TNI Tetap Dilarang Berbisnis dan Berpolitik, Revisi UU Perlu Dikawal

Meskipun revisi ini tidak menghapus larangan berpolitik dan berbisnis, kontrol terhadap penerapannya tetap harus diperkuat agar tidak terjadi penyimpangan yang dapat mengarah pada kembalinya pola lama.

oleh Tim News Diperbarui 22 Mar 2025, 07:42 WIB
Diterbitkan 21 Mar 2025, 20:11 WIB
50 Ribu Pasukan Gabungan Ikuti Apel Kesiapan Natal dan Tahun Baru
Anggota TNI saat mengikuti Apel Kesiapan Natal, Tahun Baru 2019 serta menjelang Pemilu legislasi dan Presiden 2019 di Monas, Jakarta, Jumat (30/11) (Liputan6.com/Johan Tallo)... Selengkapnya

Liputan6.com, Jakarta - DPR RI baru saja mengesahkan RUU menjadi UU No. 34 Tahun 2024 tentang Tentara Nasional Indonesia. Pengamat militer Institute for Security and Security and Strategic Studies (ISESS), Khairul Fahmi, menilai UU ini tidak perlu dikhawatirkan karena tetap mengatur bahwa TNI tidak boleh berbisnis dan berpolitik.

“Tetapi memastikan bahwa perubahan ini tetap dalam koridor reformasi dan demokrasi,” ujarnya.

Kekhawatiran yang muncul di publik saat ini adalah asumsi jika UU TNI akan memunculkan sentimen bangkitnya dwifungsi militer, karena dominasi militer di ranah sipil sebagaimana terjadi pada masa Orde Baru.

“Padahal, jika ditelaah secara cermat, revisi ini tidak mencabut larangan bagi prajurit TNI untuk berpolitik dan berbisnis. Artinya, militer tetap diposisikan dalam koridor profesionalisme dan tidak diperbolehkan memasuki arena politik praktis maupun ekonomi,” jelas Fahmi.

Fahmi mengatakan hal ini bila dicabut menimbulkan risiko besar jika diterapkan.

“Alih-alih mencurigai dan menolak secara berlebihan, langkah yang lebih bijak adalah mengawal implementasi perubahan ini agar tetap berjalan sesuai dengan semangat reformasi. Beberapa hal yang perlu diawasi ke depan adalah bagaimana peran baru TNI dalam OMSP diterapkan, bagaimana mekanisme pengawasan terhadap prajurit yang ditempatkan di lembaga sipil, serta bagaimana dampak perubahan usia pensiun terhadap dinamika internal TNI,” jelasnya.

“Meskipun revisi ini tidak menghapus larangan berpolitik dan berbisnis, kontrol terhadap penerapannya tetap harus diperkuat agar tidak terjadi penyimpangan yang dapat mengarah pada kembalinya pola lama. Keterlibatan TNI dalam ranah sipil, tetap harus diawasi dan diatur dengan ketat, untuk menghindari potensi melebarnya pengaruh militer dalam birokrasi negara, yang banyak dikhawatirkan,” lanjutnya.

 

Promosi 1

Ketua MPR: Revisi UU TNI Jamin Demokrasi dan Supremasi Sipil

Revisi Undang-Undang Tentara Nasional Indonesia (UU TNI) dipastikan tetap sejalan dengan prinsip demokrasi dan supremasi sipil. Pemerintah dan DPR RI telah melakukan pembahasan mendalam agar revisi ini semakin memperkuat profesionalisme TNI tanpa menghidupkan kembali dwifungsi militer.

Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) Ahmad Muzani menegaskan bahwa revisi UU TNI bertujuan untuk memperjelas peran TNI dalam sistem pertahanan negara tanpa mengganggu tatanan sipil. Dia optimistis bahwa Presiden Prabowo akan segera menandatangani pengesahan revisi ini setelah melalui proses administrasi yang berlaku.

"Revisi ini menegaskan profesionalisme TNI dan memastikan bahwa supremasi sipil tetap terjaga. Tidak ada ruang bagi militer dalam kehidupan sipil, sehingga demokrasi tetap kuat," jelas Ahmad Muzani

Sekretaris Jenderal Partai Gerindra itu berharap agar semua pemangku kepentingan dapat memahami manfaat dari revisi ini. Menurutnya, langkah selanjutnya adalah memastikan implementasi yang baik agar TNI semakin profesional dan efektif dalam menjalankan tugas pertahanan negara.

"Revisi ini sudah disahkan oleh DPR RI. Yang terpenting adalah memastikan bahwa semua pihak memahami aturan baru ini dengan baik," tambah Ahmad Muzani.

Infografis Pemerintah dan DPR Kebut Bahas Revisi UU TNI.
Infografis Pemerintah dan DPR Kebut Bahas Revisi UU TNI. (Liputan6.com/Gotri/Abdillah)... Selengkapnya
Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Tag Terkait

Video Pilihan Hari Ini

Produksi Liputan6.com

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya