Liputan6.com, Lombok - Tidak sulit mencari Amiruddin (36) di Pesisir Pantai Poto Tano, Kecamatan Poto Tano, Kabupaten Sumbawa Barat, NTB. Namanya cukup tersohor di kawasan wisata perairan Gili Balu.
Baca Juga
Amir Khan sapaan akrabnya semula seorang nelayan yang terkenal kerap menggunakan bom maupun bahan potasium demi mendapatkan hasil berlimpah.
Advertisement
Amir bercerita banyak hal tentang dirinya. Dahulu, ia adalah pembom ikan yang beroperasi di perairan Gili Balu. Ia gembira ketika melemparkan bom. Sebab air dan pecahan karang terhempas ke udara laksana letusan gunung.
Sedetik kemudian, ikan-ikan akan mengambang di lautan yang langsung dikumpulkan dan dijual.
Ia tak peduli ketika terumbu karang di Pulau Paserang, Pulau Namo, Pulau Kenawa serta pulau-pulau lainnya yang ada kawasan Gili Balu ikut mati dan hancur berhamburan. Yang dipikirkan mereka saat itu hanya keuntungan.
"Sekali berlayar, saya lempar 10 bom. Hanya beberapa jam minimal dapat 300 kg dan paling banyak 1 ton. Hasil penjualan ikan dibagi 5 orang plus buat sama yang punya perahu," ucap Amir Khan kepada Liputan6.com ditemui di Pelabuhan Poto Tano.
Amir beralasan memilih menggunakan bom lantaran untuk mendapat ikan yang banyak tanpa harus menunggu lama. Ia juga sengaja memilih perairan dangkal, letak terumbu karang. Selain ikannya banyak, juga mudah diselam saat mengambil ikan yang mati.
Menurutnya, satu bom ikan bisa meluluhlantakan sekitar 5 meter persegi area terumbu karang. Tak cuma ikan konsumsi, ikan hias pun ikut mati terkena ledakan bom.
Jenis Bahan Peledak untuk Mengebom Ikan
Selain Amir, banyak nelayan di desanya yang memilih jalan pintas ketika menangkap ikan. Mereka menggunakan alat yang tidak ramah lingkungan seperti bahan peledak dan bubuk potasium (bius ikan).
"Ada 16 orang di desa kami yang ngebom ikan. Kalau pakai bom kan tidak perlu capek lempar jala, terus menunggu ikan. Cukup lempar bom, hasilnya cukup banyak," ungkapnya.
Tak hanya ikan konsumsi, Amir juga kerap menangkap ikan hias. Penangkapan dilakukan dengan menggunakan bahan dari potasium. Efeknya seperti obat bius terhadap ikan hias itu. Bahkan Amir juga kerap mencari karang untuk dijual.
Salah satu jenis karang yang diburu nelayan adalah jenis donat karena memiliki harga jual sangat tinggi.
"Karang donat paling mahal harganya, saya jual dikisaran Rp 300 - Rp 700 ribu," ucap pria kelahiran Desember 1985 ini.
Dahulu, Gili Balu memiliki keragaman biota laut. Maraknya aktivitas destructive fishing membuat perairan Gili Balu cukup memprihatinkan. Ekosistem terumbu karang rusak dan populasi ikan-ikan semakin sedikit, bahkan nyaris tidak ada.
Tak hanya merusak biota laut, aktivitas pemboman ikan juga kerap menimbulkan korban luka.
Titik Balik Amir Khan, Eks Pembom Ikan
Amir Khan terpekur ketika mengisahkan titik balik. Atas perbuatannya, ia pernah ditangkap polisi pada tahun 2010. Ia kemudian hijrah ke Bali dan melakukan aktivitas serupa. Namun, ketika mencari ikan di sana dilakukan dengan menggunakan panah.
"Karena merasa terus diawasi polisi dan disingkirkan oleh nelayan lain, saya pindah ke Bali," tutur pria yang hobi fitnes ini.
Seiring waktu, ia tersentak melihat ekonomi masyarakat di Bali sangat maju. Selain sebagai nelayan, salah satunya juga menjadi pemandu wisata seperti kegiatan snorkeling dan diving.
Dari situ, Amir mulai menyadari bahwa keindahan terumbu karang bisa dimanfaatkan untuk sektor pariwisata, selain mendatangkan ikan berlimpah.
Kehidupan nelayan di wilayah Bali juga telah mengubah cara pandang Amir terhadap laut, dari yang merusak menjadi melindungi.
"Saya banyak belajar dari Pokdarwis (kelompok sadar wisata) dan para pemandu wisata disana. Lalu terdorong untuk pulang dan mengembangkan wisata di daerah saya," kata dia.
Advertisement
Restorasi Perairan Gili Balu dengan Modal Sendiri
Ia akhirnya kembali pulang ke desanya di Poto Tano setelah 7 tahun menetap di Bali. Tujuan pertama yaitu memulihkan perairan Gili Balu yang telah hancur akibat aktivitas pemboman ikan. Kemudian, menjadi Gili Balu sebagai surga bagi wisatawan dan kembali mendatangkan ikan yang berlimpah.
"Saya menyesali, merasa berdosa. Karena butuh waktu cukup lama untuk memulihkan terumbu karang yang sudah rusak," tutur Amir.
Namun, hal itu tak lantas membuat bapak empat anak ini putus asa. Dengan modal sendiri ia memulai melakukan restorasi dan penanaman terumbu karang seorang diri. Metode yang digunakan dengan jaring laba-laba (web spider).
Saat pertama kali membuat jaring laba-laba dari bahan material besi cor, ia sempat mendapat cemoohan teman dan tetangganya.
"'Buat apa itu?', mending itu buat meja di rumah saya saja. Tapi tidak saya hiraukan," ungkap Amir meniru ucapan temannya.
Restotrasi Terumbu Karang Membuahkan Hasil
Amir akhirnya berhasil membuat dua buah jaring laba-laba masing-masing berukuran 2x2 meter. Pertama kali jaring laba-laba dipasang di sekitar Pulau Namu.
"Budi daya terumbu karang yang saya buat sempat rusak akibat kena tumpahan minyak dari kapal. Dan sampai sekarang tidak ada penggantian sama sekali," ucapnya.
Amir kini mampu memasang 20 jaring laba-laba di beberapa titik lokasi. Menggunakan pengaruhnya sebagai ketua nelayan di desanya. 16 rekannya yang juga mantan pembom ikan akhirnya ikut bergabung dengannya.
Upaya untuk melakukan restorasi terumbu karang membuahkan hasil, setelah terlibat Program Pengelolaan dan Rehabilitasi Terumbu Karang/Coral Reef Rehabilitation and Management Program (COREMAP).
Bahkan kini cita-cita Amir ingin menjadi pemandu wisata pun terwujud, setelah Gili Balu ditetapkan sebagai Taman Wisata Perairan. Hampir setiap hari, ia mengantarkan hingga mendampingi turis mancanegara untuk menyelam melihat keindahan terumbu karang yang telah ia budidayakan.
"Saya juga menawarkan turis untuk menanam terumbu karang dan menancapkan nama mereka sebagai kenang-kenangan. Tapi itu kami berikan tarif per orang Rp 250 ribu," ucapnya.
Advertisement