Liputan6.com, Jakarta - Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Nusantara menggelar aksi simbolik pemasangan seribu lilin di depan Gedung Mahkamah Konstitusi (MK), Jakarta, Selasa (17/10/2023) malam.
Mereka menyalakan lilin seraya membawa banner bertuliskan ‘Mahkamah Konstitusi Jalan Menuju Politik Dinasti’.
Para mahasiswa juga menyampaikan orasi yang menyebut bahwa MK adalah catatan hitam di era Presiden Joko Widodo (Jokowi)-Ma’ruf Amin karena memuluskan jalan politik dinasti lewat putusan sidang dalam gugatan Pasal 169 huruf q Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu.
Advertisement
“Kami bersikap bahwa satu, MK sebagai lembaga independen tidak boleh dijadikan alat politik oleh pemerintah. Yang kedua kami memberikan catatan hitam kepada Mahkamah Konstitusi di era Jokowi di periode kedua ini,” kata Koordinator Pusat BEM Nusantara Achmad Supardi dalam orasinya.
Adapun, MK dalam sidangnya memutuskan batas usia capres-cawapres paling rendah 40 tahun atau pernah/sedang menduduki jabatan yang dipilih melalui pemilihan umum termasuk pemilihan kepala daerah. Supardi menilai ini adalah alat yang dilakukan rezim Jokowi untuk membangun politik dinasti.
“Itu diyakini adalah untuk memuluskan jalan politiknya untuk tetap menjadi penguasa di Republik Indonesia dan kemudian kami menilai ada rezim yang kemudian mencoba menunjukkan politik dinastinya,” tuturnya.
Integritas dan Independensi MK Sudah mati
Melihat fenomena tersebut Supardi menyimpulkan bahwa integritas dan independensi MK sudah mati di era Jokowi-Ma’ruf ini. Supardi pun menyatakan MK tidak lagi dipercaya.
“Kami bersikap bahwa MK tidak lagi dipercaya, MK sudah tidak independensi dengan kelembagaannya,” kata dia.
BEM Nusantara menuntut pemerintah untuk tidak menjadikan MK sebagai alat politik, apalagi untuk kepentingan kekuasaan. Mereka memberikan peringatan keras terhadap pihak yang memanfaatkan MK untuk mengejar kepentingan politik dinasti.
Advertisement
Alat Perpanjang Dinasti Politik
Supardi mengatakan pihaknya berdiri teguh dalam seruan menjaga kemandirian dan integritas MK, mendesak upaya kolektif untuk menjaga independensi lembaga ini dan memastikan sistem peradilan yang adil serta tidak memihak pada kepentingan tertentu.
“Menggunakan MK sebagai alat untuk memperpanjang dinasti politik mengancam prinsip demokratis yang mendasari kerangka hukum negara,” pungkas Supardi.
Sebelumnya diberitakan, sidang gugatan MK terkait batas minimum usia capres-cawapres diisukan menjadi langkah memuluskan Wali Kota Solo Gibran Rakabuming Raka yang merupakan putra Presiden Jokowi untuk menjadi cawapres di Pemilu 2024.