Sukarno, Gus Dur, dan Imlek

Kebudayaan Tionghoa sempat dilarang pada masa Orde Baru melalui Inpres. Namun Inpres itu dicabut oleh Gus Dur.

oleh Eko Huda Setyawan diperbarui 31 Jan 2014, 10:50 WIB
Diterbitkan 31 Jan 2014, 10:50 WIB
gusdur-soekarno-140131b.jpg
Era reformasi membawa angin segar untuk warga Tionghoa di Indonesia. Sebab, setelah runtuhnya Orde Baru, masyarakat Tionghoa bisa menggelar tradisi mereka di depan umum, termasuk merayakan Imlek atau tahun baru China yang jatuh pada Jumat (31/1/2014) ini.

Pada tahun 1946, Presiden Soekarno mengeluarkan Penetapan Pemerintah tentang hari-hari raya umat beragama Nomor 2/OEM-1946. Pada Pasal 4 peraturan itu menyebut tahun baru Imlek, hari wafatnya Khonghucu (tanggal 18 bulan 2 Imlek), Ceng Beng (membersihkan makam leluhur), dan hari lahirnya Khonghucu (tanggal 27 bulan 2 Imlek), sebagai hari libur.

Namun, kondisi berbalik setelah Orde Baru. Warga Tionghoa tak bisa mementaskan seluruh kebudayaannya di muka umum. Larangan ini tak lepas dari sengkarut politik di Tanah Air, setelah peristiwa G30S. Orde Baru khawatir keturunan Tionghoa akan menyebarkan paham komunis di Indonesia. Memang, pada masa Sukarno, Indonesia berkawan karib dengan China, sementara pada masa Orde Baru hubungan itu diputus.

Pada tahun 1966, Ketua Badan Komunikasi Penghayatan Kesatuan Bangsa Kristoforus Sindhunata alias Ong Tjong Hay memilih istilah China daripada Tionghoa. Sindhunata juga mengusulkan pelarangan total terhadap perayaan kebudayaan Tionghoa.

Namun, Soeharto kala itu menilai usulan Sindhunata itu berlebihan. Soeharto tetap mengizinkan perayaan kebudayaan Tionghoa, namun secara tertutup. Aturan itu kemudian diresmikan dengan Inpres Nomor 14 Tahun 1967.

Hampir 33 tahun warga Tionghoa tak bisa merayakan kebudayaannya di depan umum. Angin segar kemudian datang setelah reformasi. Presiden Abdurrahman Wahid alias Gus Dur mencabut Inpres Nomor 14 Tahun 1967 yang melarang pementasan kebudayaan Tionghoa. Dengan Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 2000, Gus Dur mencabut Inpres Nomor 14 Tahun 1967 tentang Agama, Kepercayaan, dan Adat Istiadat China.

Sejak itulah kebudayaan Tionghoa kembali menggeliat. Pada 19 Januari 2001, Menteri Agama mengeluarkan Keputusan Nomor 13 Tahun 2001 tentang Penetapan Hari Raya Imlek sebagai Hari Libur Nasional Fakultatif. Pada Februari 2002, Presiden Megawati Soekarnoputri mengumumkan mulai 2003, Imlek menjadi Hari Libur Nasional. (Dari berbagai sumber/Eks/Ein)

Baca juga:

Rayakan Imlek, 1.000 Siswa Dapat Kue Keranjang Gratis

Ngemis Angpau Imlek di Petak 9, Rohmani Berhutang Rp 20 Ribu
JK Dapat `Angpau` dari KPK

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya