2 Tersangka Korupsi Benih Segera Disidang

2 tersangka perkara korupsi pengadaan benih oleh PT Sang Hyang Sri (PT SHS) di Kementan segera disidang.

oleh Edward Panggabean diperbarui 04 Des 2013, 10:52 WIB
Diterbitkan 04 Des 2013, 10:52 WIB
sidang-tunda-iluts130605c.jpg
Sebanyak 2 tersangka perkara korupsi pengadaan benih oleh PT Sang Hyang Sri (PT SHS) di Kementerian Pertanian (Kementan) yakni Hartono dan Subagyo, segera diseret Pengadilan Tipikor Lampung. Hal ini lantaran, berkas keduanya dinyatakan lengkap (P21).

"Berkas perkara atas nama tersangka Subagyo (karyawan PT SHS) dan tersangka Hartono (Manager Regional PT SHS cabang Lampung telah dinyatakan lengkap, pada hari ini dilaksanakan penyerahan tersangka dan barang bukti atau pelimpahan Tahap II di Kejaksaan Negeri Sukadana, Lampung," kata Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung Setia Untung Arimuladi, di Kejagung, Jakarta, Rabu (4/12/2013).

Setelah pelimpahaan tahap II, Jaksa Penuntut Umum Kejari setempat menyusun surat dakwaan sebelum diseret ke kursi pesakitan. Saat ini keduanya telah dijebloskan ke Rumah Tahanan Kejari Sukadana, Lampung. "Kedua tersangka ditahan untuk 20 hari ke depan di Rutan Rajabasa, Lampung," ujar dia.

Berkas kedua dinyatakan lengkap melalui surat nomor B-88/F.3/Ft.1/11/2013, tanggal 15 November 2013 untuk tersangka Hartono, sedangkan untuk tersangka Subagyo berdasarkan  surat Nomor: B-71/F.3/Ft.1/11/2013, tanggal 12 November 2013.

Penyerahan tahap II oleh penyidik Kejaksaan berdasarkan Pasal 8 Ayat (3) b, Pasal 138 Ayat (1) dan Pasal 139 KUHAP. Sebanyak 4 tersangka lainnya juga telah ditahan Kejaksaan Agung.

Perkara korupsi pengadaan benih oleh PT SHS (Persero) dilakukan sejak tahun 2008 sampai 2012. Jaksa penyidik, telah cukup memiliki bukti permulaan atas tindak pidana korupsi yang dilakukan tersangka dengan bentuk bervariasi, di antaranya, rekayasa proses pelelangan atau tender memenangkan PT SHS.

Kedua, biaya pengelolaan cadangan benih nasional sebesar 5% dari nilai kontrak, tidak pernah disalurkan ke kantor regional di daerah. Ketiga, rekayasa penentuan harga komoditi, sehingga terjadi kemahalan harga.

Keempat, pengadaan benih untuk program cadangan benih nasional fiktif atau setidaknya tidak sesuai. Kelima, pengadaan benih kedelai fiktif, mark up volume maupun harga benih kedelai. Keenam, penyaluran subsidi benih tidak sesuai peruntukkannya, yakni ke perorangan dan ke kios-kios. (Mvi/Ism)

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya