katanya.
Alhasil, JPU pun menilai dalam dakwan seharusnya Terdakwa Ferdy Sambo sebagai seorang Jenderal Bintang Dua sepatutnya bertanya dan memberikan kesempatan kepada Nopriansyah Yosua Hutabarat untuk menjelaskan tentang hal yang terjadi sebagaimana cerita Saksi Putri Candrawathi tentang pelecehan yang terjadi di Magelang.
"Setelah itu mendengar teriakan Ferdy Sambo, Richard Eliezer langsung mengarahkan senjata api Glock-17 Nomor seri MPY851 ke tubuh Korban Nopriansyah Yosua Hutabarat dan menembakkan senjata api miliknya sebanyak tiga atau empat kali," katanya.
"Hingga korban Nopriansyah Yosua Hutabarat terjatuh dan terkapar mengeluarkan banyak darah," tambahnya.
Tembakan itu menimbulkan luka tembak masuk pada dada sisi kanan masuk ke dalam rongga dada hingga menembus paru dan bersarang pada otot sela iga ke-delapan kanan bagian belakang yang menimbulkan sayatan pada bagian punggung, luka tembak masuk pada bahu kanan.
Lalu, luka tembak keluar pada lengan atas kanan, luka tembak masuk pada bibir sisi kiri menyebabkan patahnya tulang rahang bawah dan menembus hingga ke leher sisi kanan, luka tembak masuk pada lengan bawah kiri bagian belakang telah menembus ke pergelangan tangan kiri dan menyebabkan kerusakan pada jari manis dan jari kelingking tangan kiri.
Â
Tembakan Tembus Kepala
Setelah menerima luka tembak, Ferdy Sambo lantas menghampiri Brigadir J yang tergeletak di dekat tangga depan kamar mandi dalam keadaan tertelungkup masih bergerak-gerak kesakitan, lalu untuk meluapkan kemarahan dan emosinya.
"Ferdy Sambo yang sudah memakai sarung tangan hitam menggenggam senjata api dan menembak sebanyak satu kali mengenai tepat kepala bagian belakang sisi kiri Korban Nopriansyah Yosua Hutabarat hingga korban meninggal dunia," katanya
Tembakan terakhir itu menembus kepala bagian belakang sisi kiri Brigadir J melalui hidung mengakibatkan adanya luka bakar pada cuping hidung sisi kanan luar. Mengakibatkan rusaknya tulang dasar tengkorak pada dua tempat.
Pertama, kerusakan tulang dasar rongga bola mata bagian kanan dan menimbulkan resapan darah pada kelopak bawah mata kanan yang lintasan anak peluru telah menimbulkan kerusakan pada batang otak.
Adapun sidang yang berlangsung di PN Jakarta Selatan turut membacakan dakwaan dari terdakwa Ferdy Sambo, Bharada E, Bripka RR, Kuat Maruf, dan Putri Candrawathi dengan perkara dugaan pembunuhan berencana Brigadir J.
Dimana nantinya JPU akan membuktikan Pasal 340 subsidair Pasal 338 KUHP juncto Pasal 55 KUHP juncto Pasal 56 KUHP yang menjerat para tersangka dimana hukuman maksimal mencapai hukuman mati.
Â
Reporter:Â Bachtiarudin Alam/Merdeka.com
Advertisement