RUU TNI: Perkuat Pertahanan Negara atau Buka Kembali Dwifungsi ABRI?

RUU TNI yang tengah dibahas DPR RI menimbulkan kontroversi, terutama terkait penempatan prajurit aktif di jabatan sipil dan perluasan operasi militer selain perang (OMSP).

oleh Nila Chrisna Yulika Diperbarui 17 Mar 2025, 11:04 WIB
Diterbitkan 17 Mar 2025, 11:04 WIB
RUU Disiplin Prajurit TNI Bakal Bikin Jera Oknum Prajurit
Komisi l DPR mengadakan Rapat Kerja bersama Menteri Pertahanan, Menpan, Menkeu, Menkumham di Ruang Rapat Komisi l, Senayan, Jakarta, Selasa (16/9/2014) (Liputan6.com/Andrian M Tunay)... Selengkapnya

Liputan6.com, Jakarta - RUU TNI (Revisi Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia) tengah menjadi sorotan. Revisi ini bertujuan memperkuat pertahanan negara dan meningkatkan profesionalisme TNI, namun beberapa poinnya menuai kontroversi, khususnya terkait penempatan prajurit aktif di jabatan sipil dan perluasan operasi militer selain perang (OMSP). Proses pembahasan yang dianggap kurang transparan juga memicu kritik dari berbagai pihak.

Apa, siapa, di mana, kapan, mengapa, dan bagaimana? 

RUU TNI dibahas DPR RI dan pemerintah untuk merevisi UU No. 34 Tahun 2004 tentang TNI. Pembahasan ini bertujuan meningkatkan pertahanan negara dan profesionalisme TNI, namun menimbulkan kontroversi karena beberapa poinnya, seperti penempatan prajurit aktif di jabatan sipil. 

Pembahasan dilakukan di Jakarta pada pertengahan Maret 2025, dipicu oleh usulan pemerintah yang tertuang dalam Surat Presiden RI Nomor R12/Pres/02/2025. Kontroversi muncul karena kekhawatiran akan kembalinya dwifungsi ABRI dan melemahnya supremasi sipil.

Ketua Panja RUU TNI, Utut Adianto, menjelaskan tiga klaster utama yang dibahas: kedudukan Kementerian Pertahanan dan TNI, perluasan penempatan prajurit aktif di instansi sipil, dan penyesuaian usia pensiun. 

Utut menekankan bahwa pembahasan dilakukan secara detail, pasal demi pasal. Meskipun Menteri Pertahanan berharap RUU ini disahkan pada masa sidang tersebut, Utut menyatakan bahwa pengesahan menunggu kesiapan pemerintah.

Kesejahteraan Prajurit dan Pembiayaan TNI

Salah satu fokus utama revisi RUU TNI adalah peningkatan kesejahteraan prajurit. Dengan jumlah personel sekitar 485.000 orang, pembiayaan TNI menjadi pertimbangan penting. 

Revisi ini mengalokasikan lebih banyak pasal untuk membahas kesejahteraan prajurit, menunjukkan komitmen pemerintah untuk meningkatkan taraf hidup mereka.

Peningkatan kesejahteraan ini diharapkan dapat meningkatkan moral dan profesionalisme prajurit. Namun, detail mengenai mekanisme peningkatan kesejahteraan dan sumber pendanaannya masih perlu dikaji lebih lanjut untuk memastikan efektivitas dan transparansi.

Hal ini juga perlu diimbangi dengan pengawasan yang ketat agar anggaran tersebut digunakan secara efektif dan efisien, mencegah potensi penyimpangan.

Perluasan Operasi Militer Selain Perang (OMSP)

RUU TNI berencana menambah jenis OMSP yang dapat dilakukan TNI dari 14 menjadi 17 jenis. Dua penambahan yang diusulkan adalah operasi siber dan penanganan masalah narkoba. Pelaksanaan operasi tambahan ini akan diatur melalui Peraturan Presiden (Perpres) untuk menghindari tumpang tindih kewenangan.

Penambahan jenis OMSP ini perlu dikaji secara cermat untuk memastikan tidak terjadi penyalahgunaan wewenang dan tetap berada dalam koridor hukum yang berlaku. Peraturan Presiden yang mengatur pelaksanaan OMSP harus dibuat secara detail dan transparan untuk mencegah potensi konflik.

Perlu adanya mekanisme pengawasan yang kuat untuk memastikan operasi-operasi tersebut berjalan sesuai aturan dan tidak melanggar hak asasi manusia.

Penempatan Prajurit Aktif di Jabatan Sipil: Titik Kontroversial

Poin paling kontroversial dalam RUU TNI adalah usulan perubahan Pasal 47, yang memungkinkan penempatan prajurit aktif di berbagai kementerian dan lembaga negara, termasuk yang berkaitan dengan politik dan keamanan. Jumlah lembaga yang dapat diisi prajurit aktif akan bertambah dari 10 menjadi 15.

Usulan ini memicu kekhawatiran akan kembalinya dwifungsi ABRI dan melemahnya supremasi sipil. Pemerintah berjanji akan mengatur ketat mekanisme dan kriteria penempatan ini agar sesuai dengan kebutuhan nasional dan tidak mengganggu netralitas TNI. Namun, detail mekanisme dan kriteria tersebut masih belum jelas dan perlu dijelaskan secara rinci.

Koalisi masyarakat sipil telah menyuarakan kritik terhadap kurangnya transparansi dalam proses pembahasan RUU ini dan meminta agar partisipasi publik ditingkatkan. Mereka khawatir penempatan prajurit aktif di jabatan sipil dapat mengancam demokrasi dan supremasi sipil.

Koalisi masyarakat sipil menilai, secara substansi RUU TNI masih mengandung pasal-pasal bermasalah. Pertama, perluasan di jabatan sipil yang menambah Kejaksaan Agung dan Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) tidak tepat dan ini jelas merupakan bentuk dwifungsi TNI.

“Untuk di kantor Kejaksaan Agung, penempatan ini tidaklah tepat karena fungsi TNI sejatinya sebagai alat pertahanan negara, sementara Kejaksaan fungsinya adalah sebagai aparat penegak hukum. Walau saat ini sudah ada Jampidmil di Kejaksaan agung, namun perwira TNI aktif yang menjabat di Kejaksaan Agung itu semestinya harus mengundurkan diri terlebih dahulu,” jelas dia.

Sejak awal dibentuk, kata Ikhsan, pihaknya sudah mengkritisi keberadaan Jaksa Agung Muda Pidana Militer di Kejaksaan Agung yang sejatinya tidak diperlukan lantaran hanya menangani perkara koneksitas dan semestinya tidak perlu dipermanenkan menjadi sebuah jabatan.

“Untuk kepentingan koneksitas sebenarnya bisa dilakukan secara kasuistik dengan membentuk tim ad hoc gabungan tim Kejaksaan Agung dan oditur militer. Lagipula, peradilan koneksitas selama ini juga bermasalah karena seringkali menjadi sarana impunitas,” ungkap dia.

Usia Pensiun dan Aspek Lain

RUU TNI juga akan menyesuaikan batas usia pensiun prajurit, mempertimbangkan peningkatan usia harapan hidup masyarakat Indonesia. Selain itu, RUU ini juga mencakup ketentuan umum, jati diri TNI, kedudukan, peran, fungsi, tugas, postur organisasi, pengerahan, dan penggunaan kekuatan TNI.

Penyesuaian usia pensiun perlu mempertimbangkan aspek produktivitas dan kesehatan prajurit. Aspek-aspek lain yang diatur dalam RUU ini juga perlu dikaji secara komprehensif untuk memastikan keselarasan dengan perkembangan zaman dan kebutuhan negara.

Transparansi dan partisipasi publik dalam pembahasan RUU ini sangat penting untuk memastikan revisi tersebut sejalan dengan prinsip demokrasi, supremasi sipil, dan profesionalisme TNI.

RUU TNI bertujuan meningkatkan kemampuan dan profesionalisme TNI. Namun, perubahan yang diusulkan, khususnya terkait penempatan prajurit aktif di jabatan sipil, memicu perdebatan dan kekhawatiran. Penting untuk memantau perkembangan pembahasan RUU ini dan memastikan revisi sejalan dengan prinsip demokrasi dan supremasi sipil.

Infografis Siap-Siap Personel TNI Polri Bisa Isi Jabatan ASN. (Liputan6.com/Abdillah)
Infografis Siap-Siap Personel TNI Polri Bisa Isi Jabatan ASN. (Liputan6.com/Abdillah)... Selengkapnya
Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

EnamPlus

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya